BBPOM di Pekanbaru upayakan tingkatkan derajat kesehatan masyarakat

id BBPOM Pekanbaru

BBPOM di  Pekanbaru upayakan tingkatkan derajat kesehatan masyarakat

BBPOM Pekanbaru gelar acara Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) penta heliks edukasi masyarakat terkait bahaya obat tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) secara luring dan daring di Pekanbaru, Kamis (6/10). Foto Frislidia/Antara.

Pekanbaru (ANTARA) - Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Pekanbaru, Yosef Dwi Irwan, S.Si, Apt. terus berupaya mereduksi atau menurunkan konsumsi obat tradisional mengandung bahan kimia obat oleh masyarakat guna meningkatkan derajat kesehatan.

"Upaya tersebut dilakukan dengan melibatkan banyak pihak mulai pemerintah, pelaku usaha, masyarakat/konsumen, akademisi, ormas, organisasi profesi dan media," kata Yosef dalam acara Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) penta heliks edukasi masyarakat terkait bahaya obat tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) secara luring dan daring di Pekanbaru, Kamis.

Menurut Yosef, masih banyak ditemukan masyarakat mengomsumsi obat tradisional BKO itu karena masyarakat cenderung mengonsumsi obat tradisional yang instan untuk menyembuhkan penyakit.

Ia mengatakan, jika banyak pihak terlibat dan dapat bersinergi dengan optimal maka diyakini upaya penurunan konsumsi obat tradisional mengandung BKO ini dapat diturunkan.

"Dengan komitmen bersama maka penggunaan obat tersebut dapat ditekan sehingga masyarakat Riau bisa terlindungi guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Riau bisa dilakukan dengan paripurna," katanya.

Ia menjelaskan, obat tradisional mengandung BKO efek yang ditimbulkan sangat cepat "cespleng" namun demikian

beberapa jam setelah mengonsumsi obat itu maka sakit timbul kembali.

BKO, katanya lagi, tidak boleh digunakan sebagai campuran pada produk obat tradisional karena dapat membahayakan kesehatan. Apalagi produk diklaim dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Jika dilakukan pengamatan seksama terdapat butiran/kristal yang merupakan bahan kimia obat yang ditambahkan.

"BKO tidak boleh digunakan sebagai campuran pada produk obat tradisional karena dapat membahayakan kesehatan," katanya.

Ia menyebutkan, selama tahun 2022 terjadi peningkatan sarana distribusi obat tradisional yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) sebesar 50 persen. Seluruh temuan itu didominasi produk obat tradisional tanpa izin edar karena mengadung Bahan Kimia Obat (BKO).

Sedangkan, tahun 2021 ditemukan 25 persen sarana distribusi obat tradisional yang diperiksa Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK). Dari hasil penindakan BBPOM Pekanbaru periode 2021 ditemukan 200 item obat tradisional tanpa izin edar dan mengandung BKO, sebanyak 2,8 juta pieces dengan nilai ekonomi sebesar Rp13,3 miliar.

Pada tahun 2022, ada temuan sekitar 168 item obat tradisional tanpa izin edar dan mengandung BKO bernilai Rp3,1 milliar atau sebanyak 260 ribu pieces.

"Masyarakat harus menjadi konsumen yang cerdas, caranya tidak mudah tergiur oleh iklan dan hasil instan. Selalu cek tanggal kedaluwarsa, perhatikan bacaan peringatan atau perhatian dan jangan gunakan obat-obat tersebut bersamaan dengan resep dokter. Kunjungi website Badan POM (www.pom.go.id) untuk mengetahui OT mengandung BKO di “public warning” pesan Yosef.