Oleh Arief Mujayatno
Jakarta, (Antarariau.com) - Kebakaran hutan hampir setiap tahun terjadi di Indonesia. Tentu saja, fenomena tersebut merupakan salah satu ancaman bagi kelestarian hutan di Tanah Air.
Pada umumnya, peristiwa kebakaran hutan terjadi pada musim kemarau, terutama pada musim kering panjang.
Kebakaran hutan yang besar juga mengakibatkan kerugian bagi negara dan masyarakat.
Ribuan bahkan jutaan pohon dan tumbuhan hutan yang bernilai ekonomis musnah. Beraneka ragam kehidupan liar dari jasad renik sampai satwa besar penghuni hutan mati, ekosistem kehidupan makhluk hidup rusak, mata air mengering, dan kerusakan lainnya yang tidak dapat dihitung dengan uang.
Akibat yang paling dirasakan oleh masyarakat adalah adanya asap yang relatif sangat mengganggu masyarakat yang bermukim di dekat lokasi kebakaran hutan, bahkan juga masyarakat di negara tetangga.
Asap kebakaran hutan juga mengakibatkan aktivitas masyarakat, seperti kegiatan belajar mengajar di sekolah, aktivitas perkantoran terganggu, dan sejumlah jadwal penerbangan di beberapa bandara juga ditunda atau dibatalkan karena jarak pandang yang terbatas.
Kini, beberapa pekan terakhir hingga pertengahan September 2015, kebakaran hutan yang terjadi lagi di sejumlah provinsi membuat repot pemerintah.
Data terakhir pada hari Jumat (11/9) yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan titik panas (hotspot) di Sumatera pada pukul 16.00 WIB ada 665 titik yang tersebar di Sumsel 475 titik, Bengkulu (10), Jambi (83), Babel (45), Lampung (25), Riau (12), Sumbar (8), Kepri (5), serta Sumut dan Aceh (1).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyatakan kualitas udara di Singapura pada hari Jumat (11/9) pukul 19.00 waktu setempat berada pada level tidak sehat dengan indeks standar polusi (PSI) 129--148.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan angin yang mengarah ke timur laut menyebabkan asap dari Riau, Jambi, dan Sumsel menutup wilayah Singapura, sementara asap di Kalimantan Barat menyebabkan bagian barat Sarawak (Peninsular) Malaysia tertutup asap sedang.
"Hotspot di Kalimantan tidak terdeteksi oleh satelit Terra dan Aqua karena blank area," kata Sutopo.
Meski demikian, semua provinsi di Kalimantan memiliki titik api yang tidak sedikit, khususnya di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana menjelaskan bahwa kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan paling sulit dipadamkan dan mudah meluas, seperti halnya terjadi pada tahun 2014.
Dari satelit, terlihat asap tebal di Sumsel menutup Jambi dan Riau. Jarak pandang di Pekanbaru 700 meter, Rengat dan Pelalawan 200 meter, Dumai 400 meter, Jambi 400--800 meter, dan Kalsel kurang dari 500 meter.
Kualitas udara di Riau dan Jambi pada level berbahaya sehingga sekolah-sekolah masih diliburkan. Semua penerbangan juga dibatalkan di Bandara SSK II Pekanbaru pada hari Sabtu (12/9).
Hampir 80 persen wilayah Kalimantan juga tertutup asap dengan tingkat kepekatan sedang hingga tinggi.
Di sisi lain, upaya pemadaman juga terus dilakukan di semua daerah yang terbakar. Namun, pembakaran juga masih terus berlangsung.
Biasanya, kebakaran hutan terjadi di areal-areal lahan gambut yang sudah dibuka atau yang terjadi pembukaan. Aksi pembukaan lahan dan hutannya saja sudah menimbulkan potensi kebakaran.