Anggota DPRD Riau Studi Banding Atau Plesiran

id anggota dprd, riau studi, banding atau plesiran

Anggota DPRD Riau Studi Banding Atau Plesiran

Wajah lelaki tua itu terlihat letih. Meski memakai setelan safari lengan panjang dengan mata yang ditutupi kaca mata baca berkelas, tapi tetap saja rona letih itu tak bisa disembunyikannya.

Usianya memang tak lagi muda, sebab sudah lebih setengah abad merasakan asam garam saat menjalani profesi sebagai guru, sebelum akhirnya mengambil "jalan menikung" ke dunia politik. dunia yang menurut sebagian orang disebut penuh "kemunafikan".

Sesekali ia mencabut pasang peci hitam baldu yang menutupi kepalanya, sambil mendengar, menyimak dan menjawab pertanyaan wartawan seputar kepergian anggota dewan ke luar negeri.

Ketua DPRD Provinsi Riau, Djohar Firdaus (57), memang seakan menjadi "bemper" atas keberangkatan rekan-rekannya di parlemen yang melakukan studi banding ke sejumlah negara di benua biru.

Selaku pimpinan, ia dinilai orang yang paling tahu mengenai seluk-beluk perjalanan anggota DPRD Riau ke Eropa yang terbagi dalam rombongan itu. Termasuk seluk-beluk jumlah duit rakyat yang digunakan membiayai lawatan itu.

Rombongan pertama terdiri dari 15 anggota dewan berikut Sekretaris DPRD Riau Akmal JS dan Kabag Keuangan Rendra beserta tiga staf yang berangkat ke Swiss pada Sabtu, (20/11). Kepergian para legislator itu dilakukan secara "diam-diam" dan terkesan ditutup-tutupi.

Dari sumber-sumber di DPRD Riau, tujuan belasan anggota parlemen itu melakukan lawatan ke Swiss adalah untuk studi banding di bidang infrastruktur, pertanian dan transportasi. Mereka akan berada di "Negeri Jam" itu terhitung mulai 22 hingga 29 November 2010.

Rombongan kedua terdiri dari tujuh anggota dewan, disertai Kabag Humas Erwin serta dua staf, yang juga akan melakukan studi banding bidang infrastruktur jalan dan jembatan serta energi di Perancis dan Jerman, pada 1-8 Desember 2010.

Wartawan berharap mendapat banyak keterangan dari mulut Djohar Firdaus, mengenai relevansi kunjungan anggota DPRD Riau ke Eropa, sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat. Namun sayang, harap pewarta dari berbagai media itu terlalu besar.

Sebab ternyata Djohar mengaku tak banyak tahu, meski sesuai tata tertib DPRD semua "tetek bengek" anggota dewan harus mendapat persetujuannya.

"Soal anggaran silakan langsung tanya Kabag keuangan, karena saya kurang tahu. Tapi kalau saya tak salah, biaya seorang anggota dewan dalam studi banding ini hanya Rp50 juta," katanya.

Tak miliki relevansi

Berbagai kalangan di Riau menilai studi banding itu lebih mirip "plesiran" atau jalan-jalan dengan memakai duit rakyat karena dinilai tidak memiliki relevansi.

"Manfaat studi banding tidak jelas. Meski demikan, setiap tahun anggota DPRD Riau tetap 'plesiran' ke luar negeri dengan dalih studi banding," ujar Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Fahriza.

Pemilihan lokasi dan tempat negara yang dituju Swiss, kondisinya berbeda jauh dengan Riau. Padahal hakikatnya studi banding adalah untuk mengamati, mempelajari, meniru, dan memodifikasi hal-hal yang telah diterapkan di negara pembanding.

Di bidang pertanian misalnya, Eropa mengenal empat musim, sedangkan Riau sebagai daerah tropis hanya ada dua musim.

Transportasi negara Eropa juga sangat maju karena terdapat kereta api bawah tanah, sedangkan Riau sama sekali tak memiliki angkutan semacam itu, bahkan infrastruktur jalan banyak berlubang dengan aspal menggelembung tak rata.

Bukan itu saja, empat anggota Komisi A yang membidani pemerintahan dan hukum serta dua anggota Komisi C yang membidangi kesejahteraan rakyat turut dalam rombongan itu juga menjadi pertanyaan.

Kedua komisi itu tak miliki kaitan langsung dengan bidang yang menjadi agenda kunjungan. Anggota Komisi A yang turut dalam rombongan kunjungan ke Eropa adalah Elly Suryani dan Masnur (Golkar), Darisman Ahmad (PKS) dan Jabarullah (PPP), sedangkan anggota Komisi C adalah Rita Zahara (Demokrat) dan Solihin Dahlan (PKB) .

"Lawatan menjadi tidak penting karena pemilihan tempat yang tidak tepat. Kalau kondisi yang mirip dengan Riau, seharusnya ke negara-negara ASEAN," ujar pengamat politik Universitas Muhammadiyah Riau, Andi Yusran.

Andi menyayangkan kepergian itu tidak memiliki urgensi seperti masukan membahas suatu peraturan daerah, lazimnya studi banding dilakukan.

Akibatnya kegiatan itu itu tidak bisa dipertanggungjawabkan bagi kepentingan daerah, apalagi peningkatan kinerja bagi aparatur pemerintah melayani masyarakat.

Bahkan, kalangan dunia usaha menyatakan perjalanan ke luar negeri lembaga eksekutif atau legislatif di Riau selama ini dinilai tidak efisien dan terkesan memboroskan anggaran.

"Dari perspektif bisnis, kami melihat para pejabat dan anggota dewan di Riau sering inefisiensi anggaran hanya untuk jalan-jalan," ujar Direktur Eksekutif Kadin Riau, Herwan.

Penyelenggara negara di daerah itu dinilai lebih suka "plesiran", dibanding memperbaiki iklim investasi dari masalah yang terus mendera seperti krisis energi, infrastruktur jalan buruk atau "membasmi" pungutan liar.

Seperti pada tahun 2009 Gubernur Riau Rusli Zainal beserta rombongan termasuk perwakilan legislatif berkunjung ke Polandia dan China, begitu juga di 2010 berkunjung ke Uni Emirat Arab mempromosikan Riau pada investor.

Bukan tidak mungkin, "plesiran" pejabat eksekutif yang dibalut promosi itu menjadi bumerang karena apa yang dijanjikan, tidak sesuai dengan fakta lapangan.

"Promosi 'slide' bisa dibuat bagus, namun fatal ketika investor melihat langsung kondisi yang bertolak belakang di Riau. Itu membawa efek berantai karena mereka menyampaikan itu pada investor lain," katanya.

Mereka menawarkan cara-cara elegan kepada pejabat legislatif dan eksekutif di Riau daripada bepergian ke luar negeri dibalut studi banding atau lawatan di tengah kondisi bangsa sedang susah dan ditimpa bencana.

Seperti menjalin komunikasi intensif dengan berbagai kedutaan negara maju untuk mengundang tim ahli ke Riau atau mendatangkan investor melihat Riau untuk mengembangkan berbagai potensi ekonomi yang ada.

Dengan demikian, manfaat juga bisa didapat berbagai pemangku kepentingan serta lebih efisien penggunaan anggaran. Atau memang ingin "plesiran" ke luar negeri.