Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian mengatakan, momentum penundaan kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) selama 90 hari kecuali untuk China, harus dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi terkait dengan kebijakan perdagangan, terutama dengan AS
“Dengan adanya perang dagang, peluang re-shoring dari beberapa negara yang diekspektasikan akan terkena dampak lebih besar dari Indonesia seperti Vietnam, Bangladesh, China dan Thailand bisa dioptimalkan,” ujar Fakhrul saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan, industri seperti tekstil garmen, sepatu dan furnitur bisa menjadi industri yang memiliki prospek positif untuk Indonesia.
Terkait dengan hal ini, lanjut dia, kebijakan deregulasi untuk perizinan usaha dan kemudahan ekspor harus dipercepat.
Di sisi neraca dagang dengan Amerika Serikat, peluang untuk meningkatkan impor dari Amerika Serikat terkait dengan sektor perminyakan, bahan kimia serta bahan pangan merupakan poin negosiasi yang perlu dimaksimalkan.
Selain itu, Fakhrul menuturkan, perubahan tingkat komponen dalam negeri menjadi hal penting untuk dilakukan secepatnya, karena banyak perusahaan Amerika Serikat yang ingin berinvestasi di Indonesia, terhambat karena hal ini.
“Ke depannya, kita harus sadar bahwa volatilitas adalah hal yang jamak terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, termasuk Indonesia akan mengalami perlambatan di tahun 2025,” ujarnya.
Dengan adanya tensi perang dagang, ia menuturkan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat Indonesia dan dunia usaha harus terus mendukung sirkulasi ekonomi domestik Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pada Rabu (9/4) sore waktu AS, Donald Trump mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif resiprokal ke berbagai negara mitra dagang, namun tetap menaikkan bea masuk kepada China sebesar 125 persen.
Negara yang rencananya akan dikenakan tarif resiprokal lebih tinggi hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, yang mana untuk baja, aluminium, dan mobil akan sama.
Trump mengatakan sudah ada lebih dari 75 negara yang siap bernegosiasi dengan AS, di sisi lain, pihaknya akan tetap meninjau kemungkinan menaikkan tarif di sektor farmasi.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mempersiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan dibawa ke perundingan untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal AS di Washington D.C.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (7/4), menilai jalur diplomasi dipilih sebagai solusi yang saling menguntungkan tanpa mengambil langkah retaliasi terhadap kebijakan tarif resiprokal tersebut.
Namun, Pemerintah Indonesia akan melakukan pertemuan lebih dulu dengan pimpinan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025 untuk menyamakan sikap.
Baca juga: IHSG Bursa Efek Indonesia melesat naik seiring pasar respon positif penundaan tarif Trump
Baca juga: Megawati-Prabowo sepakat kebijakan tarif AS momentum kebangkitan produk nasional