Mengintip geliat usaha kerajinan rotan Pekanbaru yang berdayakan pengangguran
Pekanbaru (ANTARA) - Orang yang tidak memiliki gelar dan pendidikan yang tinggi sekalipun mampu bekerja dengan penghasilan besar, hanya menjadi perajin rotan merupakan satu diantara banyak bidang yang bisa menjadi pilihan usaha, seperti karyawan yang bekerja pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kerajinan rotan Elsindo di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.
Manajemen UMKM Elsindo dikelola Sugianto (57) mampu menggaji 13 karyawannya sebesar Rp13 juta lebih setiap minggu atau dengan pendapatan bersih untuk tiap perajin sebesar Rp700 ribu hingga Rp1 juta setiap minggunya, dengan omset usaha mencapai Rp20-25 juta per bulan dari aneka produksi kerajinan berbahan sumber daya hutan tersebut.
Sedangkan seluruh perajin yang dipekerjakan berasal dari berbagai latar belakang pendidikan berbeda, mulai dari SD hingga lulusan SLTA. Mereka dilatih mengenal rotan hingga diajarkan bagaimana proses pembuatan, mulai dari pembuatan anyaman sederhana hingga perabotan rumah tangga yang butuh kemampuan dan keahlian dalam berkreasi.
Seorang karyawan termuda yang dipekerjakan manajemen UMKM Elsindo sejak dua tahun lalu, yakni Naomi (20) yang hanya tamatan kelas 3 SD ini menyatakan syukur pada Tuhan, karena setiap minggu ia bisa menerima upah Rp250 ribu yang kemudian ia beri sebagian untuk orang tuanya.
Naomi, gadis Nias yang tinggal bersama ibu dan ke tiga saudaranya itu, karena keterbatasan ekonomi terpaksa bekerja sejak usia 10 tahun, mulai dari mencuci piring di rumah makan, menjadi pengasuh, hingga pekerja rumah tangga.
"Dari semua pekerjaan itu, aku paling senang kerja di sini karena tidak terikat jam kerja. Kadang karena jam kerja yang lama aku kesulitan cari waktu untuk ikut kegiatan gereja dan jaga adik," kata gadis yang merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara ini.
Cerita serupa juga dialami Nopal (34), memulai menggeluti dunia rotan sejak bujang, jam kerja yang tidak ditetapkan itu menjadi pilihan kala itu.
Berawal dari ajakan kerabat hijrah ke Pekanbaru dan bekerja di tempat usaha kerajinan rotan pada tahun 2004 kini ia telah mahir membuat berbagai jenis perabot rumah tangga dari rotan dan kerajinan anyaman dari rotan hanya dari melihat contoh gambar saja.
Awalnya waktu belajar itu sulit, tangan saya belum terbiasa dengan gerakan menganyam, tapi lama-lama tentu menjadi terbiasa jadi lebih lihai," kata laki-laki beranak dua itu.
Menurut dia, upah paling sedikit diterima Rp3 juta setiap bulan dan sudah cukup untuk menghidupi keluarganya, kendati hanya tamatan SMA Nopal pun bersyukur mendapat pekerjaan yang layak dan membuatnya nyaman.
Ia berharap pemerintah memberi perhatian khusus kepada mereka para perajin rotan, karena empat tahun yang lalu sudah ada niat baik Pemerintah Kota Pekanbaru untuk membangun gedung sentra kerajinan rotan untuk menampung para perajin dengan memberi bantuan pengadaan tempat yang lebih baik dan alat yang lebih modern.
"Mirisnya hingga kini belum terealiasai padahal keberadaan gedung sentra kerajinan rotan itu sangat dibutuhkan," katanya.
Butuh Keuletan
Pemilik UMKM Elsindo, Sugianto mengatakan, bahwa memang tidak semua pekerja sudah mampu membuat kerajinan berbahan dasar rotan ini, akan tetapi tentunya dengan kemauan, keuletan, kesabaran, dan ketekunan , perlahan mereka mampu mengerjakannya sendiri dan berkreasi sesuai kreatifitas masing-masing.
"Jadi, kami menyerahkan tanggungjawab produksi sepenuhnya ke perajin, misalnya terserah mereka mau bikin bentuk keranjang dengan model dan warna apa aja. Selain itu manajemen tidak membatasi kreatifitas, kecuali kalau produk itu dibuat dalam bentuk pesanan dari konsumen dan tentunya produk tersebut harus dikerjakan sesuai model yang dipesan pelanggan," katanya.
