Kebangkitan olahraga nasional lewat cicat-cicak KPK ..? bagian 3

id kebangkitan olahraga, nasional lewat, cicat-cicak kpk, bagian 3

Kebangkitan olahraga nasional lewat cicat-cicak KPK ..? bagian 3

Pekanbaru (antarariau.com) - Riau yang merupakan "provinsi kaya minyak" beberapa hari lalu telah usai menyelenggarakan perhelatan olahraga "multievent" yang diikuti oleh berbagai provinsi di Tanah Air.

"Multievent" nasional itu telah dilaksanakan sejak 9 September dengan dibuka langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan ditutup pada 20 September lalu oleh Wakil Presiden RI Boediono di Stadion Utama Riau.

Semua pertandingan cabang olahraga PON XVIII/2012 Riau dilaksanakan di sepuluh kabupaten/kota di Riau. Selain Ibukota Riau Pekanbaru, juga terlibat Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Pelalawan, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, Bengkalis, Dumai, Siak dan Kabupaten Indragiri Hilir.

Cabang olahraga yang dipertandingkan pada PON ada sebanyak 39 cabang dan nomor yang dipertandingkan sebanyak 555 nomor, dengan jumlah medali yang diperebutkan yakni 555 medali emas 555 medali perak dan 729 perunggu.

Jumlah atlet yang turut serta pada pentas olahraga nasional ini yakni ada sebanyak 6.515 atlet. Kegiatan ini bahkan diliput secara langsung oleh lebih dari 1.800 wartawan berbagai media nasional maupun lokal. Namun sangat disayangkan, penyelenggaraan PON di yang terus dibayangi oleh "cicak-cicak" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu terbukti tidak berjalan mulus.

Setelah jauh hari sebelumnya sempat "diacak-acak" oleh tim lembaga penegak hukum "super body" yang sempat "mencium" aroma tindak pidana korupsi dan telah menersangkakan belasan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau serta beberapa kalangan pejabat pemda dan rekanan pengerja proyek PON yang terbukti. Kini, PON Riau justru "ternodai" dengan ragam insiden.

Insisen dimaksud, mulai dari rubuhnya atap bagian depan Stadion Tenis yang berlokasi di Kompleks PT Perkebunan Nusantara V Pekanbaru, hingga kekosongan kursi di Stadion Utama Riau saat acara pembukaan yang dihadiri langsung oleh Presiden RI, bahkan ada pula insiden jebolnya arena menembak untuk nomor 25 meter.

Kondisi demikian sempat menuai protes dari berbagai daerah hingga mencoreng nama baik "Provinsi Kaya Minyak". Terlebih penginapan atlet yang disediakan ternyata tidak memiliki fasilitas yang memadai.

Gubenur Riau HM Rusli Zainal yang sekaligus bertindak sebagai Ketua Umum Panitia Besar PON XVIII/2012 menyatakan permohonan maafnya atas segala insiden tak menyenangkan itu.

PON yang carut marut menurut dia merupakan hal yang tidak disengaja dan pihaknya telah berusaha semaksimal mungkin demi kesuksesan multievent olahraga nasional itu.

Tiket Korupsi

Protes masyarakat tidak hanya pada fisik sarana dan prasarana penyelenggaraan PON Riau. Pihak panitia yang mengambil kebijakan untuk memberlakukan tiket atau biaya masuk tontonan beberapa cabang olahraga yang dipertandingkan serta acara puncak pembukaan dan penutupan "event" olahraga nasional itu juga mendapat sorotan yang tajam dari berbagai pihak.

Direktur Lembaga Hukum Advokasi Lumbung Informasi Rakyat (LHA LIRa) Riau Hj Desmaniar misalnya, yang menyatakan penjualan tiket Pekan Olahraga Nasional XVIII/2012 adalah sebuah tindak pidana korupsi.

"Penjulanan tiket PON jelas ini sudah melanggar hukum pidana korupsi," katanya di Pekanbaru.

Masalah tiket, menurut dia, juga harus disorot oleh para penegak hukum karena sangat disayangkan dan sangat merugikan rakyat.

Desmaniar menegaskan, penjualan tiket PON melanggar Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Pasal 23a UU Dasar Negara RI Tahun 1945 junto Pasal 12 butir huruf e.

