Pekanbaru,29/6(ANTARA)- Konflik yang terjadi antara masyarakat dan pengurus koperasi di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, pada Selasa (8/6) lalu dikhawatirkan sebagian tokoh masyarakat akan mengganggu iklim investasi yang kondusif di daerah tersebut.
Seperti yang diungkapkan Suherman, salah seorang tokoh masyarakat Desa Koto Cengar, Kecamatan Kuantan Mudik, Kuantan Singingi kepada ANTARA,di Pekanbaru, Selasa.
"Konflik yang terjadi di desa tersebut sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap iklim investasi di desa kami. Apalagi saya dengar kabar, sejak terjadi bentrokan di daerah tersebut banyak investor yang semula menanamkan investasi ingin menarik kembali dananya," jelasnya.
Menurut dia, dengan konflik karena masalah kebun sawit tersebut akan membuat investor dari luar berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Desa Cengar atau Kuansing.
"Dalam peristiwa iitu ada rumah yang dibakar, lima rumah dirusak dan dijarah. Serta dua kedai dijarah. Hal ini tentu saja menjadi momok bagi iklim investasi," katanya.
Ia mengkhawatirkan bahwa perkebunan plasma yang sudah dirintis sejak tahun 1996 lalu oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Prima Sehati bersama PT Tri Bakti Sarimas (TBS) akan kandas dengan adanya konflik ini.
Selain itu, warga yang tidak puas akan pembagian hasil kebun plasma melakukan pemblokiran jalan masuk menuju ke lokasi perkebunan. Akibatnya terjadi gangguan distribusi hasil panen sawit ke pabrik pengolahan.
"Sejumlah petani yang melakukan aksi tersebut, ada yang bukan anggota koperasi. Mereka didatangkan dari Pekanbaru dan desa lainnya, untuk melakukan tindakan anarkis tersebut," keluhnya.
Selain itu, kelompok itu juga tindakan anarkis dengan membakar 30 rumah karyawan.
Tokoh masyarakat Kuansing lainnya, Raja Rusli BA juga menyayangkan hal tersebut. Ia yang merasakan betul bagaimana susahnya membangun kebun plasma untuk warga tersebut.
"Kebun itu mulai dibuka sejak 1996 lalu. Karena kesulitan investor, maka kami bekerjasama dengan PT TBS sebagai pemodalnya. Dimana dengan perjanjian hasil panen dijual ke PT TBS. Namun sekarang, setelah perkebunan mulai menuai hasil. Terjadi hal seperti ini," sesalnya yang merupakan mantan walikota Pekanbaru.
Raja Rusli BA yang merupakan mantan Ketua KUD Prima Sehati periode 1996-1999 ini juga mengatakan kuat dugaan banyaknya kepentingan dalam konflik ini.
Konflik berdarah ini dipicu ketidakpuasan petani di Desa Cengar, Lubuk Ramo dan Pantai yang hanya mendapatkan keuntungan Rp75.000 setiap bulannya.
"Perkebunan di desa tersebut memang tidak produktif, jika dibandingkan perkebunan di desa lainnya. Hal ini disebabkan selain umur tanam masih kecil juga banyak diserang Gajah dan Babi," jelasnya.
Dijelaskannya, saat ini KUD Prima Tani menaungi sekitar 9.316 hektare dan 1.716 diantaranya merupakan lahan yang tidak produktif akibat serangan gajah dan babi.
"Kedepannya, diharapkan tak ada lagi konflik seperti ini. Agar kesejahteraan masyarakat meningkat," harapnya.***3***