Makasar (ANTARA) - Hari Laut Sedunia atau World Oceans Day diperingati setiap 8 Juni. Peringatan ini menjadi momen penting guna meningkatkan kesadaran tentang betapa pentingnya menjaga dan memelihara lautan.
Laut atau lautan bukan sekadar kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau, tapi laut telah menjadi bagian dari peradaban dan juga masa depan bangsa Indonesia.
Sejumlah bukti sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah mampu mengadakan perjalanan jarak jauh melalui jalur laut dengan menyeberangi samudera raya. Kerajaan-kerajaan di Nusantara seperti Sriwijaya dan Majapahit memiliki armada tangguh di zamannya.
Laut juga memiliki potensi besar bagi penopang kehidupan. Berdasarkan laporan Food And Agriculture Organization (FAO), produksi ikan Indonesia sebesar 5,7 juta ton dengan potensi total produksi sebesar 9,93 juta ton. Sedangkan berdasarkan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Keputusan Menteri 47/2016, jumlah ikan yang boleh ditangkap hingga mencapai 7,95 juta ton.
Indonesia memiliki sekitar 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Sekitar 62 persen luas wilayah Indonesia adalah laut dan perairan. Data KKP menyebut luas wilayah daratan Indonesia sebesar 1,91 juta km2 sedangkan luas wilayah perairan mencapai 6,32 juta km2.
Oleh karena itu, sebagai negara bahari, Indonesia memandang penting penerapan kawasan konservasi perairan laut atau marine protected area (MPA) pada saat ini maupun yang akan datang.
Langkah-langkah
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak beberapa tahun terakhir telah melakukan tindakan strategis dalam menangani atau menekan jumlah sampah di laut.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar, mengatakan pada 2021, Indonesia telah berhasil mengurangi 28,5 persen sampah plastik ke laut dari target 70 persen pada 2025.
Pada 2018, yang dijadikan dasar untuk target pengurangan, diperkirakan 615.674,63 ton sampah plastik yang berakhir di laut. Rinciannya, 538.182,77 ton sampah berasal dari darat dan 77.491,86 ton sampah dari aktivitas di laut.
Jumlah pengurangan sampah plastik ke laut pada 2021 memperlihatkan peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2020 terjadi pengurangan 15,3 persen dan 8,10 persen pada 2019. Sedangkan pada 2022 pengurangan diperkirakan mencapai 38,5 persen.
Guna mewujudkan ekosistem laut yang berkelanjutan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan juga ikut bergerak. Selain menggencarkan kampanye pengurangan sampah plastik, Pemprov Sulsel fokus dalam tiga kebijakan strategis, yakni penanaman mangrove, transpalansi karang dan konservasi laut.
Pemprov Sulsel, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, telah menanam hingga dua jutaan batang mangrove di berbagai wilayah pesisir di daerah tersebut. Data DKP Sulsel, jumlah mangrove yang telah ditanam per Agustus 2022 sudah mencapai 1,7 juta batang.
Selanjutnya, pada Desember 2022, DKP Sulsel melalui Cabang Dinas Kelautan Bosowasi telah melakukan rehabilitasi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil dengan penanaman mangrove sebanyak 40.000 batang di Kelurahan Akkajeng, Kecamatan Sajoanging, Kabupaten Wajo.
Pada 20 Maret 2023, melalui Cabang Dinas Kelautan Bosowasi dilakukan pula penanaman pohon bakau atau mangrove sebanyak 36 ribu batang di wilayah pesisir di Desa Polewali, Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone.
DKP kembali menanam 78 ribu batang pohon mangrove di kawasan perairan pesisir di Kabupaten Bone, Sulsel. Penanaman mangrove dalam rangka memperingati Hari Nusantara yang jatuh pada tanggal 13 Desember 2023 ini dilakukan di dua lokasi, yaitu kelurahan Toro, Kecamatan Tanete Riattang Timur dan Desa Ujung Salangketo, Kecamatan Mare Kabupaten Bone.
Kepala DKP Sulsel M Ilyas, mengatakan bahwa setiap tahunnya di targetkan penanaman seluas 55 hektare. Pemerintah mentargetkan rehabilitasi mangrove mencapai 600.000 hektare pada akhir 2024. Rehabilitasi mangrove tersebut gencar dilakukan di berbagai penjuru Tanah Air oleh instansi pemerintah terkait.
