Buntut kasus Miftah, MUI dukung usulan penguatan kompetensi juru dakwah
Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut positif usulan program sertifikasi juru dakwah yang sedang dipertimbangkan pemerintah, namun yang patut digarisbawahi yakni lebih kepada penguatan kompetensi pendakwah/dai.
"MUI menyambut baik gagasan untuk diselenggarakan program sertifikasi juru dakwah," ujar Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa'adi saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Zainut mengungkapkan, secara pribadi ia lebih setuju jika program tersebut disebut sebagai penguatan kompetensi juru dakwah, ketimbang menggunakan istilah sertifikasi. Menurut dia, istilah sertifikasi cenderung terkesan formalistik dan berpotensi mengarah pada penyeragaman.
"Saya tidak bisa membayangkan kalau program sertifikasi juru dakwah nanti diberlakukan, maka hanya para juru dakwah yang memiliki sertifikat saja yang boleh berceramah. Sementara para ustad dan kyai kampung yang tidak memiliki sertifikat, mereka tidak boleh berdakwah. Padahal secara keilmuan mereka memiliki kemampuan," katanya.
Zainut menjelaskan bahwa tujuan utama dari program tersebut adalah untuk meningkatkan kompetensi penceramah agama dalam berdakwah.
Program ini bertujuan untuk memperkaya wawasan juru dakwah baik dari aspek materi, metodologi, maupun wawasan kebangsaan. Materi yang disampaikan dalam program penguatan kompetensi mencakup isu-isu aktual keagamaan, relasi agama dan negara, moderasi beragama, literasi media digital, serta strategi dakwah yang relevan dengan generasi Z.
"Substansi materi penguatan kompetensi lebih pada pengayaan wawasan dan penguatan metodologi dakwahnya," kata dia.
Selain itu, Zainut berharap agar program ini bisa menjadi sarana bagi para juru dakwah untuk mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama, toleransi, dan sikap inklusivisme dalam berdakwah.
Ia juga menekankan bahwa program ini sebaiknya bersifat sukarela atau voluntary, bukan bersifat wajib atau mandatory.
"Pesertanya bisa perorangan atau utusan dari ormas Islam, majelis taklim, dan lembaga keagamaan Islam lainnya. Adapun penyelenggaranya bisa Kementerian Agama, ormas Islam, lembaga keagamaan Islam, serta perguruan tinggi keagamaan Islam baik negeri maupun swasta," ujarnya.
Kendati nantinya peserta program penguatan kompetensi juru dakwah diberikan sertifikat setelah mengikuti pelatihan, penekanan utama harus tetap pada penguatan kapasitas para juru dakwah.
"Jadi menurut saya, penekanannya bukan pada sertifikasinya, tetapi lebih pada penguatan kapasitas juru dakwahnya," kata dia.
Dengan pendekatan ini, MUI berharap bahwa program penguatan kompetensi dakwah dapat meningkatkan kualitas penyampaian dakwah yang lebih inklusif, moderat, dan sesuai dengan kebutuhan umat, tanpa mengenyampingkan kontribusi para ustadz dan kyai yang memiliki pengalaman dan kemampuan di lapangan.
Sebelumnya, usulan mengenai sertifikasi para juru dakwah di Indonesia awalnya datang dari anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq guna memastikan para pendakwah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyampaikan nilai-nilai keagamaan.
Usulan itu disampaikan Maman guna menanggapi video viral yang memuat ucapan dai kondang Miftah Maulana. Dalam video itu, terdapat ucapan Miftah yang dinilai sebagian besar masyarakat telah melecehkan seorang warga penjual es teh.
Tak lama setelah itu, video Miftah yang bernada melecehkan kepada seniman senior Yati Pesek semakin membuat suasana semakin keruh.
Di media sosial X dan Instagram, masyarakat mengecam ucapan Miftah karena dinilai tidak mencerminkan seorang penceramah/dai yang semestinya memberikan kesejukan.
"MUI menyambut baik gagasan untuk diselenggarakan program sertifikasi juru dakwah," ujar Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa'adi saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Zainut mengungkapkan, secara pribadi ia lebih setuju jika program tersebut disebut sebagai penguatan kompetensi juru dakwah, ketimbang menggunakan istilah sertifikasi. Menurut dia, istilah sertifikasi cenderung terkesan formalistik dan berpotensi mengarah pada penyeragaman.
"Saya tidak bisa membayangkan kalau program sertifikasi juru dakwah nanti diberlakukan, maka hanya para juru dakwah yang memiliki sertifikat saja yang boleh berceramah. Sementara para ustad dan kyai kampung yang tidak memiliki sertifikat, mereka tidak boleh berdakwah. Padahal secara keilmuan mereka memiliki kemampuan," katanya.
Zainut menjelaskan bahwa tujuan utama dari program tersebut adalah untuk meningkatkan kompetensi penceramah agama dalam berdakwah.
Program ini bertujuan untuk memperkaya wawasan juru dakwah baik dari aspek materi, metodologi, maupun wawasan kebangsaan. Materi yang disampaikan dalam program penguatan kompetensi mencakup isu-isu aktual keagamaan, relasi agama dan negara, moderasi beragama, literasi media digital, serta strategi dakwah yang relevan dengan generasi Z.
"Substansi materi penguatan kompetensi lebih pada pengayaan wawasan dan penguatan metodologi dakwahnya," kata dia.
Selain itu, Zainut berharap agar program ini bisa menjadi sarana bagi para juru dakwah untuk mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama, toleransi, dan sikap inklusivisme dalam berdakwah.
Ia juga menekankan bahwa program ini sebaiknya bersifat sukarela atau voluntary, bukan bersifat wajib atau mandatory.
"Pesertanya bisa perorangan atau utusan dari ormas Islam, majelis taklim, dan lembaga keagamaan Islam lainnya. Adapun penyelenggaranya bisa Kementerian Agama, ormas Islam, lembaga keagamaan Islam, serta perguruan tinggi keagamaan Islam baik negeri maupun swasta," ujarnya.
Kendati nantinya peserta program penguatan kompetensi juru dakwah diberikan sertifikat setelah mengikuti pelatihan, penekanan utama harus tetap pada penguatan kapasitas para juru dakwah.
"Jadi menurut saya, penekanannya bukan pada sertifikasinya, tetapi lebih pada penguatan kapasitas juru dakwahnya," kata dia.
Dengan pendekatan ini, MUI berharap bahwa program penguatan kompetensi dakwah dapat meningkatkan kualitas penyampaian dakwah yang lebih inklusif, moderat, dan sesuai dengan kebutuhan umat, tanpa mengenyampingkan kontribusi para ustadz dan kyai yang memiliki pengalaman dan kemampuan di lapangan.
Sebelumnya, usulan mengenai sertifikasi para juru dakwah di Indonesia awalnya datang dari anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq guna memastikan para pendakwah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyampaikan nilai-nilai keagamaan.
Usulan itu disampaikan Maman guna menanggapi video viral yang memuat ucapan dai kondang Miftah Maulana. Dalam video itu, terdapat ucapan Miftah yang dinilai sebagian besar masyarakat telah melecehkan seorang warga penjual es teh.
Tak lama setelah itu, video Miftah yang bernada melecehkan kepada seniman senior Yati Pesek semakin membuat suasana semakin keruh.
Di media sosial X dan Instagram, masyarakat mengecam ucapan Miftah karena dinilai tidak mencerminkan seorang penceramah/dai yang semestinya memberikan kesejukan.