Pekanbaru (Antarariau.com) - Dinas Kesehatan Provinsi Riau merekap periode Januari-September 2016 tercatat 3.272 kasus DBD.
"Sebanyak 3.272 kasus DBD periode Januari-September 2016 itu mengalami peningkatan sebanyak 1.272 kasus dibandingkan periode yang sama tahun 2015 tercatat 2.000 kasus," kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Yohanes, di Pekanbaru, Kamis.
Menurut dia, peningkatan kasus DBD selama periode tersebut diindikasi akan meningkat lagi untuk bulan berikutnya apalagi merujuk pada evaluasi data siklus lima tahunan yakni pada Agustus sejak 2011, yang dipengaruhi oleh badai La Nina.
Ia mengatakan, potensi peningkatan kasus bisa terjadi karena pengaruh cuaca yang tidak menentu dibarengi musim hujan dan panas yang cenderung ekstrim itu.
"Karenanya masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaannya setiap saat guna menekan korban DBD yang bisa menimbulkan kematian itu," katanya.
Ia menyebutkan, sebanyak 3.272 kasus DBD di Riau periode Januari-September 2016 itu tercatat tertinggi berasal dari Pekanbaru sebanyak 773 kasus. Berikutnya Kabupaten Bengkalis 761 kasus, Kabupaten Kampar 270 kasus, Kota Dumai 252 kasus, Kabupaten Siak 412, Kuantan Singingi 164 kasus, Kabupaten Inderagiri Hulu 160 kasus, Rohul 91, Indergiri Hilir 97 kasus dan Kabupaten Palalawan sebanyak 75 kasus.
Yohanes mengatakan, untuk menekan kasus tersebut perlu dilibatkan camat untuk mengerahkan aparatnya mulai dari Lurah, RW dan RT untuk memantau kaleng-kaleng dan ban bekas atau pot bunga yang tergenang air sebagai wadah bagi nyamuk aedes aghipty untuk berkembang dengan baik.
Selain itu untuk mengantisipasi peningkatan kasus DBD tahun 2016 diperlukan kesadaran setiap masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dini peningkatan kasus DBD sesuai surat edaran Gubernur Riau nomor 440.42/DISKES/96.16, 23 Agustus 2016.
"Perlu terus digencarkan terutama pembudayaan PSN 3M Plus secara berkelanjutan sepanjang tahun dan mewujudkan terlaksananya "Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Promosi kesehatan perlu dilakukan di semua sektor termasuk pembentukan jumantik anak sekolah dan pramuka. Penemuan dini kasus DBD dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment) yang merupakan bagian dari tatalaksana kasus di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan lanjutan (Puskesmas dan Rumah Sakit)," katanya.