Sebenarnya, katanya lagi, usaha di bidang ini memiliki potensi ekonomi yang besar, tapi saat ini sulit menemukan orang yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menjadi perajin rotan, dan kondisi itu dicermatinya saat Sugianto menjadi pemateri dan pelatih hingga ke daerah lain, seperti Pelalawan hingga Bengkalis.
"Untuk membuka usaha ataupun bekerja di bidang kerajinan rotan tidak bisa dipaksa karena tidak semua orang juga yang tertarik dengan seni ini, apalagi bagi kalangan muda. Saya pun dulunya menggeluti usaha ini dimulai dari membantu usaha keluarga," katanya.
Kala itu, ketika masih kecil dan diminta membantu ayahnya yang asli Cirebon itu di toko. Usaha itu dikelola ayahnya bersama sang ibu yang asli berdarah Minang, Sumatera Barat. Akhirnya pada 1994 setelah hijrah ke Pekanbaru dan berkeluarga, ia pun membuka usaha kerajinan rotan pertamanya yang bernama Dona dan saat ini dikelola anak perempuannya.
Lalu toko keduanya bernama Razab dikelola menantunya dan pada 2010 mendirikan Elsindo yang ia kelola sendiri hingga sekarang. Sejak 1992 sebenarnya ia sudah menetap di Pekanbaru, selama 2 tahun ia bekerja mencari modal usaha dan terkumpul Rp5 juta dan dari modal awal sebesar itu dengan kegigihan dan bekerja keras ia pun menjadi salah satu tokoh yang berkompentensi di bidangnya.
Bahkan Sugianto sering diminta menjadi narasumber dan pelatih ke berbagai daerah hingga beberapa tahun menjadi ketua asosiasi perajin Kota Pekanbaru. Namun sayangnya, asosiasi itu tidak berjalan lama karena kurangnya kerjasama antar sesama perajin dan kurangnya program pemerintah dalam memberdayakan potensi ini.
"Kendati menghadapi berbagai kendala termasuk pengadaan bahan baku, namun sejumlah UMKM kerajinan rotan ini masih ada yang bertahan seperti di Jalan Yos Sudarso Kota Pekanbaru," katanya.
Bahan Baku
Untuk kebutuhan bahan baku rotan, tercatat 2 jenis yang biasa Sugianto pakai, yang pertama bahan baku setengah jadi yang sudah diolah pabrik ataupun yang kedua bahan mentah yang kemudian diolah secara manual dengan menyiramkan solar lalu dikeringkan dan kemudian siap pakai. Dari banyak jenis bahan baku yang dipakai mulai dari berkualitas tinggi seperti A dan B sedangkan lainnya C, D, E, hingga F berkualitas sedang.
"Untuk produksi rutin memakai bahan dengan kualitas C dan D, agar produk yang sudah dihasilkan bisa dijual dan terjangkau konsumen. Sedangkan untuk bahan baku rotan olahan pabrik, diyakini berkualitas bagus karea menggunakan mesin pengolahan rotan, kendati memang harganya lebih mahal," katanya.
Dari sekian banyaknya jenis rotan yang dibudidayakan, ia memakai beberapa diantaranya rotan Manau, salah satu jenis rotan yang populer di Malaysia dan Indonesia karena kualitasnya yang baik untuk dijadikan berbagai produksi kerajinan. Selain itu Mawi, Sega, Cincin, Getah, Petrik hingga Kor.
Jenis-jenis rotan ini, katanya dipakai berdasarkan kebutuhan kerajinan yang hendak diproduksi. Misalnya Manau, biasanya digunakan sebagai kerangka dasar mebel kursi, ukurannya pun beragam mulai dari diameter 20 mm hingga 40 mm. Rotan halus yang biasa dipakai untuk anyaman jenisnya adalah petrik, untuk sebulan 200 kg rotan terpakai, dan kalau jenis Manau bisa mencapai 200-500 batang.
Ketahanan dan masa pakai dari kerajinan dan perabot rotan ini pun beragam tergantung juga dari jenis dan perawatan. Rotan kulit atau rotan yang tidak dikupas biasanya bisa bertahan hingga puluhan tahun. Kekhawatiran terbesar dari para perajin adalah serangan hama rayap, antisipasinya adalah mengecek terlebih dahulu rotan
sebelum digunakan dan diolesi minyak anti rayap saat perabot telah siap dikerjakan.
Sentra bahan baku rotan untuk membuat berbagai produk ini berasal dari Mentawai, Jambi, Sumbar, dan Riau. Tapi dominan dipesan dari Mentawai karena areal penanaman mereka sudah terkelola dengan baik dan memiliki jenis yang banyak. Rotan asli Riau tidak terlalu banyak digunakan karena jenisnya yang berbeda dan butuh pengolahan tambahan lagi sehingga biaya produksi menjadi lebih besar.
