Jakarta (Antarariau.com) - Ketimpangan ekonomi dan kepemilikan aset di Indonesia juga terjadi dalam bentuk dana pihak ketiga yang disimpan dalam bentuk deposito, dimana dari 239.000 deposan dengan simpanan diatas dua miliar rupiah memiliki dana sebesar 2.867 triliun.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara dalam acara Pelatihan Wartawan Daerah Bank Indonesia 2017 di Jakarta, Senin menyatakan dengan dana besar itu mereka punya posisi tawar dalam menentukan tingkat suku bunga bahkan meminta lebih diatas angka inflasi.
Dari 206 juta rekening di Indonesia 55,8 persen dari total dana perbankan deposito senilai Rp5.013 triliun dimiliki 239.000 deposan itu, namun Mirza tidak mengomentari apakah kepemilikan dana besar oleh sebagian deposan itu baik atau kurang baik dalam sistem perbankan apalagi bila dikaitkan dengan pelarian modal.
Menurut dia priviledge itu tidak akan dimiliki deposan dengan simpanan dibawah Rp2 miliar.
"Kenapa saya pakai acuan Rp2 miliar?. Itu karena dana yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan adalah sebesar itu," ujarnya.
Disisi lain menurut Mirza bunga deposito yang bergerak turun akan berdampak dalam menekan angka inflasi. Selama 2016 hingga kini sudah delapan kali menurunkan suku bunga deposito mencapai 200 basis poin dan implikasinya angka inflasi juga turun.
"Hanya saja penurunan angka inflasi tidak.secara similar sama persis dengan penurunan bunga deposito. Misalnya bila inflasi turun 1,75 persen maka suku bunga deposito turun ke.angka 1,28 atau 128 basic point," jelasnya.
Mirza juga mengkritisi net interest margin ( selisih antara kredit dengan suku bunga pinjaman perbankan yang saat ini di angka 5,1 persen sedangkan di negara tetangga angkanya di 1-3 persen. Sebelum krisis ekonomi 1999 NIT perbankan di Indonesia 3-3,5 persen.
Mestinya perbankan mampu menekan biaya tinggi dengan mengurangi biaya operasional serta memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menekan biaya, demikian Mirza.