Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Riau mencatat sebanyak 824 perempuan dan anak setempat yang alami tindak kekerasan sejak 2012 hingga 2018.
"Terbanyak itu pada tahun 2017 ada 160 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Riau Hidayati Effiza di pada acara Rapat Koordinasi penguatan sistem penanganan kekerasan terhadap perempuan oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik di Pekanbaru, Kamis.
Hidayati Effiza menjelaskan tren pelaporan kekerasan itu memang meningkat pada tahun 2017 dibandingkan tahun 2016. Bukan berarti ini menggambarkan kejadian yang meningkat akan tetapi keberanian dan kepedulian masyarakat untuk melaporkan kasusnya yang meningkat.
Sebab tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak itu masih seperti "gunung es" karena belum semua berani melaporkan.
"Sejak adanya P2TP2A di kabupaten/kota masyarakat jadi semakin berani mengadu, " kata dia.
Namun, pada tahun 2018 ini sepertinya trend nya menurun, ini dibuktikan dari data sejak Januari hingga April ini baru 34 kasus kekerasan perempuan dan anak yang laporannya masuk ke P2TP2A.
Ia berharap ini memang angka yang sebenarnya kalau itu terjadi artinya kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk berperan menjaga dan menghindari kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin baik.
Meski demikian, ia tidak akan tinggal diam dan akan terus berupaya melakukan pengawasan dan sosialisasi kepada semua lapisan masyarakat.
Salah satunya sebut dia untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap anak, Pemerintah Riau telah membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk memberikan pendampingan terhadap korban.
"Pusat pelayan ini sudah ada hingga tingkat kecamatan," pungkasnya.
Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Perempuan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Wagiran menyatakan kasus kekerasan perempuan dan anak di Riau masih ibarat "gunung es" karena banyak yang belum terungkap.
"Saya yakin seperti itu, selama ini kesadaran masyarakat melaporkan masih belum banyak khususnya kasus perdagangan manusia dan kekerasan seksual, " kata Wagiran saat jadi pemateri pada Rakor.
Karena itu, perlu ada upaya bersama antara stakeholder terkait yakni pengusaha, pemerintah dan organisasi masyarakat untuk memberdayakan perempuan.
"Mereka ini secara bersama bisa menggerakkan dan menyosialisasikan diakar rumput pemberdayaan perempuan dari segi ekonomi sehingga menekan kekerasan dalam rumahtangga, misalkan perusahaan memberikan bantuan dana CSR untuk perempuan berusaha," tambahnya. ***4***