Proses Pembuatan
Untuk pembuatan produk kerajinan, pada tahap pertama adalah menentukan model produk, bisa sesuai dengan pesanan pelanggan ataupun kreativitas dari sang perajinnya sendiri. Saat model sudah ditentukan, maka akan terlihat jenis rotan apa saja yang akan dipakai beserta dengan jumlahnya.
Tahap kedua adalah mengukur rotan berdasarkan ukuran yang diinginkan lalu dipotong ataupun ditandai dengan pensil untuk selanjutnya dilakukan bending atau pembengkokan sesuai bentuknya, jika yang ingin dibuat adalah produk mebel. Kalau pemanasan sebelum pembengkokan yang dilakukan di pabrik menggunakan oven raksasa yang mampu menampung puluhan hingga ratusan kilo rotan, maka pembengkokan di sini dilakukan satu persatu menggunakan kompor.
Rotan dibolak-balik agar tidak gosong dengan jarak 5-10 cm dari api karena yang dimanfaatkan adalah hawa panas dari api tersebut. Setelah panas lalu rotan dibengkokkan perlahan dan kemudian diikat dengan tali rajut agar tidak kembali ke bentuk semula.
Selanjutnya adalah penyetelan yakni membuka bendingan atau ikatan dari hasil pembengkokan menggunakan engkol kayu, jika rotan besar dan keras maka memakai engkol tegak. Ikatan rotan dibuka perlahan-lahan hingga sesuai ukuran yang diinginkan, namun sebelumnya saat penyetelan jika 50cm adalah ukuran yang diinginkan maka pengrajin harus mengikatnya di angka 40cm, karena rotan akan sedikit kembali kebentuk semula.
Jika kerangka produk mebel sudah selesai, saatnya merakit dan menambahkan pola dan bahan anyaman di bagian yang diinginkan. Peralatan yang dibutuhkan pun alat sederhana yang sering kita temui, seperti meteran, gergaji, martil, parang, palu hingga paku.
Salah satu kunci pengayaman agar hasilnya bagus dan teratur adalah besar tiang anyaman yang digunakan 3,5mm lebih besar dibandingkan rotan anyaman lainnya, fungsinya agar tiang tidak bengkok terikut dengan bentuk anyaman.
Setelah seluruhnya selesai, maka masuk ke proses finishing atau penyelesaian. Produk yang sudah selesai di jemur agar kering karena sebelum proses penganyaman rotan dibasahkan agar lembek dan mudah diatur. Setelah kering lalu dirapikan dengan membakar bulu-bulu halus yang mencuat lalu diamplas menggunakan amplas halus nomor 100.
Ulangi kembali pembakaran bulu halus dan pengamplasan jika dirasa masih perlu dan jika sudah benar-benar bersih maka selanjutnya produk di warnai. Jika tidak warnai maka produk dilumuri sanding sealer atau cairan pelapis untuk menutup pori-pori rotan dan menjaga warna alami rotan.
Lalu dijemur hingga kering dan disemprot cairan "clear coat" agar produk tahan lama karena berfungsi mencegah pori-pori rotan menyerap air yang kemudian dapat memunculkan jamur dan rayap. Setelah semua proses selesai, produk mebel rotan atau kerajinan rotan pun sudah dapat dibawa pulang dan digunakan.
Butuh sarana pelatihan
Kalangan perajin rotan di Kota Pekanbaru, menyatakan keinginan mereka bisa segera mendapatkan satu sarana atau tempat penyuluhan, pelatihan dan pembinaan bagi perajin pemula agar pelatihan yang dilakukan bisa berkelanjutan.
"Pelatihan bagi perajin pemula seharusnya dilakukan terus menerus dan lanjut, ketika mereka sudah mahir maka diyakini perajin yang dilatih itu bisa membuka lapangan kerja baru," kata Sugianto.
Besarnya peluang kerja pada usaha kerajinan rotan ini, karena permintaan terhadap perabotan berbahan rotan cukup besar sedangkan satu orang yang sudah mahir bisa mengerjakan berbagai produk sesuai permintaan konsumen.
"Jika usaha ini dikembangkan, diyakini penggangguran yang kian hari bertambah itu, bisa mengisi peluang menjadi perajin rotan, hingga bisa membuka usaha sendiri, namun demikian Pemerintah Kota Pekanbaru juga perlu memotivasi kawula muda untuk bisa mengikuti beragam pelatihan terkait keterampilan menganyam rotan itu," katanya.
Motivasi dibutuhkan, katanya, karena ada sebagian kawula muda kurang berminat, mudah jenuh dan setelah mendapatkan pembinaan dan pelatihan mereka "hilang" begitu saja atau tidak mau mengembangkan usaha berbahan baku non migas ini.
