Kabut Asap Ancam Kesehatan Masyarakat Riau

id kabut asap, ancam kesehatan, masyarakat riau

Kabut Asap Ancam Kesehatan Masyarakat Riau

Pekabaru, (Antarariau.com) - Kabut asap merupakan bencana tahunan yang selalu menghantui sebagian besar wilayah di Sumatera, khususnya Provinsi Riau. Belum ada solusi mengatasi permasalahan yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan ini.

Setiap tahun, bencana yang kerap muncul pada waktu musim kemarau ini telah menjadi sorotan nasional bahkan internasional.

Lingkungan menjadi tercemar, kesehatan manusia terancam, bahkan martabat bangsa kian "terperosok" akibat peristiwa klasik ini.

Memasuki 2014, bencana itu kembali datang. Sudah tiga pekan sejak akhir Januari 2014, Ibu Kota Provinsi Riau, Pekanbaru, diselimuti kabut asap yang merupakan dampak dari kebakaran lahan dan hutan.

Dinas Kesehatan setempat mendata akibat kabut asap tersebut ada sekitar 15.292 jiwa telah terserang berbagai penyakit.

"Warga paling banyak terserang infeksi saluran pernapasan akut yang jumlahnya mencapai 14.093 orang. Hal itu karena kualitas udara menurun drastis gara-gara asap," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Zainal Arifin beberapa waktu lalu.

Jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) paling banyak terdapat di Kabupaten Rokan Hilir yakni mencapai 6.661 orang, kemudian Kota Pekanbaru (1.420), Dumai (1.237), Kabupaten Siak (1.232), Bengkalis (1.092), Pelalawan (780), Indragiri Hilir (421), Kampar (513), dan Indragiri Hulu ada sebayak 352 penderita.

Di Kabupaten Kepulauan Meranti, juga dikabarkan sebanyak 164 jiwa terserang penyakit yang sama, Rokan Hulu ada 106 orang, dan paling sedikit di Kabupaten Kuantan Singingi yakni hanya 15 jiwa terserang ispa.

Selain ispa, kata dia, juga cukup banyak warga penderita pneumonia karena asap dengan jumlah keseluruhan mencapai 179 orang, asma 314 jiwa, iritasi mata dan kulit masing-masing 205 orang dan 501 orang.

Untuk mengantisipasi dampak kabut asap tersebut, Dinkes Riau juga telah membagi-bagikan sebanyak 40 lembar masker ke masyarakat secara gratis melalui masing-masing dinkes di tingkat kabupaten/kota serta pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

Namun jumlah itu dirasa kurang sehingga Dinkes Riau meminta bantuan masker medis kepada Kementerian Kesehatan mengingat masih buruknya kualitas udara di berbagai daerah.

"Kami mengusulkan tambahan sebanyak 100 ribu masker kepada Kementerian Kesehatan. Namun, sejauh ini usulan belum dipenuhi," kata Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinkes Riau, Dewani.

Ia mengatakan permintaan masker dari pemerintah kabupaten/kota yang udaranya tercemar asap kebakaran sangat tinggi dalam sepekan terakhir.

"Kami khawatir stok masker jangan sampai kosong karena masker medis ini bukan hanya untuk kejadian asap," katanya.

Ia mengatakan, sebelumnya persediaan masker dinas kesehatan pada awal 2014 mencapai sekitar 120 ribu, tapi kini terus berkurang akibat tingginya permintaan sejak awal Februari.

Kualitas Udara Memburuk

Dinas Kesehatan Provinsi Riau menyatakan kualitas udara di sejumlah kabupaten/kota juga terpantau terus memburuk karena dampak polusi asap sisa kebakaran lahan dan hutan yang terus terjadi dan meluas.

Bahkan untuk dua daerah seperti Kota Dumai dan Kabupaten Siak dikabarkan sempat berada pada kondisi membahayakan.

"Sebelumnya sempat dikabarkan kualitas udara di Dumai sempat berada pada 449 PSI (pollutant standards index) yang artinya sudah sangat tidak sehat atau berbahaya akibat tercemar kabut asap," kata Zainal Arifin.

Sementara di Siak, kata dia, terparah sempat berada di atas 200 PSI hingga sekolah-sekolah di dua daerah ini diliburkan sementara.

"Kami (Dinkes Riau) juga telah mengirimkan surat ke seluruh dinas kesehatan tingkat kabupaten/kota di Riau untuk terus melaporkan perkembangan kondisi di daerahnya masing-masing," kata dia.

Zainal mengatakan, pihaknya juga mengimbau masyarakat agar mengurangi aktivitas di luar rumah untuk menghindari berbagai penyakit yang ditimbulkan akibat kabut asap.

