Jakarta, (Antarariau.com) - Pada tahun ini hubungan kerja sama ASEAN-Jepang yang digagas sejak 1977 telah mencapai usia 40 tahun.
Sebagai mitra kerja sama ASEAN, Jepang menjadi salah satu negara rekanan yang telah menjalin hubungan terlama dan terus menjalin hubungan saling menguntungkan bagi kesejahteraan masyarakat kedua pihak.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai ASEAN dan Jepang perlu mempererat hubungan ekonomi agar dapat menjadi pemain ekonomi utama di dunia.
Saat ditemui dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Bambang berharap kedua belah pihak dapat menciptakan momentum pembangunan pemahaman bersama, dengan berorientasi pada masa depan yang lebih baik dan menguntungkan masyarakat di wilayah ini.
Ia menuturkan, ada banyak kemungkinan wilayah kerja sama antara ASEAN dan Jepang, seperti pembangunan infrastruktur dan memperbaiki rantai nilai (value chain) untuk meningkatkan nilai produk ekspor ASEAN ke Jepang.
Keduanya pun diketahui telah menjalin hubungan ekonomi melalui perdagangan dan investasi langsung asing.
Pada 2015 Jepang menjadi mitra dagang terbesar ketiga di ASEAN dengan total nilai perdagangan mencapai 238 miliar dolar AS, menyusul ASEAN sendiri dan China.
Dari sisi investasi asing langsung, Jepang juga merupakan mitra ketiga yang paling penting bagi ASEAN dengan total nilai investasi sebesar 17,5 miliar dolar, diikuti ASEAN dan Uni Eropa.
Pada bidang ekonomi, Jepang juga berkomitmen untuk mendukung ASEAN dalam mempromosikan perdagangan dan investasi, termasuk arus barang, uang, orang dan layanan, melalui berbagai jaringan kemitraan ekonomi guna mencapai kesejahteraan baik bagi negara-negara anggota Asean maupun Jepang sendiri.
Namun lebih dari itu, diharapkan hubungan ASEAN dan Jepang dapat berdampak lebih besar pada berbagai bidang.
Pada 2015 ASEAN dan Jepang juga menyatakan komitmennya untuk meningkatkan kerja sama dalam menghadapi tantangan non-tradisional di kawasan seperti terorisme, IUU (Illegal, Unreported and Unregulated) Fishing atau kegiatan perikanan ilegal, dan perdagangan manusia, melalui kerangka kerja dan forum seperti ASEAN Regional Forum (ASF) dan ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC).
Keduanya pun terus meningkatkan hubungan sosial-budaya melalui sejumlah program inisatif seperti melalui program pertukaran pelajar, budaya dan olahraga.
Program Humanis
Bagi Jepang, keterlibatannya di ASEAN dipandang sebagai upaya yang dapat menyelamatkan ekonomi negara maju tersebut.
Keseriusan penilaian itu ditindaklanjuti dengan dikirimkannya Duta Besar Misi Jepang di ASEAN pada 2011, yang menjadi duta besar pertama sejak menjalin hubungan tahun 1977.
Saat ditemui di Jakarta, Kazuo Sunaga menjelaskan bahwa pemerintahnya mengirim dirinya menjadi perwakilan di ASEAN dengan satu tujuan jelas, yaitu mengimplementasikan semua perjanjian kerja sama antara Jepang dan ASEAN yang telah disepakati.
Dengan banyaknya investasi yang mengalir ke ASEAN dan sejumlah negara lain yang memiliki upah buruh rendah seperti India dan China, Jepang merasa perlu untuk menindaklanjuti segala bentuk kerja sama yang dicanangkan.
Investasi Jepang yang menyebar ke berbagai belahan dunia itu sebagai langkah agar negara tersebut dapat "bertahan hidup" dari masalah ekonomi di dalam negeri, ujar Sunaga menambahkan.
