WWF: Usut Kematian 12 Gajah Sumatera

id wwf usut, kematian 12, gajah sumatera

WWF: Usut Kematian 12 Gajah Sumatera

Pekanbaru, (antarariau) - Organisasi penyelamatan satwa WWF (World Wide Fund fot Natur) mendesak pemerintah pusat dan daerah serta penegak hukum untuk serius mengusut tuntas kasus matinya 12 ekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Provinsi Aceh dan Riau selama tiga bulan terakhir.

Manajer Program WWF Riau, Suhandri, dalam rilis pers kepada ANTARA di Pekanbaru, Senin, mengatakan selama Maret-Juni 2012 tercatat ada tujuh kematian gajah di kawasan blok hutan Tesso Nilo, Riau. Kasus kematian yang terakhir ditemukan di konsesi akasia perusahaan industri kehutanan pada 7 Juni 2012, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan.

"Seekor gajah jantan muda ditemukan mati dengan kondisi gading hilang," katanya.

Penyebab kematian belum diketahui pasti karena sebagian gajah mati tersebut ditemukan setelah menjadi kerangka dan dalam keadaan gading hilang. Kematian dua dari tujuh gajah tersebut terjadi di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, dimana dua ekor diantaranya berkelamin jantan.

Hanya satu diantaranya ditemukan masih dalam keadaan utuh bergading, yang kini diamankan oleh Balai Taman Nasional Tesso Nilo setelah dilakukan otopsi oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau.

Menurut dia, perambahan yang berlangsung di dalam taman nasional tersebut diduga menjadi salah satu penyebab semakin tingginya konflik manusia-gajah yang berujung pada kematian gajah. Selain itu, perlu diselidiki kemungkinan adanya pihak-pihak yang memanfaatkan konflik untuk mendapatkan gading gajah.

"Perambahan di Taman Nasional Tesso Nilo harus ditangani dengan serius dan segera. Jika tidak konflik manusia-gajah akan terus terjadi di kawasan yang dicadangkan menjadi Pusat Konservasi Gajah tersebut. Kementerian Pertanian dan dinas terkait di daerah juga harus peduli dan mengontrol secara ketat keberadaan rantai pasok industri kelapa sawit dan perizinannya serta implikasinya dengan kawasan konservasi dan keanekaraman hayati," kata Suhandri.

Sedangkan, di Aceh tercatat lima ekor gajah mati antara Maret dan Juni 2012. Dua ekor gajah ditemukan mati di Aceh Jaya pada bulan Maret dan Mei, disusul dengan tiga ekor gajah lainnya yang mati di kawasan perkebunan masyarakat di Aceh Timur pada tanggal 2 Juni.

"Kami sangat menyayangkan matinya gajah-gajah tersebut. Pengembangan perkebunan pada jalur-jalur lintasan gajah, memicu terjadinya konflik yang berkepanjangan. Namun demikian, seharusnya hal ini tidak terjadi jika ada upaya mitigasi dan pencegahan di daerah-daerah yang rawan konflik gajah. Meningkatnya konflik gajah ini mengindikasikan perlunya segera implementasi Protokol Mitigasi Konflik Gajah dan Manusia di Aceh. Pemerintah dan pihak-pihak terkait Aceh perlu segera memprioritaskan hal ini,” kata Manajer Program WWF Aceh, Dede Suhendra.

Direktur Program Kehutanan, Spesies dan Air Tawar WWF-Indonesia, Anwar Purwoto, mengatakan WWF siap membantu pemerintah dan penegak hukum untuk mengusut tuntas setiap kematian gajah yang terjadi, termasuk yg belum lama ini terjadi di Aceh dan Riau. Selain itu ia mengatakan WWF juga meminta berbagai pihak meningkatkan efektivitas, intensitas dan luasan cakupan patroli pencegahan konflik, baik yang dilakukan oleh tim khusus maupun yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat di habitat gajah.

Populasi gajah Sumatera menurun drastis dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) menaikkan status keterancaman gajah sumatera dari “genting” menjadi “kritis”, hanya selangkah dari status "punah di alam".

Ini merupakah status terburuk dibandingkan subpecies gajah yang lain, baik di Asia maupun Afrika. Saat ini jumlah gajah sumatera di alam diperkirakan tidak lebih dari 2.400–2.800 ekor saja, yang mana turun 50 persen dari populasi sebelumnya yaitu 3.000-5.000 individu pada tahun 2007.

Hilangnya habitat akibat alih fungsi hutan merupakan penyebab utama penurunan populasi gajah.