Ia menyebut contoh, usaha kerajinan diminati oleh kawula muda di Pulau Jawa, sehingga usaha tersebut mengalami kemajuan yang cukup pesat dibawah perlindungan Asosiasi. Selain banyak pekerja, di Pulau Jawa seperti di Tasikmalaya, Cirebon, dan Jogyakarta mereka bekerja borongan dan bagian per bagian (assembling).
Di Pekanbaru, katanya lagi, justru kekurangan orang atau tenaga kerja yang trampil menganyam rotan, dan karena sulitnya mendapatkan tenaga kerja UMKM daerah ini, maka UMKM kerajinan rotan cenderung membeli produk jadi ke Pulau Jawa, dampaknya harganya tentu menjadi mahal.
"Padahal memang dengan banyaknya tenaga kerja, produksi menjadi lebih murah, namun ketersediaan SDM perajin itu masih langka di daerah ini," katanya.
Oleh karena itu, katanya, keberadaan tempat pelatihan itu cukup penting yang sebelumnya memang ada wacana dari masa pemerintah Wali Kota Herman Abdullah, yang saat itu ingin menjadikan rusunawa sebagai sentra kerajinan rotan yang pada akhirnya diyakini juga bisa menjadi pusat wisata usaha kerajinan rotan.
Kini, katanya, kita membutuhkan dukungan teman-teman perajin untuk mencoba kembali mengajukan kebutuhan yang sama ke Pemkot Pekanbaru, atau ke DPRD Kota Pekanbaru agar segera membangun pusat pelatihan kerajinan rotan dan membuka sentra kerajinan rotan.
"Keberadaan Asosiasi Usaha Kerajinan Rotan juga penting untuk dihidupkan kembali yang kini telah mati suri itu, dan Ketua Asosiasi akan lebih baik dipilih dari ASN Disperindag Kota Pekanbaru, yang bisa disegani dan menjadi panutan bagi perajin," katanya.
Disperindag Pekanbaru
Aspirasi perajin rotan di kota itu sudah ditampung buktinya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru mencadangkan 3,1 hektare lahan untuk pembangunan sentra kerajinan rotan dan berencana kembali memberikan perhatian khusus kepada industri kerajinan rotan dengan membangun sentra kerajinan rotan di areal rusunawa di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Rumbai Pesisir itu.
"Pada 2016 kita sudah mengajukan ke Kementerian tetapi belum bisa direalisasikan karena keterbatasan anggaran," kata Kepala Bidang Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru, Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru, Ali Imran.
Ali Imran yang mengaku baru bertugas di dinas ini bertekad mengajukan wacana pembangunan gedung sentra kerajinan rotan ini tahun 2020 diharapkan anggaran kebutuhan pembangunan gedung sentra produksi itu bisa dialokasikan lagi.
Jika pembangunan gedung sentra kerajinan rotan itu bakal dikerjakan tahun 2021 maka kebutuhan anggaran tentunya akan lebih besar lagi terkait harga material yang terus meningkat itu, kendati tahun 2016 pernah diajukan sebesar Rp300 juta. Sedangkan sentra kerajinan rotan itu berada di depan bangunan Rusunawa yang pernah dipakai sebagai penginapan atlet PON XVIII tahun 2012.
"Oleh karena itu diwacanakan lagi bahwa Rusunawa itu bisa dimanfaatkan menjadi kontrakan para perajin dengan harga terjangkau," katanya dan menambahkan desain rencana pembangunan gedung sentra produksi kerajinan rotan itu dilengkapi dengan galeri, toko untuk perajin, dan rumah produksi.
Selain itu jika seandainya Riau perlu memproduksi kerajinan rotan dalam jumlah besar bisa ekspor dan produknya berciri khas Melayu tentunya juga dibutuhkan pasokan bahan baku rotan yang ditanam di Riau, untuk lebih menekan ongkos produksi.
Tentunya menurut Ali, pembukaan lahan perkebunan baru untuk tanaman rotan di Riau menjadi bagian pekerjaan dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau dan pakar pertanian dari Universitas Riau untuk mengkaji dan menganalisa kelayakan tanah di Riau untuk ditanami rotan.
Mencermati besarnya peluang rekrutmen tenaga kerja yang menganggur, sepertinya Wakil Ketua Umum Kadin Riau, Bidang Perdagangan Iva Desman pun meminta Pemerintah agar konsisten membuat klaster-klaster (kelompok) rotan di Jalan Yos Sudarso Kota Pekanbaru itu.
