New York (ANTARA) - Anggota Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pada Kamis mendukung upaya Uni Afrika memediasi Ethiopia, Mesir dan Sudan dalam perselisihan pengoperasian bendungan pembangkit listrik tenaga air raksasa di Blue Nile, Ethiopia. Mereka mendesak para pihak untuk melanjutkan pembicaraan.
Mesir dan Sudan sama-sama meminta DK PBB untuk turun tangan, setelah Ethiopia awal pekan ini mulai mengisi waduk di belakang Bendungan Besar Renaisans Ethiopia (GERD) untuk tahun kedua. Ethiopia menentang keterlibatan DK PBB dalam sengketa itu.
Baca juga: Pemerintah pusat segera bangun bendungan Riam Kiwa antisipasi banjir Kalsel
"Solusi seimbang dan setara terkait pengisian dan pengoperasian GERD dapat dicapai dengan komitmen politik dari semua pihak," kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, kepada dewan.
"Dimulai dengan kembali bernegosiasi secara produktif. Negosiasi harus dipimpin Uni Afrika dan harus dimulai lagi segera," katanya, seraya menambahkan bahwa Uni Afrika "adalah tempat paling tepat untuk mengatasi perselisihan ini."
Banyak diplomat khawatir keterlibatan DK PBB dalam perselisihan itu jadi preseden negara-negara lain untuk meminta bantuan dewan dalam sengketa air.
Ethiopia mengatakan bendungan di sungai Blue Nile itu sangat penting untuk pembangunan ekonomi dan pasokan listrik. Namun, Mesir memandangnya sebagai ancaman besar bagi sungai Nil yang memasok air ke hampir seluruh wilayah negara itu.
Sudan, negara hilir lainnya, telah menyatakan keprihatinan tentang keamanan bendungan dan dampaknya terhadap bendungan dan stasiun airnya sendiri.
Tunisia telah mengusulkan rancangan resolusi DK PBB yang menyerukan kesepakatan mengikat antara Ethiopia, Sudan, dan Mesir tentang pengoperasian bendungan GERD dalam enam bulan. Belum jelas apakah atau kapan pemungutan suara bisa dilakukan.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry meminta DK PBB untuk mengadopsi resolusi tersebut.
"Kami tidak berharap dewan merumuskan solusi atas masalah hukum dan teknis yang belum selesai, kami juga tidak meminta dewan untuk memberlakukan syarat-syarat penyelesaian," katanya.
"Resolusi ini bersifat politis dan tujuannya ... adalah untuk melanjutkan perundingan."
Menteri Luar Negeri Sudan Mariam Sadiq al-Mahdi juga mendesak dewan untuk bertindak dengan menyerukan kelanjutan negosiasi dan meminta Ethiopia untuk tidak melakukan tindakan sepihak.
Menteri Air, Irigasi dan Energi Ethiopia Seleshi Bekele Awulachew mengatakan kesepakatan atas pengoperasian bendungan senilai 5 miliar dolar (sekitar Rp72 triliun) itu "semakin dekat". Dia menyesalkan Mesir dan Sudan yang membawa persoalan itu dalam sidang DK PBB.
"Kami mendesak saudara-saudara kami di Mesir dan Sudan untuk memahami bahwa resolusi untuk masalah sungai Nil ini tidak akan datang dari Dewan Keamanan. Itu hanya bisa datang dari perundingan dengan niat baik," katanya kepada dewan.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menyarankan kedua negara bertemu saat berada di New York untuk mencoba menyelesaikan beberapa masalah.
Baca juga: Presiden Joko Widodo resmikan Bendungan Sindang Heula Kabupaten Serang
Baca juga: Kementerian PUPR targetkan 4 bendungan di Jawa Timur bisa rampung tahun ini
Sumber: Reuters