Jakarta (ANTARA) - Ratusan warga Jepang berkumpul di luar lokasi pameran peralatan militer di dekat Tokyo pada Rabu (15/3) untuk memprotes langkah Jepang dalam mengintensifkan perdagangan senjata.
Acara selama tiga hari itu, yang bernama DSEI Japan 2023, dimulai pada Rabu di pusat konvensi Makuhari Messe di Prefektur Chiba, Tokyo bagian timur.
Diselenggarakan untuk kedua kalinya sejak 2019, pameran tersebut pada tahun ini mencatatkan peningkatan skala dengan menampilkan 250 perusahaan peralatan militer dari 65 negara, bertambah sekitar 100 perusahaan dari level pada 2019.
"Tidak boleh ada perang!", "Tidak boleh ada persiapan perang!", "Katakan tidak pada para pedagang kematian!" adalah slogan-slogan yang diteriakkan lebih dari 300 orang sebagai protes keras terhadap perdagangan senjata Jepang yang semakin intensif.
Massa kemudian berbaring di tanah sebagai upaya menentang perdagangan senjata di negara yang membanggakan "pertahanan eksklusif" dengan menggunakan "bahasa tubuh tentang kematian."
"Setelah 2027, anggaran belanja pertahanan Jepang akan mencakup 2 persen dari produk domestik bruto-nya, menjadikannya negara dengan anggaran belanja pertahanan terbesar ketiga di dunia. Jepang juga akan memiliki kemampuan untuk melakukan serangan balik, yang membuat Konstitusi tampak sia-sia dan tidak ada gunanya," kata Koji Sugihara, perwakilan Network Against Japan Arms Trade, sebuah kelompok masyarakat setempat.
"Partisipasi aktif Jepang dalam mempromosikan pameran perdagangan senjata ini merupakan tindakan yang dapat memicu konflik antarnegara, yang tidak hanya melanggar 'Tiga Prinsip tentang Transfer Peralatan Pertahanan', tetapi juga Pasal 9 Konstitusi," ujarnya.
"Ini benar-benar membuat orang merasa sangat berbahaya bahwa sebuah negara yang membanggakan 'pertahanan eksklusif' menunjukkan senjata pemusnah sembari secara aktif mengembangkan jet tempur generasi baru bersama Inggris dan Italia," tutur Kimie Nakamura, anggota Majelis Kota Chiba, kepada Xinhua usai mengunjungi pameran tersebut.
Sebuah jet tempur generasi baru yang dikembangkan bersama oleh Jepang, Inggris, dan Italia menjadi sorotan dalam ruang pameran realitas virtual (VR) di pameran tersebut, tempat para pengunjung dapat merasakan pengalaman simulasi operasi.
Para peserta tergiur oleh melonjaknya belanja pertahanan Jepang. Pada Desember tahun lalu, pemerintah Jepang menyetujui tiga dokumen yang diperbarui mengenai kebijakan keamanan dan pertahanannya, serta bermaksud memastikan sekitar 313 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.369) dalam bentuk belanja pertahanan selama lima tahun mulai tahun fiskal 2023.
Ekspor senjata Jepang meningkat sejak 2014 ketika "Tiga Prinsip Ekspor Senjata" digantikan oleh "Tiga Prinsip Transfer Peralatan Pertahanan," yang pada dasarnya mencabut larangan ekspor senjata.