APHI: Green Peace Selalu Serang Kehutanan

id aphi green, peace selalu, serang kehutanan

APHI: Green Peace Selalu Serang Kehutanan

Pekanbaru, 24/10 (antarariau.com) - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menilai, organisasi nonpemerintah (NGO) asing bernama Greenpeace tidak fair karena selalu menyerang kehutanan yang merupakan bahan baku untuk industri pulp dan kertas nasional.

"Kami merasa sepertinya Greenpeace kurang fair, kenapa kehadiran NGO tersebut di Indonesia selalu menyerang kehutanan?. Greenpeace tidak pernah mempersoalkan pertambangan," ujar Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri APHI, Nana Suparna yang dihubungi dari Pekanbaru, Kamis.

Padahal, katanya, dampak kerusakan lingkungan akibat pertambangan sangat luar biasa karena tanah betul-betul digali habis, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan yang luar biasa.

Tetapi kalau Hutan Tanaman Industri (HTI) sudah jelas dari hutan dan jadi hutan lagi. Hanya saja dulunya dari hutan alam dengan beragam jenis tanaman dan sekarang menjadi satu atau dua jenis tanaman.

Bisnis kehutanan atau bisnis kayu merupakan "green product", apalagi jika karbonnya tidak lepas semua. Lebih positif lagi jika karbon di serap semua atau berbeda dengan bisnis seperti di sektor tambang, minyak dan gas bumi (migas).

"HTI itukan menanam pohon. Makin lama kayunya ditanam, maka semakin besar dan banyak menyerap karbon. Kalau misalnya pohon ditebang kemudian ditanam lagi, maka kembali serap karbon dan HTI itu adalah bisnis hijau atau tidak melepaskan karbon," katanya.

"Tetapi kenapa Greenpeace selalu yang diserang itu, hanya kehutanan, dan apakah Freeport tersebut punya Amerika Serikat, jadi tidak pernah diributin," kata Nana.

Sementara itu, Greenpeace menfokuskan diri pada kampanye penyelamatan lingkungannya pada empat sektor yakni hutan, iklim dan energi terbarukan, air bebas limbah beracun serta perlindungan laut.

Biro Kampanye Media Greenpeace Riau Zamzami mengatakan, terhadap tambang pihaknya menaruh perhatian cukup besar seperti pertambangan batubara termasuk tambang emas oleh PT Freeport.

"Tanggal 24 Juli 2013, Greenpeace meluncurkan laporan 'Laut Indonesia Dalam Krisis' yang menegaskan secara jelas bahwa Freeport McMoran di Papua juga harus bertanggung jawab atas pembuangan 200.000 ton tailing per hari ke Sungai Otomina dan Aikwa yang kemudian mengalir ke Laut Arafuru," katanya.