Pekanbaru, 25/3 (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan penyebab kematian seekor gajah Sumatera yang ditemukan di Desa Petani Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, diduga kuat karena diracun. "Penyebab kematian diduga kuat karena diracun bukan jerat, dan mustahil hewan seperti gajah mati karena jatuh terpeleset," kata Kepala Seksi Wilayah Duri BBKSDA Riau, Hutomo, kepada ANTARA ketika dihubungi dari Pekanbaru, Kamis. Sebelumnya, warga setempat melaporkan adanya seekor gajah yang ditemukan mati dan kondisinya sudah mengenaskan di jalan menuju Desa Petani pada Selasa (23/3) lalu. Bangkai mamalia yang mulai membusuk itu ditemukan sudah tanpa gading dan tertutup ranting pepohonan. Tim dari BBKSDA Riau yang di dalamnya terdapat dokter hewan dan ahli gajah telah melakukan otopsi untuk mencari penyebab kematian hewan itu. "Saat otopsi kami menemukan ada luka selebar 4 centimeter di perut kanan gajah yang tembus hingga lambung. Kemungkinan besar luka itu akibat benda tajam yang ditusukan pelaku untuk memastikan apakah gajah sudah mati setelah diracun," ujarnya. Dugaan penggunaan racun sebagai kematian mamalia bongsor itu makin kuat, karena tidak ditemukan bekas luka di kaki hewan yang biasa terjadi karena jeratan. Meski begitu, Hutomo mengatakan belum bisa memastikan jenis racun yang digunakan pelaku. "Untuk memastikannya perlu diteliti dari sampel dari hati dan lambung gajah yang sudah kami ambil. Sedangkan bukti di lapangan sudah sulit ditemukan karena gajah itu diperkirakan sudah mati lebih dari enam hari sebelum ditemukan," ujarnya. Selain itu, ia juga mengatakan pelaku pembunuh gajah kemungkinan besar adalah orang biasa karena bisa dilihat dari cara pengambilan gading. Menurut dia, pelaku mengambil gading dengan cara menggergajinya. "Pemburu gajah biasanya mengambil gading dengan membedah muka untuk mencabut gading, bukan dengan cara menggergaji yang menyebabkan ada sisa gading. Sebabnya, nilai jual gading yang tak utuh akan jauh menurun ketimbang yang masih utuh," ujarnya. Kawasan konflik di Desa Petani Kecamatan Mandau merupakan daerah lintasan gajah liar yang berasal dari Suaka Margasatwa Balai Raja, Bengkalis. Konflik keduanya tak bisa dihindari akibat hutan sebagai habitat gajah terus menyempit dan beralih fungsi menjadi perkebunan juga permukiman warga. Selama dua bulan terakhir warga setempat mengaku resah karena puluhan ekor gajah liar kerap merusak kebun sawit dan rumah warga. Hutomo mengakui bahwa sejumlah warga ada yang mengancam untuk membunuh gajah akibat eskalasi konflik yang makin meningkat. "Kami sangat berhati-hati dalam penyelidikan kasus ini," ujarnya.