Pekanbaru, 9/6 (ANTARA) - Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyatakan bentrokan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa di areal perkebunan plasma kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, telah mengakibatkan kerugian bagi iklim investasi.
"Konflik tersebut bukan antara warga dan perusahaan tapi dengan pihak koperasi pengelola kebun plasma yang tidak transparan," kata Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Riau Ferry HC di Pekanbaru, Rabu.
Ferry mengatakan hal itu terkait bentrokan di areal perkebunan kelapa sawit plasma PT Tri Bakti Sarimas (TBS) di Desa Koto Cengar, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kunsing, Selasa (8/6) lalu.
Dalam peristiwa itu dua warga tertembak, satu diantaranya meninggal dunia, akibat bentrokan antara polisi dan warga. Insiden tersebut merupakan buntut dari ketidakpuasan warga terhadap bagi hasil panen kebun plasma seluas 9.340 hektare (ha) yang dikelola KUD Prima Sehati.
Konflik makin memanas dan sekitar 500 warga melakukan pemanenan paksa di kebun sawit seluas sekitar 100 ha yang diklaim menjadi milik mereka.
"Saya mendapat informasi pihak KUD yang membuat masalah dengan warga dan sekarang pengurusnya melarikan diri," ujarnya.
Informasi yang berhasil dihimpun ANTARA, sejumlah oknum KUD Prima Sehati sengaja melakukan manipulasi laporan hasil panen sehingga petani plasma mendapat untung lebih sedikit dari yang seharusnya.
Adapun koperasi tersebut dikabarkan banyak tertanam saham para pejabat daerah.
Secara terpisah, Direktur Operasi PT TBS Gunawan mengatakan pemblokiran jalan masuk menuju ke lokasi perkebunan mengakibatkan gangguan distribusi hasil panen sawit ke pabrik pengolahan.
Sejumlah petani yang melakukan aksi diduga bukan merupakan anggota koperasi. Selain itu, kelompok itu juga tindakan anarkis dengan membakar 30 rumah karyawan.
"Kami selaku warga negara tentunya boleh meminta perlindungan polisi atas aksi seperti itu. Polisi lalu datang untuk berjaga-jaga. Polisi juga meminta agar petani tidak memanen kelapa sawit di lahan plasma, karena itu milik koperasi," kata dia.
Meski begitu, Gunawan tidak bersedia berkomentar mengenai penyimpangan tindakan oknum pengurus KUD Prima Sehati. Ia hanya meminta agar warga untuk bersabar dan menyerahkan proses hukum kepada pihak kepolisian.
"Kami bersedia membantu para korban, namun kami juga meminta semua pihak menahan diri dan tidak melakukan aksi-aksi baru yang dapat memanaskan suasana lagi," ujarnya.
Ia menjelaskan, PT TBS bekerja sama dengan koperasi Prima Sehati dalam mengelola lahan rakyat untuk kebun plasma yang terletak di 10 desa, diantaranya Desa Pangkalan, Muara Petai, Sungai Besar dan Koto Cengar.
Namun, ia mengatakan kasus di Desa Koto Cengar terjadi karena proses penanaman tidak dilakukan serempak dan tanaman banyak terserang hama serta serangan gajah liar.
Ia mengatakan penanaman kebun plaswa yang awal berada di Desa Pangkalan pada tahun 1998, dan terakhir di Desa Koto Cengar tahun 2003. Akibat serangan hama, lanjutnya, mengakibatkan hasil tanaman tidak optimal sehingga luas produktif tinggal 7.600 ha.
"Perbedaan bagi hasil tentu tidak sama. Namun petani Koto Cengar meminta jatah yang lebih besar sama seperti Desa Pangkalan," katanya.