Kemudian juga melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk diketahui, demikian Desmaniar, pemungutan biaya atas penyelenggaraan pemerintah harus ada payung hukumnya.

"Seperti pungutan biaya parkir ataupun pungutan pemerintah lainnya yang telah memilik peraturan daerah," katanya.

Sesuai dengan falsafahnya, kata dia, pajak yakni "tidak ada pajak kalau anda tidak mewakili saya (pemerintah)".

Sementara di Indonesia kata dia memiliki filsafah "tidak ada pajak kalau tidak ada undang-undangnya".

Untuk diketahui pula, kata dia, penyelenggaraan negara juga berasal dari uang negara yang intinya juga bagian pajak yang dibayarkan oleh rakyat.

Desmaniar menegaskan bahwa LHA LIRa Riau pada dasarnya mendukung seribu persen penyelenggaraan PON Riau agar sukses namun kesuksesan itu tidak hanya penyelenggaraan saja tetapi juga optimalnya upaya penjaminan keselamatan dan tidak ada unsur korupsi di dalamnya.

Namun Kepala Bidang Humas Panitia Besar Pekan Olahraga Nasional (PB-PON) Riau Chairul Rizki menjamin bahwa tidak ada pelanggaran hukum dalam penjualan tiket PON.

"Kami juga telah melakukan upaya-upaya untuk jangan sampai penjualan tiket ini menjadi pelanggaran hukum. Akhirnya tetap dilakukan karena mana ada yang gratis. Sedangkan olimpiade saja tiket bayar," kata dia.

"Saya juga siap menanggung penegakkan hukum kalau memang ada unsur korupsi di penjualan tiket ini," katanya.

Terus Mengintai

"Cicak-cicak" KPK pun terus mengintai. Berbagai kejanggalan yang terjadi saat penyelenggaraan PON XVIII/2012 di Riau menjadi sorotan yang utama bagi lembaga penegak hukum satu ini.

Seperti dikatakan Juru Bicara KPK Johan Budi, bahwa setiap kesalahan dan pengaduan masyarakat akan menjadi acuan pihaknya untuk menelusurinya lebih dalam. "Apakah ada unsur tindak pidana korupsinya, tergantung dari upaya yang kami lakukan," katanya.

Secara "diam-diam", Johan mengakui tim KPK terus mengembangkan kasus dugaan korupsi terhadap berbagai proyek fasilitas penunjang PON Riau.

Bahkan setiap pengaduan yang masuk, termasuk terkait adanya pemberlakuan tiket PON diakuinya akan ditelusuri secara bertahap.

KPK sepertinya mengambil langkah sesuai dengan pepatah bijak Henry Wheeler Shaw, yang menyatakan bahwa "diam bukanlah cara untuk membuktikan kesalahan". Maka, dilakukan upaya meski dalam "gerakan bawah tanah".

Semoga saja, carut-marut penyelenggaraan PON di Riau menjadi pelajaran yang berharga bagi bangsa ini untuk mampu meningkatkan kualitas dalam kompetisi olahraga.

Semoga pula, "cicak-cicak" KPK yang membayang di setiap "sendi" penyelenggaraan "event" olahraga di Tanah Air menjadi awal kebangkitan olahraga nasional yang bersih dan benar-benar membawa ke arah yang lebih baik.

"Alasan mengapa kekuatiran membunuh lebih banyak orang dibanding dengan kecelakaan kerja, adalah karena lebih banyak orang yang penuh kekuatiran dari pada bekerja," demikian Robert Frost.

Yang berlalu biarkan berlalu, bangsa ini butuh perubahan bagi setiap generasinya. Kegagalan PON Riau menjadi tolak ukur bagi negeri ini untuk lebih baik di masa yang akan datang.

"Apabila perjalanan menjadi sulit, orang yang ulet akan berjalan terus". Pepatah bijak Knute Rockne layaknya menjadi pemicu semangat bagi sang generasi penerus bangsa untuk menjadi yang lebih baik guna mencapai kesuksesan di masa depan.

Bangkitlah negeriku, bangkitlah semangat olahraga nasional....!!! ***1*** (habis)

(T.KR-FZR)