Dukungan tersebut diberikan Kadin lebih untuk membantu membuat langkah-langkah strategis agar ekonomi nasional bisa tumbuh lebih baik lagi, sebab program penting pemerintahan Jokowi-MA tersebut termasuk mengembangkan industrialisasi guna meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.
Manajemen UMKM Elsindo dikelola Sugianto (57) mampu menggaji 13 karyawannya sebesar Rp13 juta lebih setiap minggu atau dengan pendapatan bersih untuk tiap perajin sebesar Rp700 ribu hingga Rp1 juta setiap minggunya, dengan omset usaha mencapai Rp20-25 juta per bulan dari aneka produksi kerajinan berbahan sumber daya hutan tersebut.
Sedangkan seluruh perajin yang dipekerjakan berasal dari berbagai latar belakang pendidikan berbeda, mulai dari SD hingga lulusan SLTA. Mereka dilatih mengenal rotan hingga diajarkan bagaimana proses pembuatan, mulai dari pembuatan anyaman sederhana hingga perabotan rumah tangga yang butuh kemampuan dan keahlian dalam berkreasi.
Seorang karyawan termuda yang dipekerjakan manajemen UMKM Elsindo sejak dua tahun lalu, yakni Naomi (20) yang hanya tamatan kelas 3 SD ini menyatakan syukur pada Tuhan, karena setiap minggu ia bisa menerima upah Rp250 ribu yang kemudian ia beri sebagian untuk orang tuanya.
Naomi, gadis Nias yang tinggal bersama ibu dan ke tiga saudaranya itu, karena keterbatasan ekonomi terpaksa bekerja sejak usia 10 tahun, mulai dari mencuci piring di rumah makan, menjadi pengasuh, hingga pekerja rumah tangga.
"Dari semua pekerjaan itu, aku paling senang kerja di sini karena tidak terikat jam kerja. Kadang karena jam kerja yang lama aku kesulitan cari waktu untuk ikut kegiatan gereja dan jaga adik," kata gadis yang merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara ini.
Cerita serupa juga dialami Nopal (34), memulai menggeluti dunia rotan sejak bujang, jam kerja yang tidak ditetapkan itu menjadi pilihan kala itu.
Berawal dari ajakan kerabat hijrah ke Pekanbaru dan bekerja di tempat usaha kerajinan rotan pada tahun 2004 kini ia telah mahir membuat berbagai jenis perabot rumah tangga dari rotan dan kerajinan anyaman dari rotan hanya dari melihat contoh gambar saja.
Awalnya waktu belajar itu sulit, tangan saya belum terbiasa dengan gerakan menganyam, tapi lama-lama tentu menjadi terbiasa jadi lebih lihai," kata laki-laki beranak dua itu.
Menurut dia, upah paling sedikit diterima Rp3 juta setiap bulan dan sudah cukup untuk menghidupi keluarganya, kendati hanya tamatan SMA Nopal pun bersyukur mendapat pekerjaan yang layak dan membuatnya nyaman.
Ia berharap pemerintah memberi perhatian khusus kepada mereka para perajin rotan, karena empat tahun yang lalu sudah ada niat baik Pemerintah Kota Pekanbaru untuk membangun gedung sentra kerajinan rotan untuk menampung para perajin dengan memberi bantuan pengadaan tempat yang lebih baik dan alat yang lebih modern.
"Mirisnya hingga kini belum terealiasai padahal keberadaan gedung sentra kerajinan rotan itu sangat dibutuhkan," katanya.
Butuh Keuletan
Pemilik UMKM Elsindo, Sugianto mengatakan, bahwa memang tidak semua pekerja sudah mampu membuat kerajinan berbahan dasar rotan ini, akan tetapi tentunya dengan kemauan, keuletan, kesabaran, dan ketekunan , perlahan mereka mampu mengerjakannya sendiri dan berkreasi sesuai kreatifitas masing-masing.
"Jadi, kami menyerahkan tanggungjawab produksi sepenuhnya ke perajin, misalnya terserah mereka mau bikin bentuk keranjang dengan model dan warna apa aja. Selain itu manajemen tidak membatasi kreatifitas, kecuali kalau produk itu dibuat dalam bentuk pesanan dari konsumen dan tentunya produk tersebut harus dikerjakan sesuai model yang dipesan pelanggan," katanya.
Sebenarnya, katanya lagi, usaha di bidang ini memiliki potensi ekonomi yang besar, tapi saat ini sulit menemukan orang yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menjadi perajin rotan, dan kondisi itu dicermatinya saat Sugianto menjadi pemateri dan pelatih hingga ke daerah lain, seperti Pelalawan hingga Bengkalis.