Pemprov Sulsel fokus menanam mangrove di wilayah pesisir kabupaten/kota di antaranya Kota Makassar, Kabupaten Maros, Pangkep, Wajo, Barru, Pinrang, Takalar, Bantaeng, Luwu, Luwu Utara, Kota Palopo, Kabupaten Bone, Jeneponto, dan Kabupaten Kepulauan Selayar. Sulsel sendiri memiliki luas lahan mangrove di daerah pesisir sekitar 45.505 Ha.
Sementara itu, dalam proyek transpalansi terumbu karang, Pemprov Sulsel dalam kegiatan bertema 'Collaborated to Conservation' berkolaborasi bersama lembaga, instansi dan komunitas lintas sektor melakukan rehabilitasi terumbu karang di Pulau Bontosua, Mattiro Bone, Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep, Sulsel, 31 Mei-2 Juni 2024.
Rehabilitasi terumbu karang dilakukan dengan cara transplantasi karang menggunakan metode vertical artificial reef (VAR) dengan penurunan 11 unit modul VAR. Total ada 396 fragmen karang, dan setiap modul terdapat 36 bibit.
Sebelumnya, DKP Sulsel Cabang Mamminasata melakukan rehabilitasi terumbu karang memakai metode spider untuk transplantasi. Sebanyak 600 kerangka spider yang berbentuk laba-laba disebar di tiga lokasi yaitu Teluk Laikang, Pulau Langkai, dan Pulau Lumu-Lumu, Makassar, dengan masing-masing lokasi disiapkan 200 spider, termasuk transplantasi terumbu karang di wilayah perairan Pulau Satanga, Kabupaten Takalar dengan menggunakan 200 kerangka spider.
"Terumbu karang seperti halnya hutan mangrove merupakan ekosistem yang amat penting bagi masyarakat pesisir secara khusus dan masyarakat luas secara umum," kata Ilyas.
Sementara itu, guna menunjang aksi konservasi laut, Pemprov Sulsel terus berupaya menjaga keberlangsungan habitat kehidupan laut dengan membangun 68 ribu unit rumpon atau rumah ikan.
Terkait dengan konservasi, Marine Plastic Reseacrh Grup Fakultas Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin menyerahkan lokasi pembiakan penyu di Kepulauan Balabalakang ke Pemprov Sulawesi Barat.
Kolaborasi
Pemprov Sulsel, Unhas dan Kemitraan Penelitian Australia Indonesia (PAIR) berkolaborasi mengembangkan rumput laut dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat sekaligus menjaga ekosistem yang berkelanjutan.
Rektor Universitas Hasanuddin Prof Dr Jamaluddin Jompa MSc, menjelaskan rumput laut menjadi salah satu fokus kolaborasi karena memiliki pengaruh yang sangat kuat dan menjadi solusi terbaik dalam membangun ekosistem berkelanjutan.
Pengembangan komoditas andalan Sulsel khususnya rumput laut, perlu dilakukan riset untuk mengetahui agar pertumbuhan dan hasil produksi rumput laut petani semakin meningkat sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat nelayan. Dengan rumput laut diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan ekonomi masyarakat pesisir.
Unhas bersama PAIR serta dukungan kebijakan dari Pemprov Sulsel berusaha memperkuat teknologi budi daya rumput laut dengan berbasis ramah lingkungan. Artinya meminimalkan penggunaan plastik, bahkan meniadakan demi menjaga laut tetap bersih.
Rumput laut juga bisa sebagai penyelamat kawasan pesisir melalui sistem filterifikasi atau pengayaan air, yang memberikan dampak baik bagi ekosistem. Industri rumput laut juga mendukung kebijakan pemerintah untuk mewujudkan blue economy atau ekonomi biru di tengah perubahan iklim dunia.
Melalui upaya serius berbagai pihak, percepatan konservasi laut guna menjaga kelestariannya demi kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat, dapat diwujudkan. Hal ini selaras dengan tema Hari Laut Sedunia 2024 yakni Mengkatalisasi Aksi untuk Laut dan Iklim Kita (Catalyzing Action for Our Ocean & Climate).
Baca juga: Pentingnya kesadaran lingkungan dan pendidikan kepada anak untuk menjaga kelestarian laut
Baca juga: Pengamat: KPLP Kemenhub merupakan institusi yang berhak lakukan penyidikan di laut