Aksi Terorisme Masih Marak Selama 2017

id aksi terorisme masih marak selama 2017

  Aksi Terorisme Masih Marak Selama 2017

Jakarta, (Antarariau.com) - Aksi kelompok-kelompok radikal dalam melakukan teror di Tanah Air tidak berkurang selama 2017. Masih sering terjadi aksi-aksi terorisme di berbagai daerah meskipun kepolisian, dalam hal ini Densus 88 Antiteror, sudah bekerja maksimal mencegah dan menangkap para pelakunya.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan bahwa Polri telah menangkap 172 orang teroris sepanjang tahun 2017. Menurut dia, jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan penangkapan teroris pada 2016 yang tercatat sebanyak 163 orang.

"Tahun 2015 sebanyak 73 orang, tahun lalu sebanyak 163 orang. Tahun ini 172 orang," kata Jenderal Tito.

Dari 172 orang teroris yang diamankan, di antaranya sebanyak 68 orang kasusnya masih dalam proses penyidikan, 76 orang dalam proses sidang dan 10 orang sudah divonis oleh hakim.

Sementara sebanyak 18 orang jajaran Kepolisian menjadi korban atas sejumlah aksi teror di Tanah Air selama 2017, lebih tinggi dibandingkan tahun 2016, yakni jumlah polisi yang menjadi korban aksi teror sebanyak 12 orang.

"Jumlah anggota Polri yang gugur maupun yang terluka pada 2017, naik dibandingkan pada 2016," katanya.

Bom Panci Cicendo

Pada Senin, 27 Februari, masyarakat Bandung dikagetkan dengan peristiwa ledakan bom panci yang terjadi di Lapangan Pandawa, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo. Pelaku diketahui bernama Yayat Cahdiyat alias Dani alias Abu Salam, warga Desa Cukanggenteng, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung.

Yayat saat itu datang menggunakan sepeda motor dan langsung menaruh panci di ujung lapangan Sekolah SD Kresna Pandawa.

Usai meledakkan bom panci, pelaku berlari ke dalam Kantor Kelurahan Arjuna. Pelaku sempat membakar lantai dua kantor kelurahan sebelum akhirnya Brimob Polda Jabar melumpuhkannya.

Kondisi Yayat yang kritis sempat dibawa ke Rumah Sakit Sartika Asih, namun nyawanya tidak tertolong saat dalam perjalanan.

Yayat merupakan anggota kelompok Cikampek pimpinan Ujang Kusnanang alias Rian alias Ujang Pincang. Pada 2009-2010, Yayat bersama Ujang Pincang pernah terlibat perampokan di wilayah Cikampek, Jabar. Hasil dari perampokan tersebut untuk membiayai aksi teror mereka.

Ujang merupakan mantan napi kasus terorisme, yakni kasus penyembunyian buronan dan kasus pelatihan militer Aceh.

Yayat sendiri merupakan residivis kasus tindak pidana terorisme karena mengikuti pelatihan militer di Aceh pada 2010 bersama dengan Abu Bakar Baasyir dan mendiang Dulmatin.

Kemudian pada 2012, ia ditangkap dan divonis tiga tahun penjara. Namun ia mendapat remisi sehingga pada 2014, ia dibebaskan.

Setelah bebas, Yayat bergabung dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Bandung yang berafiliasi dengan Aman Abdurrahman dan berbaiat kepada ISIS.

Usai peristiwa bom panci Cicendo, Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap dua orang yang terkait Yayat. Mereka adalah Agus alias Abu Muslim alias Abu Abdullah dan Soleh alias Zalzalat alias Gungun.

Keduanya ditangkap pada 7 Maret 2017 di tempat yang berbeda di Bandung. Agus berperan mendanai, membeli peralatan dan melakukan survei bersama mendiang Yayat Cahdiyat. Sedangkan Soleh berperan mengajarkan kemampuan merakit bom kepada Agus dan Yayat serta memberikan dana Rp2 juta kepada Yayat untuk biaya aksi teror.

Dalam peristiwa teror di Lapangan Pandawa, baik Agus maupun Soleh diketahui tidak bersama Yayat.

Kelompok ini menargetkan operasi teror di markas polisi diantaranya Polda Jabar, dan Polres Cianjur, Pos Lalu Lintas Buah Batu dan Pos Lalu Lintas Geger Kalong sebagai wujud balas dendam kepada korps berbaju cokelat.

