Pro Kontra Pemblokiran Situs Radikal (Sambungan dari halaman 1)

id pro, kontra pemblokiran, situs radikal, , , sambungan dari, halaman 1

 Pro Kontra Pemblokiran Situs Radikal     (Sambungan dari halaman 1)

Pro Kontra

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Dr. Din Syamsuddin menyesalkan langkah yang diambil Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait dengan pemblokiran situs Islam.

Menurut dia, penutupan situs Islam tentu mengundang reaksi umat Islam karena hal ini sangat sensitif, apalagi Kementerian Kominfo tidak membicarakan hal tersebut sebelum mengambil langkah tegas.

Din yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah itu berpendapat bahwa pemblokiran situs Islam adalah langkah tidak tepat dan menyinggung perasan umat Islam. "Kenapa situs yang berbau porno dan merusak akhlak itu dibiarkan dan tidak diblokir? Sementara situs Islam yang dianggap penyebar terorisme itu diblokir, padahal tidak semua situs begitu," ujarnya.

Pernyataan resmi MUI melalui Komisi Komunikasi dan Informasi, yang ditandatangani Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi Sinansari Ecip pada tanggal 31 Maret 2015 menyebutkan bahwa pemblokiran situs-situs media Islam harus tetap mengacu pada kebebasan berpendapat sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945.

Majelis Ulama Indonesia meminta pemerintah berhati-hati dalam menyimpulkan dan menetapkan suatu keputusan yang berdampak luas bagi masyarakat, apalagi yang terkait dengan situs-situs keagamaan karena menyangkut kepentingan umat beragama yang luas.

Pemblokiran situs-situs media Islam ternyata menimbulkan reaksi yang begitu masif dan serentak dari umat Islam karena dikhawatirkan akan memunculkan kembali gerakan fobia pada Islam.

Majelis Ulama Indonesia juga mengingatkan bahwa tugas pemerintah adalah memberikan bimbingan dan melakukan pembinaan terhadap situs-situs media massa yang mulai tumbuh dan berkembang di Tanah Air agar mereka dapat turut serta memberikan andil dalam pendidikan yang baik kepada masyarakat.

Komisi Informasi Pusat (KIP) juga menyesalkan dan mempertanyakan pemblokiran yang dilakukan terhadap sejumlah situs pemberitaan yang diduga berpaham radikalisme.

Menurut Komisioner Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Yhannu Setyawan, Kemenkominfo seharusnya memberitahukan kepada publik secara jelas dan transparan tentang bagaimana sesungguhnya mekanisme atau prosedur yang berlaku dalam menutup sebuah situs yang dianggap membahayakan. Pasalnya, sejauh ini, berbagai hal tersebut belum tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat.

"Kalau dilihat dari luar, pengambilan keputusan untuk memblokir situs-situs tersebut cenderung secara tertutup," ujar Yhannu.

Bila tiba-tiba diblokir tanpa adanya tindakan-tindakan pendahuluan yang lazim, seperti peringatan dan klarifikasi, lanjut dia, maka hal itu merupakan salah satu bentuk represif.

Ia mengingatkan bahwa saat ini Indonesia sedang gencar-gencarnya membangun demokrasi yang sehat, bukan lagi eranya menghidupkan kembali model pemerintahan yang otoriter.

Menanggapi berbagai protes dan keberatan tersebut, Kadivhumas Polri Brigjen Pol. Anton Charliyan menegaskan Polri telah memastikan bahwa ke-19 situs yang diblokir oleh Kemkominfo adalah situs-situs yang mengandung konten radikal.

"Situs-situs itu membahayakan, isinya memprovokasi. Jadi, harus diblokir," katanya.

Ia mengakui bahwa Polri mengusulkan pemblokiran situs-situs tersebut kepada BNPT, selanjutnya BNPT meminta Kemkominfo untuk melaksanakan pemblokiran.

Terkait dengan adanya protes dari pengelola situs yang diblokir tersebut, Anton tidak berkeberatan. Namun, dia menambahkan bahwa tindakan pemblokiran tersebut berdasarkan bukti-bukti yang kuat bahwa situs-situs itu berkonten provokasi.

Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa masyarakat harus diberi pemahaman bahwa perilaku radikalisme dan ekstremisme bukanlah bagian dari Islam.

Masyarakat juga harus mendapatkan pemahaman bahwa mereka yang menggunakan Islam sebagai alat untuk melegalkan tindakan radikalisme dan ekstremisme harus diwaspadai karena Islam bukanlah agama yang menggunakan perilaku kekerasan.

Selain itu, tindakan menyebarkan paham radikalisme atas nama Islam merupakan perbuatan yang tidak terpuji.

Ia berharap masyarakat dapat lebih waspada dan berhati-hati dalam mengakses informasi dari mana pun sumbernya. Jika informasi tersebut menyebarkan paham yang tidak sejalan dan mengajak melakukan tindakan kekerasan, harus ditolak.