Kebangkitan olahraga nasional lewat cicat-cicak KPK ?

id kebangkitan olahraga nasional lewat cicat-cicak kpk

Kebangkitan olahraga nasional lewat cicat-cicak KPK ?

Jangan terburu buru nanti akan berakibat malu, haraplah sabar biar jangan dikatakan orang bar bar. Pepatah bijak ini layaknya menjadi panduan bagi langkah kebangkitan olahraga nasional. Meski harus lewat "cicak-cicak" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Entah karena apa harus dikatakan "cicak", padahal langkahnya begitu membawa perubahan bagi bangsa ini. Terlepas potensi adanya "aroma" politis di dalamnya, namun KPK benar-benar mampu membuat para "tikus-tikus berdasi" (seperti lirik lagu Iwan Fals) menjadi gerah dan mudah-mudahan berfikir untuk taubat nasuha. Asal jangan "hangat-hangat tahi ayam", ada hidangan menggiur, tiada lawan, langsung disikat.

"Taring" KPK yang begitu "tajam" terakhir berhasil mengungkap adanya "kong-kalikong" di "tubuh" berbagai proyek fasilitas yang akan difungsikan untuk penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII/2012 yang baru saja berlalu di Provinsi Riau.

Kasus ini berawal dari tertangkaptangannya sebanyak tujuh anggota DPRD Riau oleh KPK pada awal April 2012 silam. Masing-masing yakni Faisal Aswan, Adrian Ali, Indra Isnaini, Muhammad Dunir, Ramli Sanur, Tengku Muhaza, dan Turochan Ashari. Keseluruhannya menjalani pemeriksaan intensif di Markas Reserse Kriminal Khusus Polda Riau di Pekanbaru setelah diduga terlibat suap terkait proyek PON 2012.

Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha di Jakarta kepada wartawan menyatakan ditangkapnya ketujuh wakil rakyat itu berawal dari adanya laporan masyarakat.

Ketika itu, tim KPK yang terdiri dari sepuluh orang terbagi menjadi dua tim berangkat ke Riau sejak beberapa hari sebelum penangkapan dilakukan.

Penyergapan dilakukan di dua lokasi berbeda namun masih di Kota Pekanbaru. Seperti dikatakan Nugraha, penangkapan pertama dilakukan di rumah Politisi Golkar atas nama Muhammad Faisal Aswan.

Pada penggerebekan di satu lokasi ini, tim KPK berhasil menyeret pemilik rumah sekaligus seorang pihak pejabat PT Pembangunan Perumahan (PP) atas nama Rahmat Syahputra serta dua pejabat Dinas Pemuda dan Olahraga Riau masing-masing Eka Dharma Putra selaku Kepala Seksi Sarana dan Prasarana, kemudian Lukman Abbas selaku Kepala Dispora Riau. Selanjutnya, enam Anggota DPRD lainnya ditangkap di Kantor DPRD Riau.

Pada penangkapan ketujuh wakil rakyat beserta dua pejabat pemerintahan setempat dan seorang pejabat pihak swasta ini, KPK juga berhasil menyita uang tunai sebesar Rp900 juta yang tersimpan dalam tiga bagian. Uang tunai itu menjadi alat bukti kuat terkait dugaan penyuapan di kalangan "cinta segituga" (legislatif-eksekutif-swasta).

Tetapkan Tersangka

Setelah upaya pemeriksaan yang dilakukan selama kurang dari 24 jam di Markas Reskrimsus Polda Riau, KPK ketika itu akhirnya memunculkan empat nama tersangka. Di mana dua di antaranya dari kalangan legislatif daerah, seorang pihak eksekutif dan seorang lainnya dari pihak rekanan pengerja proyek arena PON Riau.

Dua anggota DPRD Riau yang dimaksud, yakni Muhammad Dunir dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Muhammad Faisal Aswan dari Fraksi Golkar. Sementara seorang lainnya yakni atas nama Eka Dharma Putra selaku Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Olahraga pada Dispora Riau. Seorang lagi yakni dari PT PP atas nama Rahmat Syahputra.

