Ternyata Bambu Bisa Jadi Papan Berkualitas Tinggi

id ternyata bambu, bisa jadi, papan berkualitas tinggi

Ternyata Bambu Bisa Jadi Papan Berkualitas Tinggi

Bogor, (antarariau) - Peneliti Departemen Teknologi Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor Prof Muh Yusram Massijaya menemukan inovasi pemanfaatan limbah kayu dan anyaman bambu betung sebagai bahan baku papan komposit berkualitas tinggi.

"Jadi penelitian ini membuktikan sebenarnya bahwa bahan yang berkualitas rendah itu bisa dibuat menjadi suatu produk berkualitas tinggi dengan sentuhan teknologi dan pengetahuan yang sudah kita kuasai selama ini," katanya di Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Muh Yusram Massijaya baru saja meluncurkan inovasi yang dikerjakan bersama timnya yaitu Prof Yusuf Sudohadi dan Dr Sukma Surya Kusumah di kampus IPB Dramaga.

Dikemukakannya bahwa saat ini pasokan kayu dari hutan alam mengalami penurunan sedangkan permintaan mebel dan bahan bangunan semakin bertambah.

"Oleh Karena itu dibutuhkan inovasi yang dapat menjadi pengganti kayu lapis dengan kualitas tinggi," katanya.

"Seperti kita ketahui sekarang suplai kayu sudah sangat menurun dari hutan alam sehingga kita cari alternatif dari hutan tanaman atau bahan-bahan lain selain kayu yang mengandung lignin dan selulosa," katanya.

Ia memberi contoh misalnya dari pertanian seperti bambu yang dapat menjadi alternatif.

Disebutkannya bahwa teknologi produksi papan komposit yang umum saat ini menghasilkan emisi formaldehida yang tergolong tinggi karena menggunakan perekat melamine formaldehida (MF).

Pada pemanfaatan limbah kayu dan anyaman bambu betung sebagai bahan baku papan komposit ini, Yusram dan timnya juga mengembangkan formulasi campuran perekat MF dan Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI) untuk menekan emisi formaldehida dan memenuhi syarat ramah lingkungan, serta penambahan parafin untuk meningkatkan stabilitas dimensi papan komposit.

Salah satu keunggulan lain dari inovasi ini adalah dapat menjadi substitusi kayu lapis dengan kualitas lebih baik.

"Hasil dari inovasi ini dapat mengganti vinyal yang pada umumnya dibuat dari kayu diameter besar atau kayu utuh dalam bentuk kayu log. kemudian di tengahnya kita pakai limbah kayu," katanya.

Selain limbah kayu, kata dia, bisa dipakai bahan lain seperti limbah pertanian, ampas tebu, bisa juga bambu.

Pilihan Bambu

Ia menjelaskan, selain menggunakan limbah kayu, bahan baku yang digunakan dapat menggunakan bahan baku dari anyaman bambu betung.

"Bambu dipilih karena memiliki banyak potensi di Indonesia," katanya.

Menurut dia, tim peneliti ingin menggabungkan antara bahan lignin selulosa itu, terutama bambu, karena bambu potensinya banyak di Indonesia hanya memang tersebar dan sudah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.

Dalam proses pengolahanya, kata dia, juga untuk lapisan luar (face and back) dan limbah kayu industri untuk lapisan inti (core).

Selain itu, katanya, produk dari anyaman bambu ini dapat menghasilkan produk dengan estetika tinggi.

"Dalam proses pengolahannya, anyaman dikeringkan sampai kadar airnya di bawah 10 persen kemudian macam-macam limbah kayu kita ambil, terus kita jadikan partikel, dikeringkan, kemudian dicampur dengan perekat MF dan MDI setelah itu kita panaskan dengan kondisi tertentu tergantung ketebalan dan jenis perekatnya," katanya.

Namun, diakuinya para peneliti memiliki tantangan untuk bahan baku limbah, yakni volume limbah yang tersedia dalam satu tempat relatif kecil.

Keberadaan limbah yang menyebar, katanya, juga menjadi tantangan tersendiri bagi para peneliti.

"Pasokan limbah itu tidak berada di satu tempat yang terkumpul. Jadi memang limbah itu dari segi volume itu kurang untuk skala industri besar, tapi mungkin untuk skala industri kecil mungkin kita masuk," katanya.

Sedangkan pada bahan baku utama dari bambu betung justru memiliki kelebihan tersendiri.

Kelebihan tersebut dapat ditinjau dari segi waktu panen apabila dibandingkan dengan kayu. Bambu betung dapat panen cepat yakni hanya dengan waktu tiga sampai empat tahun.

Dengan hal tersebut tentunya dapat mengurangi ketergantungan pada kayu yang pada umumnya memerlukan waktu delapan sampai 30 tahun untuk melakukan panen.

Dalam potensi aplikatifnya, limbah ini dapat diolah menjadi produk-produk mebel, plafon, bahkan dinding dengan mengatur ketebalannya.

Sejalan dengan hal tersebut, inovasi juga dikembangkan untuk industri rumahan (home industry) .

"Kita bisa introduksikan ke pengrajin-pengrajin kecil agar mereka bisa membuat produk-produk kecil seperti meja belajar anak, plafon indah dengan ukuran yang tidak harus besar cukup dengan ukuran 30 cm x 60 cm," demikian Muh Yusram Massijaya.