Penangkapan kelompok Suryadi Mas'ud

Kemudian pada Kamis, 23 Maret, tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap delapan terduga teroris di Bekasi (Jawa Barat), Tangerang Selatan dan Banten. Satu diantaranya tewas karena melawan petugas. Kelompok JAD ini memiliki keterlibatan dalam dalam kasus Bom Thamrin 2016 dan bom gereja di Samarinda 2016.

Bermula pada Kamis 23 Maret, teroris bernama Suryadi Mas'ud alias Abu Ridho ditangkap di Hotel Lafa Park Family Adventure yang beralamat di Jalan Kampung Pesanggrahan, Desa Tanjung Baru, Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi.

Kepolisian menduga Suryadi terlibat dalam upaya membangun jaringan terorisme di Indonesia. Ia juga memiliki koneksi dengan kelompok teroris di Filipina Selatan.

"Suryadi turut mendanai aksi Bom Thamrin," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul.

Kemudian di Pandeglang, Banten, polisi menangkap anggota kelompok Suryadi yakni Mulyadi dan Adi Jihadi.

Selanjutnya di Ciputat, Tangsel, tim menangkap Bambang Eko Prasetyo.

Kemudian tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap empat orang terduga teroris di Ciwandan, Kota Cilegon, Banten termasuk satu orang yang tewas terkena tembakan polisi.

Tiga terduga teroris yang diamankan adalah Achmad Supriyanto, Icuk Pamulang dan Ojid Abdul Majid. Abdul Majid diketahui menderita luka tembak di tangan karena melawan petugas saat hendak ditangkap. Sementara teroris yang tewas adalah Nanang Kosim.

Nanang pernah merencanakan pelatihan militer di Halmahera yang akan dijadikan sebagai basis pelatihan militer kelompok Anshor Daulah untuk menggantikan Poso. Nanang juga pernah menyembunyikan Abu Asybal selama dalam pelarian pasca tragedi Bom Thamrin 2016.

Nanang juga diduga mengetahui dan menyembunyikan Andi Bakso, pelaku bom Gereja Samarinda. Selain itu Nanang juga terlibat pembelian senjata M16 untuk kelompok Anshor Daulah yang sudah direncanakan sejak tahun 2015.

Mendiang Nanang diduga pernah mengikuti pertemuan Anshor Daulah di Batu, Malang, Jawa Timur pada 20-25 November 2015.

Penangkapan Zainal dan Penembakan Polisi

Pada Jumat, 7 April, Densus 88 Antiteror menangkap tiga teroris bernama Zainal Anshori, Adi Bramadinata dan Zainal Hasan di dua lokasi yang berbeda di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Ketiganya diketahui sempat berencana melakukan serangan teror terhadap Polsek Brondong, Lamongan.

Zainal Anshori diketahui merupakan bawahan pimpinan tokoh ISIS di Indonesia, Aman Abdurrahman. Aman menunjuk Zainal Anshori sebagai salah satu pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) bersama dengan Rois dan Suryadi Mas'ud.

Anshori diketahui pernah membeli lima senjata dari Filipina Selatan. Dua senjata di antaranya kemudian diserahkan ke kelompok Afif yang merupakan pelaku teror Bom Thamrin.

Selanjutnya, petugas gabungan dari Polres Tuban, Brimob dan TNI menembak mati enam teroris saat kontak senjata pada Sabtu, 8 April di Tuban, Jatim.

Para teroris ini awalnya menyerang pos lalu lintas di Jenu, Tuban dengan menggunakan mobil dan menembak salah satu anggota Satlantas Polres Tuban.

Zainal Anshori ditengarai sempat memberikan instruksi pada enam teroris di Tuban tersebut untuk menyerang aparat jika dirinya ditangkap.

"Setelah penangkapan Anshori, ada perintah untuk semua sel JAD untuk melakukan jihad sendiri-sendiri dengan target kepolisian," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

Para pelaku tersebut merupakan anggota jaringan JAD Semarang.

Selanjutnya polisi masih menjadi incaran teroris. Hal ini terbukti dengan ditangkapnya pelaku penyerangan Mapolres Banyumas, Jawa tengah, MID pada Selasa, 11 April.

Saat itu MID mengendarai sepeda motor masuk ke gerbang Mapolres Banyumas dan menabrak seorang anggota polisi, Aiptu Ata Suparta. Setelah motornya jatuh, pelaku lari sembari mengeluarkan parang dan membacok lengan kanan Bripka Karsono yang berusaha menolong Aiptu Ata Suparta.

Polisi menduga MID ingin membalas dendam karena pemimpinnya, Zainal Anshori ditangkap dan beberapa rekannya terbunuh dalam kontak senjata dengan polisi di Tuban.