Peran Jepang dalam industri di ASEAN memang tidak perlu dipertanyakan, bahkan Indonesia dan Thailand menjadi rumah bagi industri otomotif dari sejumlah pabrikan ternama Jepang.
Di Indonesia misalnya, paling tidak terdapat 27 perusahaan automobil dari Jepang dengan jumlah karyawan di dalam negeri mencapai 50.000 orang.
Sementara di Thailand juga sama-sama terdapat 27 perusahaan automobil dari Jepang, namun jumlah karyawan yang berhasil diserap mencapai lebih dari 60.000 orang, bahkan produk dari Negeri Gajah Putih ini pun masuk ke pasar domestik Jepang.
Sunaga pun menyampaikan bahwa kepentingan pihaknya di ASEAN sangat lah tinggi karena memiliki pengaruh besar bagi perekonomian Jepang.
Namun Jepang menyadari bahwa ASEAN sebagian besar terdiri dari negara-negara yang masih berkembang dan membutuhkan dukungan besar agar bisa maju.
Dukungan Jepang untuk hal-hal humanis diwujudkan pada kerja sama di bidang mitigasi bencana, mengingat kedua pihak merupakan negara atau wilayah yang rawan bencana.
Saat bencana Topan Haiyan melanda Filipina di tahun 2013 dan banjir besar di Myanmar tahun 2015, Jepang memberikan sejumlah bantuan kepada kedua negara tersebut.
Selain itu, melalui program JENESYS pemerintah Jepang mengundang sekitar 1.500 pemuda/pemudi dari ASEAN untuk belajar di negara tersebut di tahun 2017.
Melalui program ini, paling tidak sekitar 100 WNI telah diundang untuk belajar ke Jepang, dan total generasi muda ASEAN yang telah diberangkatkan ke Jepang dengan program JENESYS telah lebih dari 30.500 orang sejak tahun 2007.
Jepang juga membuat sebuah jaringan akademis khusus di bidang teknik dengan memasukkan sebanyak 40 universitas terbaik di ASEAN dan Jepang.
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Indonesia (UI) Depok, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya) menjadi universitas dalam negeri yang masuk ke dalam jaringan tersebut.
Hubungan yang lebih luas dan melebihi hubungan ekonomi telah dijalin Jepang dan ASEAN, termasuk di bidang politik, pertahanan dan keamanan, hingga kerja sama sosial budaya.
Jaga Stabilitas
Meski kerja sama ASEAN dan Jepang telah berjalan secara mapan, namun stabilitas kawasan dan kondisi keamanan harus dipastikan dapat terjaga, mengingat adanya perselisihan klaim teritorial perairan di Laut Natuna Utara atau Laut China Selatan.
Sengketa zona maritim tersebut menjadi isu penting dan bisa berakhir fatal jika pihak-pihak yang terlibat tidak dapat menahan diri dan bernafsu mengedepankan kekuatan bersenjata.
Masalah ini menjadi tantangan bagi ASEAN yang harus segera diselesaikan, sebagaimana yang disampaikan Penasihat Senior Isu Strategis Kementerian Luar Negeri RI, Djauhari Oratmangun.
Menurut Djauhari, konflik yang terjadi di ASEAN akan berdampak buruk bagi kelangsungan kegiatan ekonomi di negara-negara anggotanya.
Ibarat terjadi tawuran di sebuah lingkungan masyarakat, maka tidak akan ada tamu yang ingin singgah atau hadir ke kawasan tersebut, katanya mengibaratkan kondisi tersebut.
Oleh karenanya, keutamaan ASEAN dalam permasalahan ini ialah menjaga agar lingkungan tetap dalam berada situasi yang kondusif dan mencegah terjadinya konflik terbuka.
Pria yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Federasi Rusia ini pun mengingatkan upaya serupa juga harus diterapkan kala terjadi konflik antarsesama negara anggota ASEAN, mengingat adanya komitmen untuk menciptakan kesejahteraan kawasan pada tahun 2025.