Kejati Riau Hentikan Penyidikan Dugaan Tipikor RTH

id kejati riau, hentikan penyidikan, dugaan tipikor rth

Kejati Riau Hentikan Penyidikan Dugaan Tipikor RTH

Pekanbaru (Antarariau.com) - Penyidik Pidana Khusu Kejaksaan Tinggi Riau menghentikan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi ruang terbuka hijau (RTH) Kaca Mayang setelah diklaim tidak ditemukannya kerugian dalam pembangunan taman senilai Rp7 miliar tersebut.

"Berdasarkan hasil audit teknis ditemukan kekurangan secara teknis itu adalah sebesar Rp40 ribu. Dimana dalam kacamata teknis, (jika) di bawah Rp50 ribu, itu bisa dibulatkan ke bawah. Jadi bisa dianggap Rp0," kata Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau, Subekhan di Pekanbaru, Senin.

Dalam penanganan perkara tersebut, ia mengatakan penyidik telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3.

Kejati Riau sebelumnya mulai melakukan penyidikan dugaan adanya tindak pidana korupsi pembangunan RTH yang berlokasi di pusat Kota Pekanbaru tersebut.

Proses penyidikan juga melibatkan Kejati Riau meminta bantuan tim ahli teknis dari Medan, Sumatera Utara (Sumut) untuk melakukan cek fisik terhadap RTH yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru itu.

Dari cek fisik itu dilakukan pada akhir Februari 2018 lalu itu, diperoleh hasil bahwa ditemukan kekurangan secara teknis sebesar Rp40 ribu.

Dengan begitu, lanjutnya, penyidik menyimpulkan bahwa tidak ada unsur kerugian negara dalam pembangunan RTH Kaca Mayang, dan memutuskan untuk menghentikan proses penyidikan dugaan korupsi pembangunan proyek yang dikerjakan tahun 2016 lalu itu.

"Sehingga terhadap penyidikan tersebut telah dilakukan penghentian," tegas Subekhan.

"Kerugian" sebesar Rp40 ribu tersebut sebenarnya telah disampaikan Subekhan pada Juni bulan lalu. Meski secara teknis dianggap tidak ada kerugian negara, namun Kejati Riau masih belum menentukan sikap dan dirinya memilih untuk melakukan evaluasi terlebih dahulu.

Lebih jauh, Subekhan juga memastikan pihaknya tidak akan melakukan audit pembanding, termasuk ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Ia menuturkan sejatinya BPKP juga menyandarkan audit ke tim pemeriksa fisik teknis yang dilakukan oleh ahli dari Medan, Sumatera Utara tersebut.

Pembangunan RTH Putri Kaca Mayang ini dibangun bersamaan dengan RTH Tunjuk Ajar di Jalan Ahmad Yani pada tahun 2016 lalu. Khusus untuk RTH yang terakhir, terdapat rekayasa proyek untuk memenangkan satu kontraktor.

Pembangunan dua RTH dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau yang dipimpin Dwi Agus Sumarno (DAS). Dari anggaran itu, dialokasikan Rp450 juta untuk membangun Tugu Integritas yang ada di RTH Tunjuk Ajar Integritas.

Tugu itu diresmikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada 10 Desember 2016 lalu pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Riau sebagainya simbol bangkitnya Riau melawan korupsi.

Terkhusus RTH Tunjuk Ajar, penyidik telah menetapkan 18 orang tersangka termasuk mantan Kepala Dinas Ciptada Riau Dwi Agus Sumarno. Dia bersama seorang rekanan Yuliana J Bagaskoro (YJB), dan dari pihak konsultan pengawas, Rinaldi Mugni, yang telah dihadapkan ke proses persidangan.

Sementara tiga tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Panca Mandiri Consultant, Reymon Yundra, dan seorang staf ahlinya Arri Arwin, serta Khusnul yang merupakan Direktur PT Bumi Riau Lestari (RBL), juga telah dilakukan penahanan.

Selain itu, juga terdapat 12 tersangka lainnya. Mereka di antaranya, Ketua Pokja ULP Provinsi Riau Ikhwan Sunardi, Sekretaris Pokja, Hariyanto dan anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi, Hoprizal.

Kemudian, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Adriansyah dan Akrima ST juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yusrizal dan ASN Silvia. Terhadap mereka, nasibnya akan ditentukan belakangan, setelah 6 tersangka yang telah ditahan dilimpahkan ke pengadilan.

Dugaan korupsi pada dua RTH di Pekanbaru ditangani dengan melibatkan ahli multidisiplin ilmu. Perbuatan melawan hukum terjadi bukan pada penganggaran namun terhadap proses dari lelang hingga pembayaran.

Dari konstruksi hukum yang didapati penyidik, ada tiga model perbuatan melawan hukum. Pertama, pengaturan tender dan rekayasa dokumen pengadaan. Kedua, ditemukan pula bukti proyek ini langsung dan tidak langsung ada peran dari pemangku kepentingan yang harusnya melakukan pengawasan namun tidak dilakukan. Ketiga, ditemukan bukti proyek ini ada yang langsung dikerjakan pihak dinas.