Pemda di Riau Banyak Tidak Transparan Buat Data Pangan, BI jadi Kesulitan

id pemda di riau banyak tidak transparan buat data pangan bi jadi kesulitan

Pemda di Riau Banyak Tidak Transparan Buat Data Pangan, BI jadi Kesulitan

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Riau hingga kini kesulitan untuk merumuskan kebijakan yang benar-benar efektif untuk mengendalikan lonjakan harga bahan pangan di daerah berjuluk "Bumi Lancang Kuning" itu, karena pemerintah kabupaten/kota belum transparan untuk menyampaikan data-data yang valid.

"BI butuh data yang jelas, artinya data yang bisa dipertanggungjawabkan," kata Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia (BI) Provinsi Riau, Irwan Mulawarman, disela rapat peningkatan kapasitas Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Riau, di Pekanbaru, Rabu.

Jadi kata dia, setiap kebijakan yang kami keluarkan, secara moneter dan secara sektoral dalam rangka pertumbuhan ekonomi, itu lebih jelas. Data yang tidak jelas menimbulkan kebijakan kami yang bias di daerah.

Dalam rapat tersebut terungkap masih banyak daerah yang tidak transparan, bahkan tidak memiliki data yang akurat tentang kebutuhan dan pasokan bahan pangan yang bisa memicu inflasi. Ia menyontohkan Kabupaten Siak, yang selama ini dikenal sebagai sentra beras, ternyata hasil panen di sana baru bisa memenuhi 60 persen kebutuhan masyarakat.

Daerah lainnya, seperti pemerintah daerah di Kota Dumai, Bengkalis dan Pelalawan, tidak bisa menunjukan data akurat tentang bahan pangan. Pemprov Riau selama ini menyatakan defisit beras, namun data kebutuhan sesungguhnya dari kabupaten dan kota, tidak pernah bisa dipertanggungjawabkan.

"Masalah akurasi data, misalkan kebutuhan masyarakat untuk komoditi beraskah sebesar itu. Kalau iya, dipenuhi dari mana saja selama ini, dan berapa kekurangannya. Itu baru satu komoditi yang tidak akurat, belum yang lain seperti cabai dan gula," katanya.

Ia mengatakan, kondisi ini kalau terus dibiarkan, akan merugikan masyarakat karena rekomendasi ketika terjadi gejolak kenaikan harga tidak bersifat permanen.

"Provinsi lain tidak seperti ini. Riau ini entah kenapa susah sekali," kata Irwan.

Menurut dia, salah satu kendala sulitnya mendapat data yang valid untuk bahan pangan karena hingga kini Riau tidak memiliki pasar induk. Selain itu, fasilitas jembatan timbang juga tidak difungsikan lagi.

"Sekarang ini, validitas data komoditi yang masuk tidak ada yang akurat," ujarnya.

Dalam rapat tersebut, Irwan mengatakan TPID di seluruh kabupaten/kota di Riau harus membuat acuan (road map) dalam bekerja selam setahun ke depan. Salah satunya adalah untuk mencari data yang valid tentang pasokan dan kebutuhan bangan pangan.

"Saya akan minta ada tim pengawas untuk mengawal progres hasil rapat TPID," katanya.***3