Mewujudkan Bakamla Sebagai "Indonesia Coast Guard"

id mewujudkan bakamla, sebagai indonesia, coast guard

Mewujudkan Bakamla Sebagai "Indonesia Coast Guard"



Oleh Dewanto Samodro

Sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, laut merupakan salah satu kekuatan yang sudah dimengerti oleh nenek moyang bangsa Indonesia.

Karena itu, menjaga pertahanan, keselamatan dan keamanan laut menjadi suatu keharusan. Pun di dunia internasional terdapat aparatur penjaga pantai dan laut atau "coast guard"

Komunitas "coast guard" internasional sebelumnya kerap kebingungan harus bermitra dengan siapa di Indonesia. Pasalnya, banyak institusi yang terlibat dalam mengamankan wilayah pantai dan laut meskipun di bawah koordinasi Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).

Namun, dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut, Bakorkamla bermetamorfosis menjadi Badan Keamanan Laut (Bakamla). Bakamla inilah yang menjadi "Indonesian coast guard" yang akan bermitra dengan komunitas "coast guard" internasional.

Desi Albert Mamahit adalah kepala Bakamla yang pertama. Perwira bintang tiga TNI Angkatan Laut kelahiran Bandung, 22 Desember 1959 itu ditetapkan sebagai kepala Bakamla berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/475/VI/2015 tanggal 15 Mei 2015, tentang Pengangkatan Dalam Jabatan di Lingkungan TNI.

"Meskipun dikepalai seorang perwira bintang tiga TNI Angkatan Laut, Bakamla adalah institusi sipil karena memiliki kewenangan dalam penegakan hukum sipil di laut. Karena itu, pangkat saya pun menjadi laksamana madya maritim, bukan laksamana madya TNI," katanya.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut penyelenggaraan keamanan laut merupakan kewenangan Bakamla, meskipun terdapat kementerian/lembaga lain yang juga memiliki otoritas di pantai dan laut.

"Pengamanan laut berada di bawah komando Bakamla. Meskipun kementerian/lembaga lain bisa melakukan patroli mandiri, tetapi tetap harus melaporkan kepada Bakamla. Bakamla bertanggung jawab langsung di bawah Presiden," tuturnya.

Lulusan Akademi Angkatan Laut angkatan 1984 itu berharap lembaga yang dia pimpin bisa menjadi lembaga penjaga pantai dan laut atau "coast guard" yang utuh sebagaimana yang terjadi di negara-negara lain.

"Keberadaan "coast guard" Indonesia merupakan suatu kebutuhan, karena selama ini komunitas "coast guard" internasional kebingungan harus bermitra dengan siapa di Indonesia. Dengan TNI Angkatan Laut, jelas berbeda karena "coast guard" menggunakan paradigma hukum sipil," tuturnya.

Mantan rektor Universitas Pertahanan itu mengatakan banyak permasalahan di laut, termasuk sengketa wilayah perbatasan, perompakan, penangkapan ikan ilegal, terorisme dan lain-lain yang merupakan ranah penegakan hukum. Hal itu berbeda dengan ranah TNI Angkatan Laut sebagai institusi militer yang menegakkan kedaulatan negara.

Sebagai "Indonesian coast guard", maka Bakamla menjadi lembaga tunggal yang memiliki banyak tugas, atau "single agency multitask", dalam penegakan hukum di laut. Bakamla memiliki fungsi penyelidikan semua permasalahan yang ada di laut, untuk kemudian diserahkan kepada lembaga pemerintah lainnya sesuai undang-undang untuk proses hukum dan penyidikan.

"Dengan tugas-tugas tersebut, Bakamla memiliki target untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia," ujarnya.

"Bila kami melihat ada pergerakan yang mencurigakan dari sebuah kapal, kami akan segera mengomunikasikan dengan pemangku kepentingan yang ada di laut untuk kemudian diambil tindakan yang cepat dan tepat," kata Mamahit.

Mamahit mengatakan teknologi pemantauan itu masih perlu dikembangkan. Karena itu, pihaknya akan bekerja sama dengan beberapa pihak seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kapal Asing

Dengan adanya sistem yang dimiliki Bakamla, Mamahit mengatakan jumlah kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia telah menurun secara signifikan sekitar 80 persen. Itu terjadi sejak adanya langkah tegas pemerintah untuk menenggelamkan kapal asing yang melakukan kegiatan ilegal di perairan Indonesia.

"Sebelumnya, kapal asing yang memasuki zona ekonomi eksklusif Indonesia bisa mencapai 170 kapal. Saat ini hanya berkisar 10 hingga 15 kapal," jelasnya.

Menurut Mamahit, penenggelaman kapal-kapal asing oleh pemerintah terbukti memberikan efek jera bagi pelaku penangkapan ikan ilegal. Umumnya, kapal-kapal asing yang memasuki perairan Indonesia secara ilegal berasal dari Tiongkok, Vietnam dan Thailand.

Selain keberadaan kapal asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia secara ilegal, Bakamla juga dihadapkan pada masalah ketahanan dan keamanan laut lainnya seperti penyelundupan imigran ilegal dan peredaran narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba).

Mamahit mengatakan hingga 31 Agustus 2013 terdapat 11.132 kasus penyelundupan imigran ilegal. Indonesia merupakan negara transit utama untuk perlintasan imigran ilegal yang didominasi pencari suaka dan pengungsi.

Sedangkan peredaran narkoba di Indonesia, 80 persen juga dilakukan di laut. Narkoba tersebut biasanya berasal dari Malaysia yang diangkut menggunakan kapal nelayan, berlabuh di sekitar Kepulauan Riau untuk kemudian dikirim ke Jakarta.

Bersambung ke hal 2 ...