Ledakan Kampung Melayu

Terjadi dua peristiwa ledakan yang berasal dari bom panci presto di Terminal Kampung Melayu pada Rabu, 24 Mei. Ledakan pertama terjadi pukul 21.00 WIB di depan toilet di Terminal Kampung Melayu. Ledakan kedua terjadi pada 21.05 WIB di dekat Halte Busway Terminal Kampung Melayu yang jaraknya sekitar lima meter dari lokasi ledakan pertama.

Dua pelaku bom bunuh diri yang bernama Ichwan Nurul Salam dan Ahmad Sukri meninggal dunia seketika.

Bahan peledak yang digunakan Ichwan dan Ahmad Sukri adalah bahan kimia jenis triaseton triperoksida (TATP).

Bahan peledak itu sering digunakan oleh kelompok teroris ISIS di Irak dan Suriah.

Dalam peristiwa tersebut, selain menyebabkan dua pelaku tewas, tiga polisi gugur.

Tiga polisi yang gugur tersebut adalah Bripda Taufan Tsunami, Bripda Ridho Setiawan dan Bripda Imam Gilang Adinata, ketiganya anggota Unit 1 Peleton 4 Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya.

Belakangan diketahui bahwa Ichwan dan Ahmad Sukri adalah anggota jaringan terorisme JAD Bandung Raya.

"Mereka tergabung dalam sel Mundiriyah JAD Bandung Raya. JAD adalah salah satu pendukung utama ISIS melalui Bahrun Naim yang ada di Suriah," kata Jenderal Tito.

Polisi selanjutnya menetapkan sebanyak sembilan orang sebagai tersangka dari 13 orang yang ditangkap terkait kasus bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu.

Aksi Penikaman di Polda Sumut

Selanjutnya publik dikejutkan aksi teroris yang dilakukan menjelang Idul Fitri 1438 Hijriah. Minggu 25 Juni, dini hari terjadi aksi penyerangan dan penikaman terhadap anggota Polda Sumut yang dilakukan dua pelaku bernama Syawaluddin Pakpahan dan Ardial Ramadhana.

Syawaluddin dan Ardial menyerang personel Yanma (Pelayanan Masyarakat) Polda Sumut Aiptu Martua Sigalinggung yang bertugas di pos jaga pintu keluar Mapolda Sumut.

Akibat penyerangan tersebut, Aiptu Martua Sigalingging meninggal dunia karena mengalami luka yang cukup parah di dada, tangan, dan lehernya.

Dua pelaku kemudian berhasil dilumpuhkan personel Brimob Polda Sumut. Ardial kemudian tewas dan Syawaluddin tertembak di bagian kakinya.

Peristiwa penyerangan terhadap markas polisi pada Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah ini mengingatkan pada peristiwa teror bom bunuh diri yang dilakukan oleh teroris Nur Rohman di Mapolres Surakarta, Jawa Tengah, pada "H-1" Lebaran 1437 Hijriah atau 5 Juli 2016.

Polisi kemudian menangkap dua pelaku lainnya terkait kasus ini yakni Firmansyah Putra Yudi yang perannya ikut merencanakan serangan ke pos jaga Polda Sumut. Sedangkan Hendry Pratama alias Boboy yang berperan mensurvei dan memetakan Polda Sumut.

Keempat pelaku diketahui merupakan simpatisan JAD yang berafiliasi pada organisasi teror ISIS.

Dalam sel JAD, Syawaluddin merupakan pemimpin sel. Ia diketahui pernah ke Suriah pada 2013 dan tinggal selama enam bulan di sana.

Sekembalinya ke Tanah Air, Syawaluddin merekrut tetangganya sesama pedagang kecil yakni Ardial Ramadhani, Hendry Pratama alias Boboy, Firmansyah Putra Yudi.

Ketiganya kemudian diperintahkan oleh Syawaluddin untuk mensurvei beberapa lokasi yang akan dijadikan target teror di antaranya Polda Sumut, Mako Satbrimob Polda Sumut, Polsek Tanjung Morawa, Markas Yon Zipur, Kodam Bukit Barisan dan Komplek Asia Megamas Medan dengan target WNI keturunan Tionghoa.

Penikaman di Mesjid Dekat Mabes Polri

Pada akhir Juni tepatnya Jumat 30 Juni, terjadi peristiwa penikaman pelaku bernama Mulyadi terhadap dua anggota Brimob usai shalat Isya berjamaah di Mesjid Falatehan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dua anggota Brimob yang menjadi korban adalah AKP Dede dan Briptu Saiful Bahtiar. Usai shalat, AKP Dede Suharmi dan Briptu Syaiful Bahtiar diserang pelaku dengan sangkur sehingga terjatuh.