"Untuk membuka usaha ataupun bekerja di bidang kerajinan rotan tidak bisa dipaksa karena tidak semua orang juga yang tertarik dengan seni ini, apalagi bagi kalangan muda. Saya pun dulunya menggeluti usaha ini dimulai dari membantu usaha keluarga," katanya.
Kala itu, ketika masih kecil dan diminta membantu ayahnya yang asli Cirebon itu di toko. Usaha itu dikelola ayahnya bersama sang ibu yang asli berdarah Minang, Sumatera Barat. Akhirnya pada 1994 setelah hijrah ke Pekanbaru dan berkeluarga, ia pun membuka usaha kerajinan rotan pertamanya yang bernama Dona dan saat ini dikelola anak perempuannya.
Lalu toko keduanya bernama Razab dikelola menantunya dan pada 2010 mendirikan Elsindo yang ia kelola sendiri hingga sekarang. Sejak 1992 sebenarnya ia sudah menetap di Pekanbaru, selama 2 tahun ia bekerja mencari modal usaha dan terkumpul Rp5 juta dan dari modal awal sebesar itu dengan kegigihan dan bekerja keras ia pun menjadi salah satu tokoh yang berkompentensi di bidangnya.
Bahkan Sugianto sering diminta menjadi narasumber dan pelatih ke berbagai daerah hingga beberapa tahun menjadi ketua asosiasi perajin Kota Pekanbaru. Namun sayangnya, asosiasi itu tidak berjalan lama karena kurangnya kerjasama antar sesama perajin dan kurangnya program pemerintah dalam memberdayakan potensi ini.
"Kendati menghadapi berbagai kendala termasuk pengadaan bahan baku, namun sejumlah UMKM kerajinan rotan ini masih ada yang bertahan seperti di Jalan Yos Sudarso Kota Pekanbaru," katanya.
Bahan Baku
Untuk kebutuhan bahan baku rotan, tercatat 2 jenis yang biasa Sugianto pakai, yang pertama bahan baku setengah jadi yang sudah diolah pabrik ataupun yang kedua bahan mentah yang kemudian diolah secara manual dengan menyiramkan solar lalu dikeringkan dan kemudian siap pakai. Dari banyak jenis bahan baku yang dipakai mulai dari berkualitas tinggi seperti A dan B sedangkan lainnya C, D, E, hingga F berkualitas sedang.
"Untuk produksi rutin memakai bahan dengan kualitas C dan D, agar produk yang sudah dihasilkan bisa dijual dan terjangkau konsumen. Sedangkan untuk bahan baku rotan olahan pabrik, diyakini berkualitas bagus karea menggunakan mesin pengolahan rotan, kendati memang harganya lebih mahal," katanya.
Dari sekian banyaknya jenis rotan yang dibudidayakan, ia memakai beberapa diantaranya rotan Manau, salah satu jenis rotan yang populer di Malaysia dan Indonesia karena kualitasnya yang baik untuk dijadikan berbagai produksi kerajinan. Selain itu Mawi, Sega, Cincin, Getah, Petrik hingga Kor.
Jenis-jenis rotan ini, katanya dipakai berdasarkan kebutuhan kerajinan yang hendak diproduksi. Misalnya Manau, biasanya digunakan sebagai kerangka dasar mebel kursi, ukurannya pun beragam mulai dari diameter 20 mm hingga 40 mm. Rotan halus yang biasa dipakai untuk anyaman jenisnya adalah petrik, untuk sebulan 200 kg rotan terpakai, dan kalau jenis Manau bisa mencapai 200-500 batang.
Ketahanan dan masa pakai dari kerajinan dan perabot rotan ini pun beragam tergantung juga dari jenis dan perawatan. Rotan kulit atau rotan yang tidak dikupas biasanya bisa bertahan hingga puluhan tahun. Kekhawatiran terbesar dari para perajin adalah serangan hama rayap, antisipasinya adalah mengecek terlebih dahulu rotan
sebelum digunakan dan diolesi minyak anti rayap saat perabot telah siap dikerjakan.
Sentra bahan baku rotan untuk membuat berbagai produk ini berasal dari Mentawai, Jambi, Sumbar, dan Riau. Tapi dominan dipesan dari Mentawai karena areal penanaman mereka sudah terkelola dengan baik dan memiliki jenis yang banyak. Rotan asli Riau tidak terlalu banyak digunakan karena jenisnya yang berbeda dan butuh pengolahan tambahan lagi sehingga biaya produksi menjadi lebih besar.
Proses Pembuatan
Untuk pembuatan produk kerajinan, pada tahap pertama adalah menentukan model produk, bisa sesuai dengan pesanan pelanggan ataupun kreativitas dari sang perajinnya sendiri. Saat model sudah ditentukan, maka akan terlihat jenis rotan apa saja yang akan dipakai beserta dengan jumlahnya.
