Pilkada Dalam "Harmoni Di Negeri Seribu Agama"

id pilkada dalam, harmoni di, negeri seribu agama

Pilkada Dalam "Harmoni Di Negeri Seribu Agama"

Oleh Edy Supriatna Sjafei

Buku karya Abdul Jamil Wahab berjudul "Harmoni di Negeri Seribu Agama (membaca teologi dan fikih kerukunan)" akan terasa aktual jika pembaca mengaitkan dengan uraian memilih pemimpin nonMuslim pada pemilihan kepada daerah atau pilkada serentak.

Pilkada serentak untuk kali pertama dijadwalkan pada 9 Desember 2015 di beberapa provinsi dan Kabupaten/Kota. Tentu saja, selama kampanye, isu agama menjadi instrumen yang diangkat untuk meyakinkan para kandidat guna memenangkan pertarungan dalam pilkada itu.

Buku ini merupakan refleksi penulisnya sebagai peneliti kehidupan keagamaan di Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama terhadap konsepsi keagamaan tentang kerukunan, sebab pluralisme, kerukunan, dan toleransi secara instrinsik ada dalam semua doktrin agama.

Namun fakta menunjukkan bahwa berbagai konflik sering bermunculan, bahkan ternyata konflik dengan latar belakang agama mendominasi. Agama diakui mempunyai karakter sebagai perekat sosial, namun agama juga memberikan ruang bagi terjadinya konflik.

Dari buku karya Abdul Jamil ini ada sisi lain yang tidak boleh lepas untuk dibaca, yaitu uraian seputar tinjauan hukum Islam dalam memilih pemimpin nonMuslim.

Ada dua ayat dalam Al-Quran yang sering diartikan sebagai perintah untuk tidak boleh memilih pemimpin dari nonMuslim. Kedua ayat tersebut adalah surat Al-Maidah ayat 51 dan Al-Baqarah ayat 120 yaitu:.

"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu yang mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (QS. Al-Maidah: 51).

Bersambung ke hal 2...