AKP Dede, luka robek di pipi kanan 15 cm tembus bibir kanan. Sementara, Briptu Syaiful mengalami luka robek pipi kanan 10 cm tembus bibir kanan.

Setelah menyerang, pelaku sempat mengancam jamaah lainnya, lalu lari meninggalkan masjid menuju arah Terminal Blok M. Mulyadi pun akhirnya tewas ditembak petugas.

Mulyadi yang merupakan pedagang kosmetik di Pasar Roxy Bekasi hanya simpatisan ISIS dan tidak bergabung dengan kelompok jaringan teror.

Mulyadi terkooptasi paham radikal setelah ia mempelajari materi-materi yang ada di situs radikal dan mengikuti grup messenger bernuansa radikal.

Bom Panci Meledak di Bandung

Pada Sabtu 8 Juli, sebuah ledakan dari bom panci terjadi di rumah kontrakan di Kampung Kubang Beureum RT 7 RW 11 Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung, Jawa Barat.

Polisi menyita barang bukti panci berisi paku dan rangkaian bom yang sudah meledak dari tangan pelaku bernama Agus Wiguna, warga Kabupaten Garut. Dalam penggeledahan di kontrakannya, ditemukan selembar kertas yang dibuat dengan tulisan tangan dan berisi pernyataan kesetiaan terhadap pemimpin ISIS Abu Bakar Al Baghdadi.

Agus yang mengaku mempelajari cara merakit bom dari internet, berencana meledakkan sejumlah tempat di Bandung di antaranya Cafe Bali di Jalan Braga, Rumah Makan Celengan di Astana Anyar dan Gereja Buah Batu dengan alasan berjihad.

Agus Wiguna terpengaruh paham radikal setelah bergabung dengan sejumlah grup percakapan dengan konten radikal di ponselnya.

Kemudian ia berupaya melaksanakan kewajiban jihad dalam kehidupannya secara individual.

Agus merupakan anggota dari JAD Bandung.

Selanjutnya sebanyak empat orang ditangkap di Tasikmalaya, Bandung dan Sukabumi karena diduga terkait dengan aksi ledakan bom panci Agus.

Keempatnya adalah Kodar, teman satu kontrakan Agus; Asep Ahmad; Ade Arif Suryana dan Ade Rosidi yang merupakan kerabat Agus. Mereka mengetahui rencana Agus Wiguna yang hendak meledakkan bom panci di tiga tempat di kawasan Bandung.

Anak Polisi Bakar Mapolres

Selanjutnya peristiwa kebakaran di Polres Dharmasraya, Sumatera Barat terjadi pada Minggu (12/11) dini hari yang mengakibatkan seluruh bangunan utama polres hangus terbakar.

Dua pelaku yang bernama Eka Fitra Akbar dan Enggria Sudarmadi tewas karena melawan polisi saat hendak diamankan. Keduanya berasal dari Provinsi Jambi dan merupakan anggota Jamaah JAD.

Eka merupakan anak seorang polisi yang menjabat sebagai Kanit Reskrim Polsek Pelepat, Muaro Bungo, Jambi.

Sebelum membakar Polres Dharmasraya, Eka yang kesehariannya berjualan es tebu ini meninggalkan kontrakannya pada Sabtu, 11 November dan tidak meninggalkan pesan apapun kepada istri dan orang tuanya.

Penangkapan di Tiga Provinsi

Polri menangkap 19 terduga teroris yang ditangkap di Jawa Timur, Pekanbaru dan Sumatera Selatan dalam rentang waktu 9-11 Desember 2017.

Di Jawa Timur ditangkap tiga terduga teroris pada Sabtu, 9 Desember. Teroris yang ditangkap adalah Paripung Dhani Pasandi alias Ipung ditangkap di Sidoarjo. Ipung termasuk kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) dan merencanakan pemboman kantor polisi di Surabaya pada tahun 2014.

"Ia juga berperan membeli dan menyiapkan bahan-bahan bom," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Birgjen Pol M. Iqbal.

Yang kedua, Muh Muhidin Gani alias Abu Faros alias Deni, ditangkap di Gang Gading Jalan Kedinding Lor Surabaya Jawa Timur. Keterlibatannya termasuk dalam kelompok jaringan Abu Jandal dan bergabung dengan ISIS di Suriah sebagai pejuang teroris asing dan sudah mengikuti tadrib askari dan ribath.

