KNKT berharap kotak hitam pesawat Twin Otter yang jatuh bisa ditemukan

id Berita hari ini, berita riau terkini, berita riau antara,KNKT berharap kotak hitam

KNKT berharap kotak hitam pesawat Twin Otter yang jatuh bisa ditemukan

Investigator KNKT Chaerudin didampingi Kepala Kantor SAR Timika Monce Brury memberikan keterangan kepada awak media di Timika, Rabu (25/9/2019). (ANTARA/Evarianus Supar)

Timika (ANTARA) - Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi/KNKT Chaerudin mengharapkan kotak hitam (black box) pesawat Twin Otter DHC6-400 PK CDC yang jatuh di kawasan pegunungan Distrik Hoeya, Kabupaten Mimika pada Rabu (18/9) bisa ditemukan saat pencarian yang direncanakan berlangsung Kamis (26/9) pagi.

"Sesuai rencana esok pagi tim akan kembali ke lokasi untuk mencari black box pesawat. Black box itu warnanya orange, sekarang dikenal dengan nama flight recorder yang terdiri atas dua bagian yaitu fight data recorder dan kokpit voice recorder," jelas Chaerudin di Timika, Rabu.

Ia menjelaskan peralatan FDR dan KVR yang merekam penerbangan dan merekam semua pembicaraan di kokpit sangat penting untuk mengetahui penyebab pasti kecelakaan pesawat Twin Otter PK CDC yang menewaskan tiga awak serta satu penumpangnya tersebut.

"Barang yang kita ambil esok itu masih berbentuk gelondongan. Memorinya kecil saja sebesar jempol tangan itu yang berada di bagian dalam. Sementara kotaknya besar itu yang kuat menahan benturan," jelas Chaerudin.

Peralatan tersebut setelah ditemukan akan dibawa ke Kantor KNKT di Jakarta untuk diunduh. Pengunduhan data yang tersimpan dalam peralatan black box pesawat hanya membutuhkan waktu sekitar 1-2 jam, namun untuk menganalisisnya membutuhkan waktu yang cukup lama.

"Untuk download-nya hanya 1-2 jam selesai. Tapi untuk menerjemahkan apa yang ada di situ, itu butuh waktu. Peraturan internasional memberi waktu ke KNKT selama 12 bulan. Namun dalam banyak kecelakaan pesawat di tanah air sebelum 12 bulan sudah bisa kami selesaikan. Seperti saat kecelakaan pesawat Sukhoi bisa selesai dalam waktu delapan bulan, kecelakaan pesawat Air Asia pas 12 bulan. Ada yang enam bulan selesai, tapi tidak bisa hanya dalam waktu 1-2 bulan," kata Chaerudin.

Sehubungan dengan itu, Chaerudin menyatakan belum bisa menyimpulkan penyebab kecelakaan pesawat Twin Otter PK CDC pekan lalu itu.

"Kalau ditanya mengapa sampai terjadi kecelakaan pesawat ini, saya belum bisa jawab. KNKT bicara apa adanya," jelas Chaerudin.

Adapun mengenai peralatan Emergency Locator Transmitter (ELT) pesawat Twin Otter PK CDC yang tidak mengeluarkan signal, Chaerudin mengatakan hal itu bisa terjadi lantaran peralatan tersebut rusak atau hancur atau antenanya terputus saat terjadi benturan.

Pada Rabu pagi, Tim SAR gabungan berhasil mengevakuasi jenazah empat korban kecelakaan pesawat Twin Otter PK-CDC di kawasan pegunungan Distrik Hoeya ke Ilaga dan selanjutnya dibawa ke RSUD Mimika di Kota Timika.

Direktur Operasi Basarnas Brigjen TNI (Mar) Budi Purnomo mengatakan pada Rabu pagi helikopter Bell SA-315 B Lama PK IWV milik PT Intan Angkasa Air berhasil mendarat di 'Landing Zone' I dengan membawa empat Tim SAR terdiri atas dua personel Basarnas Special Grup dan dua personel rescuer di sekitar lokasi puing pesawat Twin Otter PK CDC.

"SAR gabungan melakukan evakuasi pertama jam 06.19 WIT dan evakuasi kedua jam 07.00 WIT. Dari lokasi kejadian korban dievakuasi ke Pos Ilaga dan selanjutnya dari Ilaga jenazah para korban dibawa ke Bandara Timika dan seterusnya dibawa ke RSUD Mimika untuk dilaksanakan investigasi oleh Tim DVI Polri," jelas Brigjen Budi.

Brigjen Budi mengatakan proses evakuasi korban kecelakaan pesawat Twin Otter memakan waktu hingga delapan hari karena kondisi medan yang sulit ditambah dengan kondisi cuaca di lokasi itu yang ekstrim (selalu tertutup awan tebal disertai dengan hembusan angin kencang).

"Esok masih ada tahapan kedua untuk mengevakuasi black box yang berisi voice data recorder dan flight data recorder. Kami tetap memback-up operasi kedua ini untuk mengevakuasi black box dan hal itu akan dimulai esok pagi," jelas Brigjen Budi.

Pewarta : Evarianus Supar