Dengan ditetapkannya sejumlah tersangka itu, KPK tidak lantas berpuas hati. Upaya penyelidikan dan pengembangan kasus dugaan suap proyek PON Riau terus dilakukan hingga pada akhirnya, pada awal Juli 2012, penegak hukum "super boddy" itu kembali menetapkan tujuh tersangka baru yang juga dari kalangan DPRD Riau.

Ketujuhnya dianggap terlibat secara langsung atas kasus suap pembahasan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2010 terkait arena menembak dan Perda Nomor 5 tahun 2008 tentang Stadion Utama senilai Rp900 miliar .

Tujuh tersangka tersebut masing-masing yakni Adrian Ali dari Fraksi PAN, Abubakar Siddik dari Fraksi Golkar, Tengku Muhazza dari Fraksi Demokrat, Syarif Hidayat dari Fraksi PPP, Zulfan Heri dari Fraksi Golkar, M Roem Zein dari Fraksi PPP, dan Toeruchan Ashari dari Fraksi PDIP.

Para wakil rakyat ini dikenakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Jo 55 ke 1 KUHP.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Tanjung Lesung, Banten, memastikan bahwa pengembangan kasus ini akan terus dilakukan, bahkan hingga menelusuri pihak-pihak lainnya yang diduga turut terlibat kasus tersebut.

Tidak hanya menelusuri kasus dugaan suap revisi peraturan daerah (Perda) tentang pembangunan arena PON Riau, tetapi KPK juga tengah mengincar dugaan korupsi pada proyek pembangunan berbagai fasilitas penunjang pelaksanaan "multievent" olahraga nasional itu.

Pengembangan itu dilakukan sejalan dengan upaya penyidik melengkapi berkas empat tersangka yang belum diselesaikan pada waktu itu. Terlebih pemeriksaan saksi-saksi masih terus digelar, disamping mengikuti perkembangan persidangan suap PON yang sedang berjalan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru Riau.

Dari informasi yang dihimpun, awalnya Pemerintah Pusat memprediksi proyek pembangunan Main Stadium Riau hanya akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 miliar. Dengan anggaran tersebut, Pusat berencana membantu sebagian anggarannya, yakni Rp 240 miliar. Namun pada kenyataannya, nilainya begitu mengejutkan, yakni hingga melampaui Rp900 miliar.

Karena penyusunan anggaran awalnya diduga sudah salah, Pemerintah Pusat mengurungkan bantuan tersebut karena takut terlibat "mark-up". Hal ini disebakan adanya indikasi bahwa Pemerintan Provinsi Riau menyusun harga berdasarkan plafon tertinggi, sehingga dikhawatirkan bisa menjadi temuan dikemudian hari.

Yang menjadi acuan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) adalah pengalaman menghitung pembangunan Stadion Gedebage Bandung dan Gelora Bung Tomo Surabaya. Anggaran kedua stadion itu masing-masing tak sampai Rp 450 miliar.

Belakang diketahui kalau anggaran untuk Stadion Utama Riau yang berada di komplek Universitas Riau itu sudah menelan APBD Riau hingga Rp1,118 triliun dari anggaran sebelumnya Rp 900 miliar.

Pemeriksaan Saksi

Sampai dengan saat ini, KPK mengabarkan masih terus memeriksa sejumlah saksi-saksi yang diduga mengetahui atau bahkan turut terlibat pada persekongkolan koruptor.

Tidak tanggung-tanggung, hampir seluruh anggota legislatif Riau turut dipanggil untuk dimintai keterangan. Bahkan pejabat nomor satu di "Bumi Melayu Lancang Kuning", yakni Gubernur Riau HM Rusli Zainal juga turut dimintai keterangan seputar persoalan itu.

Seperti dikatakan Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, bahwa penyidikan kasus suap revisi peraturan daerah (Perda) PON Riau masih terus didalami.

Bahkan dalam waktu dekat usai penyelenggaraan PON XVIII/2012 di Riau, lembaga "super body" itu akan mengumumkan adanya tersangka baru.

Entah siapa yang bakal terjerat, yang jelas publik masih akan menantikannya dengan senang hati. Hal itu, demi kebangkitan olahraga nasional yang intinya adalah, "belajar bagaimana cara belajar adalah keahlian terpenting dalam hidup, sekalipun belajaran itu menyakitkan hati," demikian Tony Buzan. ***1*** (bersambung)

(T.KR-FZR)