Berikut tujuh tersangka baru korupsi Bank BUMN di Bengkalis, salahsatunya mantan Kades

id Korupsi,Korupsi BNI,Kejati Riau,Ditreskrimsus Polda Riau

Berikut tujuh tersangka baru korupsi Bank BUMN di Bengkalis, salahsatunya mantan Kades

Ilustrasi korupsi. (ANTARA/Ardika/am)

Pekanbaru (ANTARA) - Sebanyak tujuh tersangka baru ditetapkan dalam dugaan korupsi yang terjadi di Bank milik BUMN di Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bengkalis, salah satunya oknum kepala desa di kabupaten tersebut.

Hal itu diketahui dari surat pemberitahuan penetapan tersangka yang diterima Jaksa Peneliti pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dari penyidik kepolisian.

Dalam surat itu disampaikan bahwa ada tujuh orang tersangka baru dalam perkara rasuah yang merugikan keuangan negara sebesar Rp46,6 miliar.

"Penanganan perkara dilakukan oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Riau," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau Zikrullah, Rabu.

Para tersangka baru itu masing-masing berinisial S yang merupakan Kuasa Usaha Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat dan AM, Ketua Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat.

Dua nama yang disebutkan pertama itu menjadi terdakwa dalam perkara lain, yakni tindak pidana penggelapan. Saat ini kasusnya tengah bergulir di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Tersangka lainnya adalah dan JS yang merupakan wiraswasta. Lalu, S selaku Ketua Kelompok Tani Mas Muda), dan bendaharanya, SD.

"Terakhir tersangka inisial S. Dia Kepala Desa Bandar Jaya," kata Zikrullah.

Lanjutnya, saat ini penyidik masih berusaha melengkapi berkas perkara para tersangka. Jika sudah rampung, akan dilimpahkan ke Jaksa Peneliti untuk ditelaah terkait kelengkapan syarat formil dan materil.

"Jaksa Peneliti masih menunggu berkas perkara dari penyidik," pungkas Zikrullah.

Penanganan perkara dugaan korupsi penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) di salah satu bank BUMN di Bengkalis ini dilakukan Ditresnarkoba Polda Riau.

Sebelumnya, penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka yang saat ini perkaranya tengah bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

Tiga tersangka yang berstatus terdakwa itu adalah Romy Rizki, mantan kepala cabang bank tersebut. Pesakitan lainnya adalah Doni Suryadi dan Eko Ruswidyanto yang merupakan mantan pegawai bank yang sama.

Seiring jalannya waktu, penyidik kembali menetapkan tersangka baru. Jumlahnya adalah tujuh orang.

Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Anom Karibianto menyebutkan ketujuh tersangka ini adalah pihak yang diuntungkan dengan dugaan tindak pidana yang terjadi.

Kasus korupsi ini terungkap setelah kantor cabang bank yang di Dumai melakukan pengolahan data portepel kredit pada unit kerja wilayah tugas bank KCP Bengkalis, 22-23 Juni 2023.

Petugas bank melakukan pemanggilan atau menghubungi 16 debitur secara acak dan menemukan adanya pemberian fasilitas KUR tidak sesuai ketentuan.

Atas temuan tersebut, satuan audit Internal bank di kantor pusat melakukan audit secara menyeluruh terhadap debitur yang menerima fasilitas KUR di bank KCP Bengkalis tersebut.

Saat itu, ditemukan 654 debitur yang nama atau identitas digunakan dalam pengajuan KUR, untuk keuntungan pihak lain atau pihak ketiga. Total penyaluran KUR tercatat Rp65.200.000.000 pada Oktober 2020 sampai dengan Juni 2022.

Petugas bank KCP Bengkalis yang menyalurkan dana KUR, tidak melakukan verifikasi kebenaran debitur berikut usaha serta aset yang menjadi jaminan. Analisa hanya dilakukan berdasarkan kelengkapan data-data yang diberikan oleh pihak lain atau pihak ketiga yang diuntungkan. Sehingga, menimbulkan kerugian pada bank pelat merah tersebut.

Tersangka Romy selaku pimpinan bank KCP Bengkalis periode Agustus 2020-April 2021 bertindak sebagai pemutus, menyetujui usulan pembiayaan KUR kepada 198 orang debitur perorangan, masing-masing Rp100 juta.

Uang itu untuk pembelian kebun kelapa sawit seluas 2 hektare dari tersangka Doni Suryadi, selaku Penyelia Pemasaran untuk dapat diberikan pembiayaan dalam bentuk kredit (lending) yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan bank.

Uang pencairan KUR tidak digunakan oleh masing-masing debitur, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai Rp46,6 miliar.