Perjuangan para orangtua menjadi guru kedua saat pandemi

id Pjj,Pandemi, pekanbaru

Perjuangan para orangtua menjadi guru kedua saat  pandemi

Kadisdik Kota Pekanbaru Ismardi Ilyas. (ANTARA/dok)

Pekanbaru (ANTARA) - PandemiCOVID-19 bukan saja mengakibatkan kehilangan ratusan ribu nyawa dan kerugian materi yang tidak terhitung, tetapi juga telah merubah pola hidup masyarakat sehari- hari, termasuk sistem pendidikan mulai tingkat Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi.

Sebelum pandemiCOVID-19, proses belajar mengajar dilaksanakan dengan tatap muka. Tetapi sejak pandemipada sekitar Maret 2020, sistem tersebut berubah baik secara nasional maupun daerah. Khusus di Pekanbaru ketika itu Pemerintah Kota memindahkan proses belajar mengajar ke rumah yang dinamakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dengan mengandalkan sistem dalam jaringan (daring) dan perangkat ponsel pintar, jutaan siswa belajar dari rumah, kebijakan ini diambil guna memutus mata rantai penularan virus asal Wuhan tersebut.

Tidak dipungkiri akibat perubahan sistem belajar tersebut, telah berdampak langsung bagi anak sekolah. Mereka mulai jenuh karena tidak lagi berangkat ke sekolah bertemu teman-teman dan guru. Selanjutnya para orangtua juga dituntut memberikan perhatian lebih, berperan mengatur, mengajarkan pelajaran hingga anak paham, mampu menyelesaikan jawaban pertanyaan demi pertanyaan yang dikirim sang guru melalui whattsapp (WA) grup yang dibuat khusus bagi orangtua dan murid.

Wajib miliki ponsel pintar

Sejak PJJ dimulai para orangtua pun wajib miliki ponsel pintar, untuk dibuatkan WA grup khusus oleh guru kelas, yang berguna menjadi sarana menyampaikan semua tugas dan materi sekolah bagi murid.

Bagi sebahagian orangtua yang tadinya tidak memiliki perangkat tersebut, dengan segala keterbatasan berusaha membeli ponsel pintar. Seperti yang dilakukan Vina (35) orangtua Fadlan, siswa kelas IV SDN dan Aldi abangnya pelajar SMP di Pekanbaru.

Vina terpaksa membeli ponsel pintar supaya anaknya tidak ketinggalan pelajaran. Dengan keterbatasan ekonomi ia hanya mampu membeli sebuah perangkat bekas agar lebih murah dan terjangkau koceknya. Apalagi pekerjaan sang suami yang serabutan, kondisi ini semakin memberatkan belum lagi harus membeli pulsa untuk kebutuhan paket.

"Tiap pagi Senin - Sabtu sekitar pukul 09.00 WIB guru kelas sudah mengirim tugas dan materi bidang studi lewat WA grup, yang harus dikerjakan oleh anak-anak lalu mengembalikan jawabannya ke guru kelas," kata Vina.

Beruntung keluhan paket internet anak sekolah oleh orangtua ini, cepat ditanggapi Pemerintah dengan memberikan bantuan sebesar 35GB per bulannya bagi per siswa.

Butuh bimbingan orangtua

Sistem PJJ dinilai para guru dan orangtua kurang efektif dalam pendidikan anak, karena menimbulkan banyak dampak seperti tidak maksimalnya guru menerangkan sebuah materi. Terutama bagi sebahagian siswa yang memiliki kemampuan terbatas akan sulit menerangkan ulang seperti waktu tatap muka dan sebagainya.

Namun semua memaklumi karena hanya cara itu yang dapat dilakukan, untuk tetap belajar di tengah COVID-19 sekaligus penerapan protokol kesehatan.

Hal ini tentu butuh bantuan orangtua sebagai guru kedua, agar apa yang disampaikan dan diharapkan guru bisa dimengerti walau tidak maksimal.

Ia mengakui sejak pandemi cara belajar jauh berbeda, ia harus memberikan waktunya lebih banyak untuk mendampingi anak-anak . Kalau saat dulu bersekolah tatap muka ia hanya menyiapkan keberangkatan ke sekolah, dan menyerahkan sepenuhnya pada guru.

"Kini kita harus ikut mendampingi, memeriksa tugas yang diberikan lalu mengarahkan untuk menjawab selanjutnya menyerahkan pada guru, tidak jarang jika anak sulit mengerti saya berkomunikasi dengan gurunya," katanya.

Vina juga yang bekerja menjadi tukang cuci di rumah orang itu, belakangan harus membagi waktu untuk membimbing anaknya belajar daring. Sebelum berangkat terlebih dahulu mengawasi anak-anak menyelesaikan tugas sekolah.

"Saya sering mencuri waktu sebelum kerja untuk mengajari pelajaran yang dinilai sulit seperti matematika," katanya.

Diakui atau tidak sistem belajar daring telah memaksa para orang tua dengan segala keterbatasan latar belakang pendidikannya untuk mendampingi anak-anak belajar di rumah. Bukan hanya itu juga harus berkorban waktu, dan uang.

"Sering orangtua siswa menelepon kadang tengah malam, menanyakan bagaimana terkait tugas yang diberikan guru," kata Hotma (58) guru SDN 159 kelas II di Pekanbaru.

Hotma menjelaskan anak-anak yang tidak paham, jika orangtuanya melaporkannya maka bisa dibantu dijelaskan ulang, akan tetapi tidak semua mereka mau peduli ada juga yang cuek, kondisi inilah yang menjadi kendala PJJ.

"Kami guru semampunya akan menjelaskan kapan saja dihubungi lewat telepon akan dijawab, agar orangtua tahu dan mampu menerangkan sama anak-anak mereka, karena dengan kondisi pandemisekarang kunci keberhasilan belajar adalah orangtua," kata Hotma.

Hotma mengatakan peran orangtua di masa pandemiseimbang dengan guru dalam sistem PJJ, terbalik saat sebelumnya tatap muka peran guru lebih banyak 80 persen di sekolah dan orangtua 20 persen di rumah.

"Maka kami berharap orangtua kini juga sama perannya dengan guru di rumah agar mau berkorban demi tetap menjaga ritme dan kualitas belajar anak di masa pandemi," katanya.

Kurikulum darurat

Sejak PJJ diberlakukan, Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru mulai memberlakukan kurikulum darurat di masa pandemi COVID-19 sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.

Plt Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Pekanbaru Ismardi Ilyas mengatakan, kurikulum darurat merupakan salah satu solusi saat PJJ, dimana tidak semua pelajaran dari kurikulum yang ada disampaikan.

"Dalam kurikulum darurat ada mata pelajaran yang bisa dikurangi 20 persen dan bahkan sampai 40 persen dari muatan semua mata pelajaran di Kurikulum 2013 (K-13). Misalnya pelajaran matematika tidak semua diajarkan," katanya.

Kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa.

"Siswa tetap belajar dan melakukannya di rumah bersama orang tua dengan sistem e-learning," katanya.

Ia mengimbau selama libur COVID-19 orangtua menjaga anak -anak tidak bermain di tempat keramaian ,seperti pasar, mal dan sebagainya. Jika hendak keluar tetap menerapkan protokol kesehatan yakni 4M, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari keramaian.