Jakarta (ANTARA) - Kasus dugaan suap alih fungsi hutan di Provinsi Riau terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka terdiri dari perorangan dan korporasi terkait pemberian hadiah atau janji pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau kepada Kementerian Kehutanan Tahun 2014.
Tiga tersangka itu adalah sebuah korporasi PT Palma Satu (PS), Legal Manager PT Duta Palma Group Tahun 2014 Suheri Terta (SRT), dan pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma Surya Darmadi (SUD).
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan perkara tersebut ke penyidikan dan menetapkan tiga pihak sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Untuk tersangka korporasi PT Palma Satu disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan tersangka Suheri Terta dan Surya Damardi disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Baca juga: KPK Angkut Dokumen Setelah Geledah Duta Palma
Tersangka Surya Darmadi diduga menawarkan pada Gubernur Riau saat itu Annas Maamun "fee" sejumlah Rp8 miliar melalui Gulat Medali Emas Manurung jika areal perkebunan perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
"Berikutnya, dalam sebuah rapat di kantor Gubernur, Annas Maamun memerintahkan bawahannya yang bertugas di Dinas Kehutanan untuk memasukkan lahan atau kawasan perkebunan yang diajukan oleh tersangka SRT dan SUD dalam peta lampiran surat Gubernur yang telah ditandatangani sehari sebelumnya," ungkap Syarif.
Setelah perubahan peta tersebut ditandatangani Gubernur Riau Annas Maamun, lanjut Syarif, diduga tersangka Suheri menyerahkan uang dolar Singapura senilai Rp3 miliar pada Gulat Medali Emas Manurung untuk diberikan pada Annas Maamun.
"Diduga pemberian uang sebesar Rp3 miliar tersebut agar Gubernur Riau Annas Maamun memasukkan lokasi perkebunan Duta Palma Group yang dimohonkan tersangka SRT dan SUD sebelumnya ke dalam Peta Lampiran Surat Gubernur Riau tanggal 17 September 2014 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan Riau di Provinsi Riau," tuturnya.
Dengan surat Gubernur Riau tersebut, diduga selanjutnya perusahaan-perusahaan itu dapat mengajukan Hak Guna Usaha untuk mendapatkan ISPO "Indonesian Sustainable Palm Oil" atau ISPO sebagai syarat sebuah perusahaan melakukan ekspor kelapa sawit ke luar negeri.
Adapun, kata Syarif, hubungan antara korporasi dengan dua orang tersangka lainnya, yaitu diduga pertama, perusahaan yang mengajukan permintaan pada Gubernur Riau Annas Maamun diduga tergabung dalam Duta Palma Group yang mayoritas dimiliki oleh PT Darmex Agro.
"SUD diduga juga merupakan 'beneficial owner' PT Darmex Agro dan Duta Palma Group. SRT merupakan Komisaris PT Darmex Agro dan orang kepercayaan SUD, termasuk dalam pengurusan perizinan lahan seperti diuraikan dalam kasus ini," tuturnya.
Baca juga: KPK Kembali Periksa Petinggi Duta Palma
Dalam penyidikan itu, ucap Syarif, diduga Surya Darmadi merupakan "beneficial owner" PT Palma Satu bersama-sama Suheri Terta selaku orang kepercayaan Surya daIam mengurus perizinan terkait lahan perkebunan milik Duta Palma Gorup dan PT Palma Satu dan kawan-kawan sebagai korporasi yang telah memberikan uang Rp3 miliar pada Annas Maamun terkait pengajuan revisi alih fungsu hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan Tahun 2014.
"Sehingga, karena para tersangka SUD diduga merupakan 'beneficial owner' sebuah korporasi, dan korporasi juga diduga mendapatkan keuntungan dari kejahatan tersebut, maka penanggungjawaban pidana selain dikenakan terhadap perorangan juga dapat dilakukan terhadap korporasi," kata Syarif.
Perkara itu merupakan pengembangan dari hasil OTT pada 25 September 2014 lalu. Dalam kegiatan tangkap tangan itu, KPK mengamankan uang dengan total Rp2 miliar dalam bentuk Rp500 juta dan 156 ribu dolar Singapura kemudian menetapkan dua orang sebagai tersangka.
Dua tersangka itu, yakni Gubernur Riau 2014-2019 Annas Maamun dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau Gulat Medali Emas Manurung.
Dua orang ini telah divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat hingga Mahkamah Agung.
Dalam pengembangan perkara, KPK menemukan sejumlah bukti penerimaan lain Annas Maamun sebagai Gubernur Riau dari berbagai pihak. Kemudian KPK melakukan penyidikan untuk perkara suap terkait proyek Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau.
Untuk perkara ini, KPK menetapkan satu orang sebagai tersangka, yaitu Direktur Utama PT Citra Hokiana Edison Edison Marudut Marsadauli Siahaan, yang bersangkutan juga telah divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat.
KPK juga menemukan bukti lain aliran dana dari Annas Maamun terkait pembahasan anggaran Provinsi Riau dan mengembangkan perkara hingga memproses Bupati Rokan Hulu saat itu, Ketua dan Anggota DPRD Provinsi Riau.
Seluruh perkara tersebut telah diputus di pengadilan hingga berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: Alamak, KPK Semakin Mendekati Anas Maamun
Baca juga: Kapolda : Dimungkinkan Anas Maamun Diperiksa Terkait Korupsi Kapal Cepat
Berita Lainnya
Sekjen PDIP akan hadiri pemanggilan KPK hari ini
20 August 2024 8:16 WIB
Dosen Unri ini lolos tes tertulis capim KPK 40 besar
10 August 2024 17:33 WIB
Dosen Unri ini lolos seleksi administrasi capim KPK
25 July 2024 22:39 WIB
KPK panggil Ahmad Sahroni dan Indira Chunda Thita di sidang SYL
05 June 2024 6:06 WIB
Ada KPK, Pemkab Bengkalis pastikan bebas dari korupsi
16 May 2024 21:36 WIB
KPK setor Rp2,1 miliar sebagai uang pengganti terpidana Trisna Sutisna
23 April 2024 16:58 WIB
Tim Penyidik KPK kembali panggil Windy Idol terkait perkara TPPU Hasbi Hasan
26 March 2024 15:34 WIB
KPK sita tanah 5.911 M2 milik Andhi Pramono di Kepri
18 March 2024 17:41 WIB