WWF: Kebakaran Hutan Ancam Kepunahan Satwa Dilindungi

id wwf kebakaran, hutan ancam, kepunahan satwa dilindungi

WWF: Kebakaran Hutan Ancam Kepunahan Satwa Dilindungi

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi secara terus menerus di Provinsi Riau dapat mengancam percepatan punahnya satwa-satwa dilindungi seperti gajah dan harimau, demikian Organisasi World Wide Fund (WWF).

"Salah satu dampak akibat kebakaran yang terus marak, adalah menyempitnya habitat sehingga potensi konflik antara manusia dengan satwa dilindungi itu semakin tinggi," kata Humas WWF Riau, Syamsidar kepada Antara di Pekanbaru, Senin.

Menurut dia, jika penyempitan habitat terjadi secara terus menerus, maka hewan yang memiliki daya jelajah jauh seperti gajah dan harimau akan memaksa keluar.

Syamsidar mengatakan, kebanyakan habitat gajah dan harimau yang sebelumnya merupakan hutan alam, beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan dan hutan tanam industri, hal itu yang pada akhirnya menyebabkan konflik dengan manusia.

"Karena mereka masih menganggap kawasan HTI dan perkebunan yang telah digarap manusia itu masih merupakan kawasan jelajah mereka," katanya.

Setiap tahun sejak 17 tahun silam, kebakaran hutan dan lahan terjadi secara terus menerus, menyebabkan jutaan hektare hutan kini telah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan dan HTI.

Tahun ini, demikian Syamsidar, tingkat kematian gajah bahkan meningkat tajam seiring dengan maraknya peristiwa kebakaran hutan dan lahan.

WWF menyatakan sepanjang 2012 hingga 2014 telah ada sebanyak 43 kasus pembunuhan gajah Sumatera liar di Provinsi Riau namun belum juga terungkap, sehingga dikhawatirkan akan makin mempercepat laju berkurangnya populasi satwa dilindungi itu menuju kepunahan.

Menurut data WWF Riau, kasus pembunuhan gajah Sumatera liar pada 2012 yang belum terungkap mencapai 15 kasus. Pada 2013, jumlahnya juga tinggi yakni mencapai 14 kasus dimana 13 kematian gajah terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau.

Sedangkan, pada 2014 jumlahnya makin meningkat karena pada kurun Januari-Maret sudah ditemukan 14 kasus pembunuhan gajah.

Bahkan, satu kasus kematian terjadi dalam proses relokasi gajah liar dari habitatnya di hutan Kabupaten Rokan Hulu ke Pusat Konservasi Gajah di Minas, Kabupaten Siak pada 1 Januari lalu.

Sementara itu, satu kasus pembunuhan gajah ditemukan di konsesi perusahaan industri kehutanan di daerah Duri, Kabupaten Bengkalis. Kemudian, 11 kasus kematian gajah juga ditemukan di konsesi perusahaan di Kabupaten Pelalawan dimana belasan gajah mati baru ditemukan ketika sudah dalam wujud kerangka.

Selain itu, satu gajah yang dipasang kalung GPS juga mati di Taman Nasional Tesso Nilo pada Maret.

Syamsidar mengatakan, populasi gajah berdasarkan estimasi tahun 2009 di Riau mencapai 150-200 ekor.

Namun, kata dia, jumlah itu kemungkinan besar berkurang jauh karena tingginya kasus pembunuhan gajah pada tiga tahun terakhir.

Sementara itu berkaitan Harimau Sumatera, dia mengatakan WWF mengalami kesulitan dalam menghitung populasi hewan dilindungi itu.

WWF Indonesia mulai menghitung populasi harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) sejak tahun 2004 dan berdasarkan data kasar yang mereka peroleh dari tahun 1994, terdapat sekitar 400 ekor.

Sementara itu, berdasarkan Tiger Summit tahun 2010 di St. Petersburg, Rusia, negara-negara di dunia yang memiliki harimau memperkirakan populasi harimau dunia berjumlah kurang dari 3.200 ekor.

Harimau secara alami relatif berumur pendek dengan tingkat produktivitas tinggi sehingga ketika survei, WWF harus memastikan tidak ada kelahiran, kematian dan migrasi.