Pekanbaru (Antarariau.com) - Wahana Lingkungan Hidup Riau memberikan beberapa catatan kritis terhadap Peraturan Daerah Riau Nomor.10 tahun 2015 tentang tanah ulayat dan pemanfaatannya karena dinilai belum sepenuhnya melindungi hak masyarakat adat.
"Kita memberikan beberapa catatan kritis. Pertama ini kesalahan redaksi masalah tanah adat atau tanah ulayat. Lembaga Adat Melayu Riau sudah tidak setuju karena di Riau ada tanah ulayat, khayat, dan lainnya. Tanah ulayat hanya salah satunya," kata Deputi Walhi Riau, Boy Sembiring di Pekanbaru, Rabu.
Kedua, lanjutnya, tentang pengecualian penguasaan bahan tambang oleh masyarakat adat. Dikatakan dalam perda itu, masyarakat adat harus tunduk terhadap aturan berlaku terkait pengelolaan bahan tambang.
"Kalau tanahnya dikeruk, masyarakat mau menanam dimana jika tanahnya ditambang secara terbuka," ujarnya.
Lalu menurutnya ada pintu represif dalam perda tersebut bahwa tanah ulayat bisa diserahkan atas nama kepentingan umum. Makna kata terakhir itu tidak jelas kepentingan umumnya seperti apa karena tidak ada pengertiannya.
"Ini seperti orde baru saja. Seharusnya melepaskan tanah itu adalah suatu hak, bukan kewajiban," tambahnya.
Padahal, lanjut dia, Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional sudah mengeluarkan peraturan menteri bahwa tanah masyarakat adat tidak bisa diambil secara paksa. Tidak bisa digusur atau pembebasan lahan masyarakat adat dikecualikan.
Dikatakan menteri masyarakat adat hanya tinggal pada satu lokasi dan tidak berpindah-pindah. Oleh karena itu berdaulat penuh terhadap tanah ulayat dan sumber daya yang ada di sekitarnya.
"Jadi perda tanah ulayat ini bertentangan dengan permen ATR," Jelasnya.
Sementara itu Staff ahli DPRD Riau yang ikut merampungkan perda tersebut, Dr. Firdaus mengeluhkan banyaknya peraturan di negara ini sehingga ada yang tidak terakomodir. Diantaranya seperti peraturan agraria, kelautan, perkebunan, kehutanan, dan hak asasi manusia
"Semua paradigmanya sektoral, laut ikut aturan laut, darat aturan darat, banyak disharmoni. Undang-Undang satu sama kain berbeda, perkebunan beda dengan lingkungan hidup, UU desa beda lagi. Hendaknya dibuat satu UU masyarakat adat untuk semua sektor," ujarnya.
Berita Lainnya
Walhi Sumut: Segera tutup Kebun Binatang Medan usai empat ekor harimau mati
29 January 2024 16:39 WIB
Walhi ingatkan kedaulatan negara bisa terancam akibat perubahan iklim dan kenaikan muka air laut
03 October 2022 15:30 WIB
Walhi resmi luncurkan sistem informasi Wilayah Kelola Rakyat
02 June 2022 11:07 WIB
Walhi perkirakan 60 persen area hutan Jambi sudah dirambah atau rusak
31 May 2022 12:56 WIB
Cemari udara dan kesehatan, Walhi mengingatkan BBM oktan rendah berdampak buruk
31 October 2020 11:59 WIB
Walhi Sumsel minta Satgas Karhutla tingkatkan pembasahan daerah rawan
01 September 2020 12:55 WIB
Walhi nyatakan rencana pembangunan kereta gantung melanggar Piagam Rinjani
30 January 2020 16:37 WIB
Walhi: Pemda harus prediksi bencana banjir kurangi kerugian besar
14 December 2019 15:28 WIB