"Kalau pun terpaksa harus bekerja atau beraktivitas di luar rumah, sebaiknya gunakan masker. Itu untuk menghindari penyakit infeksi saluran pernafasan," katanya.

Titik Api Meningkat

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru menyatakan Satelit Terra dan Aqua sepanjang Februari 2014 mendeteksi 3.469 titik api (hotspot) di daratan Provinsi Riau.

"Jumlah tersebut bukan akumulasi, namun kalkulasi harian sepanjang Februari 2014," kata analis BMKG Stasiun Pekanbaru, Slamet Riyadi kepada pers di Pekanbaru, Rabu (19/2).

Data lembaga pemantau cuaca ini menyebutkan Satelit Terra dan Aqua mendeteksi atau merekam titik panas dua kali dalam sehari.

Untuk pagi, Terra dan Aqua mendeteksi atau merekamannya pada pukul 05.00 WIB sejak 1-18 Februari 2014 terdapat sebanyak 2.396 titik api.

Sementara pada sore sekitar pukul 16.00 WIB tercatat sejak 1 hingga 17 Februari 2014 satelit yang sama mendeteksi kemunculan sebanyak 1.073 titik.

Untuk rekaman terbanyak titik api di pagi hari, demikian Slamet, yakni pada 15 Februari di Riau terdeteksi ada sebanyak 611 titik dari sekitar 704 titik api yang ada di Sumatra.

Kemudian untuk rekaman sore, kata dia, yakni terbanyak ada pada 14 Februari dengan jumlah 335 titik dari 367 titik panas di daratan Sumatra.

Data yang dirilis BMKG juga menyebutkan bahwa sepanjang lebih dua pekan terakhir titik panas Sumatra dominan atau terbanyak berada di Riau.

Kondisi tersebut yang kemudian mengakibatkan pencemaran kabut asap hingga hari ini masih terus melanda berbagai wilayah kabupaten/kota di Riau.

Satelit Terra dan Aqua sempat mendeteksi terjadinya penurunan titik api secara drastis, yakni pada 9 Februari (pagi), hanya ada lima titik api.

Namun kemudian terus menanjak naik jumlahnya menjadi 36 titik hingga akhirnya mencapai 611 titik yakni pada 15 Februari.

BMKG memprakirakan cuaca panas akan masih melanda sebagian besar Provinsi Riau sampai beberapa hari ke depan hingga berpeluang meningkatnya pertumbuhan titik panas.

Kerugian Dahsyat

Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kesehatan dari Universitas Riau, Tengku Ariful Amri, mengatakan, kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah Riau sejauh ini telah mendatangkan kerugian yang teramat dahsyat.

Kabut asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan tersebut, kata dia, memberikan tiga dampak negatif, yakni tercemarnya lingkungan, terganggunya kesehatan manusia dan melemahkan roda perekonomian bangsa.

"Partikel yang terkandung pada asap sisa kebakaran hutan dan lahan terpecah menjadi tiga bagian, di antaranya yakni pertikel yang sangat halus.

Partikel ini sangat mudah terbawa oleh angin dan menyebabkan meluasnya pencemaran akibat dari kebakaran tersebut," ujarnya.

Amri mengatakan, jika sisa partikel halus ini sampai menyentuh kawasan hutan dan pepohonan pada taman kota, maka udara dapat tersaring, zat-zat berbahaya yang sebelumnya terbawa menempel di dedaunan pepohonan yang dilintasi.

"Akan tetapi, jika suatu daerah yang dilanda kebakaran hutan dan lahan tidak memiliki luasan hutan alami dan tanaman pepohonan yang mencukupi, maka penyebaran partikel berbahaya bisa sangat jauh bahkan hingga menjangkau permukiman penduduk," katanya lagi.

Apabila hal demikian terjadi, menurut Amri, maka partikel halus tersebut juga akan mencemari perairan baik di sungai maupun pada sumber air yang menjadi konsumsi masyarakat.

Kondisi ini, kata Amri, juga dapat membahayakan kesehatan manusia, terlebih jika manusia itu menghirup udara dan mengonsumsi air yang telah tercemar secara langsung.

Udara dan air yang telah tercemar secara langsung, menurut dia, akan mampu mengotori paru-paru serta menghambat saluran pernafasan serta peredaran darah manusia pengonsumsinya.

Lain dari itu, menurut pemerhati ini, kandungan asap dan partikel halus berbahaya yang terbang lebih tinggi bersama udara jika mencapai "sarang" awan penghujan, maka juga akan mampu mengotori embun atau air hujan yang dihasilkan oleh gumpalan awan penghujan.

"Air hujan yang tercemar oleh partikel asap ini juga berbahaya jika dikonsumsi secara langsung oleh manusia mengingat kandungan zat asamnya yang sangat tinggi dan dapat mendatangkan kanker pada tubuh manusia," katanya.