Tahap kedua adalah mengukur rotan berdasarkan ukuran yang diinginkan lalu dipotong ataupun ditandai dengan pensil untuk selanjutnya dilakukan bending atau pembengkokan sesuai bentuknya, jika yang ingin dibuat adalah produk mebel. Kalau pemanasan sebelum pembengkokan yang dilakukan di pabrik menggunakan oven raksasa yang mampu menampung puluhan hingga ratusan kilo rotan, maka pembengkokan di sini dilakukan satu persatu menggunakan kompor.
Rotan dibolak-balik agar tidak gosong dengan jarak 5-10 cm dari api karena yang dimanfaatkan adalah hawa panas dari api tersebut. Setelah panas lalu rotan dibengkokkan perlahan dan kemudian diikat dengan tali rajut agar tidak kembali ke bentuk semula.
Selanjutnya adalah penyetelan yakni membuka bendingan atau ikatan dari hasil pembengkokan menggunakan engkol kayu, jika rotan besar dan keras maka memakai engkol tegak. Ikatan rotan dibuka perlahan-lahan hingga sesuai ukuran yang diinginkan, namun sebelumnya saat penyetelan jika 50cm adalah ukuran yang diinginkan maka pengrajin harus mengikatnya di angka 40cm, karena rotan akan sedikit kembali kebentuk semula.
Jika kerangka produk mebel sudah selesai, saatnya merakit dan menambahkan pola dan bahan anyaman di bagian yang diinginkan. Peralatan yang dibutuhkan pun alat sederhana yang sering kita temui, seperti meteran, gergaji, martil, parang, palu hingga paku.
Salah satu kunci pengayaman agar hasilnya bagus dan teratur adalah besar tiang anyaman yang digunakan 3,5mm lebih besar dibandingkan rotan anyaman lainnya, fungsinya agar tiang tidak bengkok terikut dengan bentuk anyaman.
Setelah seluruhnya selesai, maka masuk ke proses finishing atau penyelesaian. Produk yang sudah selesai di jemur agar kering karena sebelum proses penganyaman rotan dibasahkan agar lembek dan mudah diatur. Setelah kering lalu dirapikan dengan membakar bulu-bulu halus yang mencuat lalu diamplas menggunakan amplas halus nomor 100.
Ulangi kembali pembakaran bulu halus dan pengamplasan jika dirasa masih perlu dan jika sudah benar-benar bersih maka selanjutnya produk di warnai. Jika tidak warnai maka produk dilumuri sanding sealer atau cairan pelapis untuk menutup pori-pori rotan dan menjaga warna alami rotan.
Lalu dijemur hingga kering dan disemprot cairan "clear coat" agar produk tahan lama karena berfungsi mencegah pori-pori rotan menyerap air yang kemudian dapat memunculkan jamur dan rayap. Setelah semua proses selesai, produk mebel rotan atau kerajinan rotan pun sudah dapat dibawa pulang dan digunakan.
Butuh sarana pelatihan
Kalangan perajin rotan di Kota Pekanbaru, menyatakan keinginan mereka bisa segera mendapatkan satu sarana atau tempat penyuluhan, pelatihan dan pembinaan bagi perajin pemula agar pelatihan yang dilakukan bisa berkelanjutan.
"Pelatihan bagi perajin pemula seharusnya dilakukan terus menerus dan lanjut, ketika mereka sudah mahir maka diyakini perajin yang dilatih itu bisa membuka lapangan kerja baru," kata Sugianto.
Besarnya peluang kerja pada usaha kerajinan rotan ini, karena permintaan terhadap perabotan berbahan rotan cukup besar sedangkan satu orang yang sudah mahir bisa mengerjakan berbagai produk sesuai permintaan konsumen.
"Jika usaha ini dikembangkan, diyakini penggangguran yang kian hari bertambah itu, bisa mengisi peluang menjadi perajin rotan, hingga bisa membuka usaha sendiri, namun demikian Pemerintah Kota Pekanbaru juga perlu memotivasi kawula muda untuk bisa mengikuti beragam pelatihan terkait keterampilan menganyam rotan itu," katanya.
Motivasi dibutuhkan, katanya, karena ada sebagian kawula muda kurang berminat, mudah jenuh dan setelah mendapatkan pembinaan dan pelatihan mereka "hilang" begitu saja atau tidak mau mengembangkan usaha berbahan baku non migas ini.
