"Dilanggar Todak", Sebuah Pertunjukan Teater Puisi oleh Suku Teater Riau

id dilanggar todak, sebuah pertunjukan, teater puisi, oleh suku, teater riau

"Dilanggar Todak", Sebuah Pertunjukan Teater Puisi oleh Suku Teater Riau

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Rumah Kreatif Suku Seni Riau melalui Suku Teater Riau menggelar Pertunjukan Teater Puisi berjudul "Dilanggar Todak". Pertunjukan ini akan digelar tiga hari pada 22,23,24 Februari mendatang malqm hari pukul 20.00-21.00 WIB di Gedung Anjung Seni Idrus Tintin, Purna MTQ Pekanbaru.

Pertunjukan ini naskahnya ditulis sekaligus disutradarai Marhalim Zaini. Dia menceritakan bahwa pertunjukan teater "Dilanggar Todak" adalah sebuah tafsir bebas dari mitos (cerita rakyat) bertajuk "Singapura Dilanggar Todak" yang terdapat dalam kitab Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu).

Sebuah kisah tentang bencana yang menyerang Singapura, berupa ribuan Ikan Todak yang terbang dari laut, menikam bagai anak panah, dan membunuh banyak orang.

Bencana disebabkan oleh kecemburuan Paduka Si Maharaja terhadap ulama dari Aceh berrnama Tun Jana Khatib, yang telah dituduh bermain mata dengan permaisurinya. Paduka murka, dan kemudian memerintahkan untuk membunuh Tun Jana Khatib.

Tak lama berselang Todak pun menyerang. Paduka memerintahkan rakyatnya memasang pagar betis di sepanjang pinggir pantai sebagai benteng. Namun, korban justru semakin banyak berjatuhan. Sampai kemudian tiba-tiba seorang anak kecil bernama Hang Nadim muncul (yang dalam versi cerita BM Syamsuddin, anak ini bernama Kabil).

Anak ini pun berkata (sebagaimana versi BM Syam) "Hamba bernama Kabil, datang dari hulu Bintan Penaungan, Hamba hidup di pinggir laut, hamba tahu betul sifat Ikan Todak. Yang dapat melumpuhkan serangannya bukan betis manusia, tetapi batang pohon pisang. Oleh karena itu, hamba mahon agar Singapura ini dipagar dengan batang pohon pisang. Tuanku...".

Saran itu dilaksanakan oleh Paduka Sri Maharaja. Dan ikan todak pun tertancap di batang pohon pisang. Ribuan ikan todak mati, berpesta poralah orang senegeri Singapura.

Namun, setelah semuany aman, Raja justru menerima hasutan dari orang-orang dekatnya, yang mengatakan bahwa anak yang pintar itu kelak akan berbahay bagi kerajaan. Dalam Sulalatus Salatin disebutkan, "Tuanku budak ini jikalau sudah besar niscaya besarlah akalnya. Baiklah lah kita bunuh".

Maka Raja pun termakan hasutan, satu versi menceritakan anak ini memang dibunuh. Versi lain menceritakan bahwa anak ini tidak langsung dibunuh akan tetapi dimasukkan terlebih dahulu ke dalam sebuah kerangkeng besi dan diikat dangan rantal besi, lalu dibuang ke perairan Selat Sumbu yang terletak antara Singapura dan Batam.

Dalam otokritiknya, Marhalim menyampaikan bahwa pada pertunjukan teater "Dilanggar Todak" kisah tersebut tidak secara utuh diceritakan kembali di atas panggung sebagaimana sebuah tafsir bebas. Cara kerja penciptaan teks dan panggung "Dilanggar Todak" menurutnya adalah proses keluar-masuk dari sejarah ke mitos ke realitas kekinian.

"Proses tersebut bisa jadi berkelindan dalam keliaran yang jauh. Tapi kembali muara oto kritik atas diri. Maka simbol-simbol bermain sangat dominan dalam peristiwa pertunjukan teater ini," ungkapnya.

Kata-kata (teks verbal) kadang hanya lalu-lalang untuk sekedar menyambung narasi, memperkokoh persitiwa atau bahkan ia menjadi simbol itu sendiri. Oto kritik itu bisa jadi berbunyi "Dangan membunuh masa depan hanya karena hendak kembali ke masa silam".