BKKBN Provinsi Riau berupaya turunkan stunting di Rohil 29,7 persen

id BKKBN Riau

BKKBN Provinsi Riau berupaya turunkan stunting di Rohil 29,7 persen

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Provinsi Riau Mardalena Wati Yulia bersama Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir terus berupaya menurunkan prevalensi stunting di daerah itu 29,7 persen. Antara/HO-Humas BKKBN Riau

Pekanbaru (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Riau bersama Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir terus berupaya menurunkan prevalensi stunting di daerah itu 29,7 persen atau masih tinggi dibanding prevalensi rata-rata tingkat provinsi 22,3 persen.

"Upaya tersebut antara lain dengan menggelar audit kasus stunting tahap II, yakni mengidentifikasi risiko dan penyebab risiko pada kelompok sasaran berbasis surveilans rutin atau sumber data lain, khususnya memilah kasus-kasus yang sulit," kata Kepala BKKBN Perwakilan Riau Mardalena Wati Yuliadalam keterangannya di Rohil, Rabu.

Ia mengatakan, audit kasus stunting penting sebab penanganan pada kasus itusangat memerlukan surveilans data yang rutin dan memadai sebagai basis seleksi kasus dan kajian.

"Upaya ini, dengan harapan dapat membantu menyeleksi kasus stunting dan membuka jalur konsultasi serta koordinasi antarunsur pengambilan kebijakan, pelaksana program, dan kegiatan bersama para pakar dari kalangan dokter spesialis anak, dokter spesialis kandungan, psikolog, serta ahli gizi," katanya.

Kabid Dalduk, Penyuluhan dan Penggerakan DP2KBP3A Kabupaten Rokan Hilir, dr. Dhona Fitria Sari mengatakan audit kasus stunting tahap II merupakan lanjutan dari kegiatan yang sama pada 10 Agustus 2022 dan untuk tahap dua ini akan dilakukan identifikasi kepada 5 sasaran yang terdiri dari ibu hamil, ibu menyusui dan balita.

"Untuk mengidentifikasi 5 sasaran tersebut dilibatkan dr spesialis Obgyn (kandungan) dan psikolog yang tergabung ke dalam tim pakar audit kasus stunting Kabupaten Rokan Hilir untuk selanjutnya diungkap permasalahan dan pencegahannya," katanya.

Ia mengatakan, pihaknya sudah bekerjasama dengan dinas terkait dan Camat se Kabupaten Rokan Hilir untuk bekerja keras menurunkan prevalensi stunting di Kabupaten Rokan Hilir menjadi 14 persen pada tahun 2024 sesuai instruksi Presiden Jokowi.

Koordinator Bidang KBKR Supriyadi, S.Pd, M.Sc mengatakan berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, Rokan Hilir merupakan kabupaten dengan angka prevalensi tertinggi di Provinsi Riau yakni 29,7 persen, dan untuk menurunkannya penting dilaksanakan audit untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi stunting tersebut.

Ia menyebutkan, dari identifikasi dan penyampaian laporan langsung oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) Kabupaten Rokan Hilir didapati hasil bahwa balita beresiko stunting yang menjadi sasaran ini memiliki tinggi dan berat badan >-2SD, ibu hamil yang berusia 18 tahun dan ibu menyusui yang menderita Kurang Energi Kronis (KEK).

dr. M. Sukri, Sp.OG menyebutkan berdasarkan data sejumlah permasalahan yang dijumpai pada ibu hamil adalah penambahan berat badan pada ibu hamil kurang, akibat rendahnya asupan gizi pada ibu saat hamil. Dibutuhkan pendampingan terkait edukasi nutrisi pada ibu hamil, diperlukan pemeriksaan kehamilan (USG) untuk mengetahui perkembangan janin.

Disamping itu menurut psikolog Diwana Lestari, S.Psi meminta tim pendamping keluarga (TPK) untuk memperhatikan kondisi mental ibu hamil dan ibu menyusui juga. Jika stres akan mengakibatkan ibu mengalami "baby blues, dan mood swing" yang akan mempengaruhi produksi ASI.

"Untuk mengantisipasi kita bisa memberikan edukasi ilmu parenting kepada ibu tersebut. Ketika mengalami mood swing, ibu hamil jadi sering mengalami perubahan suasana hati yang cukup drastis. Misalnya dari perasaan senang, lalu tiba-tiba merasa sedih dan ingin menangis. Mood swing saat kehamilan trimester 2 itu normal terjadi," katanya.

Sedangkan baby blues adalah sindrom penyebab seorang wanita mengalami perasaan sedih, depresi, panik, tetapi sulit untuk mengungkapkannya. Seluruh perasaan tersebut muncul saat seorang wanita baru memiliki bayi atau tengah menjalani kehamilan. Perubahan hormon menjadi penyebab utama wanita bisa mengalami kondisi ini, demikian Diwina.