BPJS Harapkan Pemda Dapat Membantu Atasi Kelangkaan Dokter Spesialis

id bpjs, harapkan pemda, dapat membantu, atasi kelangkaan, dokter spesialis

 BPJS Harapkan Pemda Dapat Membantu Atasi Kelangkaan Dokter Spesialis

Pekanbaru, (Antarariau.com)- Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional (Divre) II Afrizayanti meminta pemerintah daerah agar menyekolahkan dokter umum menjadi dokter spesialis melalui APBD masing-masing untuk menangani kelangkaan dokter spesialis penyakit langka seperti kanker saluran kencing pria.

"Jadi pada lima tahun mendatang, Riau misalnya sudah punya dokter spesialis menangani kasus penyakit langka tersebut dan pasien tidak lagi menunggu mendatangkan dokter spesialis dari luar Riau,"kata Eza alam keterangannya di Pekanbaru, Jumat.

Pendapat demikian disampaikan Eza, terkait pasien Zainal meninggal di RSUD Dumai Provinsi Riau, pada Minggu, 10 Juli 2016 akibat penanganan di rumah sakit yang lambat.

Dengan diagnosa akhir dokter RSUD Dumai akibat keracunan urin di dalam tubuh, bahkan sudah menyebar sampai ke otak, karena terlambat penanganannya operasi bedah gangguan saluran kencing.

Menurut Eza, penyelengaraan BPJS Kesehatan kini, memasuki tahun ketiga dan memerlukan banyak perbaikan termasuk tarif yang belum memadai bagi dokter dan RS sehingga harus diubah kembali.

Ia mengatakan, untuk menyelesaikan persoalan tarif tidak gampang karena merupakan domeinnya Kementerian Kesehatan.

"Ibarat gunung es, banyak masalah yang perlu diatasi. Tarif belum memadai menurut versi dokter dan RS, masalahnya bukan hanya di Pekanbaru, juga pada beberapa daerah lainnya," katanya.

Sementara itu, peserta JKN KIS memperoleh hak pelayanan tanpa biaya, selama peserta taat membayar premi bahkan dalam kondisi tertentu diperlukan kompetisi lebih tinggi.

Diakui Eza, bahwa dari BPJS Kesehatan selama peserta aktif membayar premi maka mereka berhak mendapatkan pelayanan, namun dalam perjalanannya memang ada ditemui kasus tersebut sehingga diperlukan pengawasan melekat sesuai aturan yang berlaku terhadap RS tersebut.

"BPJS Kesehatan menjaminkan pembiayaan, pelayanan kesehatan dengan tarif INA CBGs,"katanya.

Sebelumnya, Jimi (putra almarhum Zainal, red) menuturkan pada April 2016 ketika manajemen RS Awal Bros di Jalan Sudirman, Pekanbaru, Riau diindikasi mengkondisikan Zainal Abidin (60) penderita kelainan (kronis) saluran kencing.

Hal itu maka pasien pindah pelayanan ke kelas dua dengan kategori pasien umum sebab alasan kamar rawat kelas tiga semuanya penuh di RS itu.

Dirinya dan anggota keluarga lainnya saat itu tidak memiliki pilihan lain, demi orang tua agar bisa sembuh dari penyakitnya, dan terpaksa pindah kelas dari kelas tiga ke kelas dua menjadi pasien umum.

"Kami terpaksa menandatangani surat kesepakatan untuk pindah ke pelayanan kesehatan kelas dua yakni pasien umum, yang tentunya harus membayar pribadi bukan melalui BPJS Kesehatan lagi," katanya.

Lalu keluhnya lagi, untuk apa ayahnya rajin tiap bulan membayar premi tanpa menunggak iuran BPJS Kesehatan jika ternyata pelayanan yang bisa diterima kembali ke umum.

Kondisi ini dilematis karena khawatir penyakit Zainal Abidin yang kini cukup kronis itu sehingga memang membutuhkan penanganan segera dari dokter spesialis bedah/operasi.

"Pada dua tahun lalu, papa kami merasa cocok ditangani oleh dokter tersebut, dan dokter terkait hanya bekerja di RS Awal Bros Sudirman ini," katanya.

Dituturkan Jimi, Minggu (24/4) malam, ayahnya Zainal masuk UGD awal Bross Sudirman Kota Pekanbaru, atas rujukan dari RSUD Kota Dumai, dengan menggunakan kartu BPJS Kesehatan.

Akan tetapi hasil diagnosa dokter spesialis tersebut mengatakan pasien akan dioperasi pada Rabu (27/4) maka Senin (25/4) hingga sorenya masih dirawat inap pada kelas dua sambil menunggu hasil obvservasi.

"Kami semua jadi bingung, yang seharusnya tidak perlu stres memikirkan biaya setelah memegang kartu BPJS Kesehatan kelas III ... eh, malah begini kenyataannya, sulit sekali dipercaya," katanya.

Zainal Abidin (60) tahun sudah menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan sejaka 2014 dan taat membayar premi, namun tidak mendapatkan pelayanan yang maksimal sehingga tidak seharusnya nyawanya hilang sia-sia.

Padahal jika rumah sakit mampu mendatangkan dokter spesialis bedah urologi, atau bersedia memberikan rujukan agar pasien dioperasi ke RS Jakarta dan ke Bandung, maka nyawa Zainal bisa terselamatkan