Ia menyebut contoh, usaha kerajinan diminati oleh kawula muda di Pulau Jawa, sehingga usaha tersebut mengalami kemajuan yang cukup pesat dibawah perlindungan Asosiasi. Selain banyak pekerja, di Pulau Jawa seperti di Tasikmalaya, Cirebon, dan Jogyakarta mereka bekerja borongan dan bagian per bagian (assembling).
Di Pekanbaru, katanya lagi, justru kekurangan orang atau tenaga kerja yang trampil menganyam rotan, dan karena sulitnya mendapatkan tenaga kerja UMKM daerah ini, maka UMKM kerajinan rotan cenderung membeli produk jadi ke Pulau Jawa, dampaknya harganya tentu menjadi mahal.
"Padahal memang dengan banyaknya tenaga kerja, produksi menjadi lebih murah, namun ketersediaan SDM perajin itu masih langka di daerah ini," katanya.
Oleh karena itu, katanya, keberadaan tempat pelatihan itu cukup penting yang sebelumnya memang ada wacana dari masa pemerintah Wali Kota Herman Abdullah, yang saat itu ingin menjadikan rusunawa sebagai sentra kerajinan rotan yang pada akhirnya diyakini juga bisa menjadi pusat wisata usaha kerajinan rotan.
Kini, katanya, kita membutuhkan dukungan teman-teman perajin untuk mencoba kembali mengajukan kebutuhan yang sama ke Pemkot Pekanbaru, atau ke DPRD Kota Pekanbaru agar segera membangun pusat pelatihan kerajinan rotan dan membuka sentra kerajinan rotan.
"Keberadaan Asosiasi Usaha Kerajinan Rotan juga penting untuk dihidupkan kembali yang kini telah mati suri itu, dan Ketua Asosiasi akan lebih baik dipilih dari ASN Disperindag Kota Pekanbaru, yang bisa disegani dan menjadi panutan bagi perajin," katanya.
Disperindag Pekanbaru
Aspirasi perajin rotan di kota itu sudah ditampung buktinya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru mencadangkan 3,1 hektare lahan untuk pembangunan sentra kerajinan rotan dan berencana kembali memberikan perhatian khusus kepada industri kerajinan rotan dengan membangun sentra kerajinan rotan di areal rusunawa di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Rumbai Pesisir itu.
"Pada 2016 kita sudah mengajukan ke Kementerian tetapi belum bisa direalisasikan karena keterbatasan anggaran," kata Kepala Bidang Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru, Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru, Ali Imran.
Ali Imran yang mengaku baru bertugas di dinas ini bertekad mengajukan wacana pembangunan gedung sentra kerajinan rotan ini tahun 2020 diharapkan anggaran kebutuhan pembangunan gedung sentra produksi itu bisa dialokasikan lagi.
Jika pembangunan gedung sentra kerajinan rotan itu bakal dikerjakan tahun 2021 maka kebutuhan anggaran tentunya akan lebih besar lagi terkait harga material yang terus meningkat itu, kendati tahun 2016 pernah diajukan sebesar Rp300 juta. Sedangkan sentra kerajinan rotan itu berada di depan bangunan Rusunawa yang pernah dipakai sebagai penginapan atlet PON XVIII tahun 2012.
"Oleh karena itu diwacanakan lagi bahwa Rusunawa itu bisa dimanfaatkan menjadi kontrakan para perajin dengan harga terjangkau," katanya dan menambahkan desain rencana pembangunan gedung sentra produksi kerajinan rotan itu dilengkapi dengan galeri, toko untuk perajin, dan rumah produksi.
Selain itu jika seandainya Riau perlu memproduksi kerajinan rotan dalam jumlah besar bisa ekspor dan produknya berciri khas Melayu tentunya juga dibutuhkan pasokan bahan baku rotan yang ditanam di Riau, untuk lebih menekan ongkos produksi.
Tentunya menurut Ali, pembukaan lahan perkebunan baru untuk tanaman rotan di Riau menjadi bagian pekerjaan dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau dan pakar pertanian dari Universitas Riau untuk mengkaji dan menganalisa kelayakan tanah di Riau untuk ditanami rotan.
Mencermati besarnya peluang rekrutmen tenaga kerja yang menganggur, sepertinya Wakil Ketua Umum Kadin Riau, Bidang Perdagangan Iva Desman pun meminta Pemerintah agar konsisten membuat klaster-klaster (kelompok) rotan di Jalan Yos Sudarso Kota Pekanbaru itu.
Dukungan tersebut diberikan Kadin lebih untuk membantu membuat langkah-langkah strategis agar ekonomi nasional bisa tumbuh lebih baik lagi, sebab program penting pemerintahan Jokowi-MA tersebut termasuk mengembangkan industrialisasi guna meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.