Yang ketiga, Kiki Rizky Abdul Kadir alias Kiki alias Abu Ukasah ditangkap di Jalan Raya Sawahan, Malang. "Keterlibatan Kiki sama dengan peranan Abu Faros," katanya.

Di Pekanbaru, ditangkap empat orang terduga teroris yakni yang pertama Dewa Rizky Pangestu alias Rizky, ditangkap pada Minggu 10 Desember di Bengkalis.

Pada 23-26 Februari 2017, Rizky ikut kegiatan i'dad di Bukit Gema Lipat Kain dan pada Mei 2017, Rizky bersama sejumlah rekannya mengadakan pertemuan di Danau Buatan Rumbai untuk merencanakan aksi teror ke Pospol, Polsek dan Mako Brimob Pekanbaru.

Yang kedua, Rangga Respati alias Abu Khanza ditangkap di Perumahan Mahkota Riau, Senin 11 Desember. Pada Desember 2016 Abu Khanza bersama rekannya ke Ogan Komering Ilir Sumsel untuk survei pembelian senjata api. Selain itu pada 4-7 Januari dan 23-26 Februari 2017, Abu Khanza ikut kegiatan i'dad di Bukit Gema Lipat Kain.

Yang ketiga, Agusti Raja alias Raja ditangkap di Kampar, Riau pada hari Senin 11 Desember. Keterlibatannya merencanakan penyerangan Mako Brimob Pamenang Jambi, ikut merencanakan penyerangan Polsek Payakumbuh Polda Sumbar dan ikut merencanakan pembakaran Polres Dharmasraya Sumbar.

Yang keempat, Dori Gusvendi alias Abu Syuhada ditangkap di Kampar, Riau, pada Senin 11 Desember. Keterlibatannya mengikuti i'dad di Bukit Gema Lipat Kain pada 4-7 Januari 2017, berencana hijrah ke Marawi via Toli-Toli, mengetahui pembelian senjata Wawan alias Abu Afif serta melakukan pertemuan di Danau Buatan Rumbai untuk merencanakan penyerangan ke Pospol, Polsek dan Mako Brimob Pekanbaru.

Sementara 12 teroris yang ditangkap di Sumatera Selatan pada Minggu 10 Desember merupakan anggota kelompok Jamaah Anshar Khilafah (JAK) yang berafiliasi kepada ISIS. Pimpinan sel ini adalah Solihin.

Dua belas orang yang ditangkap tersebut adalah Abdul Kadir alias Yazid alias Abu Ibrahim, Imron alias Abu Hasan, Suwarto alias Abu Jafar alias Fajar, Sugianto alias Abu Faris, Solihin, Zulkarnain alias Zul alias Zengki, Jafar Saputra alias Fajar, Budiman, Irfa'i, Zakri alias Mang Zakri, Abdul Majid alias Majid, Slamet Widodo alias Slamet.

Keterlibatan mereka dalam aksi teror diantaranya menyembunyikan buronan dengan nama Abdul Kodir alias Yazid alias Abu Ibrahim dan Abu Alana alias Sunardi, mengetahui rencana penyerangan Mapolres Baturaja dan mengarahkan untuk melakukan penyerangan Kantor Brimob di Jakarta/Depok. Selain itu menyiapkan sarana latihan fisik dan latihan memanah bagi para jamaahnya untuk persiapan penyerangan dan memotivasi para pendukung Daullah di Indonesia untuk bergabung membuat kompleks khusus di SP 1 Trans Barito Lubai-Muara Enim.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengakui bahwa dari sejumlah penangkapan teroris, sebagian besar merupakan anggota sel-sel JAD yang berafiliasi kepada ISIS. Sel-sel tersebut ada yang bekerja sendiri, ada yang berkelompok.

Pihaknya pun berjanji tidak akan berhenti memberantas jaringan teroris hingga ke akar-akarnya sehingga Indonesia bisa terbebas dari ancaman teror kelompok radikal.

Pemerintah juga diminta untuk memaksimalkan peran Polri dan TNI untuk mencegah terjadinya aksi-aksi teror selanjutnya.

Selain itu sosialisasi antiradikalisme kepada masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan agar masyarakat tidak mudah terpengaruh paham-paham radikal.

Masyarakat juga diminta tetap waspada dengan lingkungannya terutama terhadap orang asing yang mencurigakan dan tidak segan melapor ke aparat bila menemukan hal-hal yang mencurigakan.

Dengan kewaspadaan dan kerja sama masyarakat, aparat keamanan dan pemerintah, niscaya ancaman teror bisa diminimalisir di tahun-tahun mendatang.