Tumpang Tindih Lahan Ancam Ketahanan Pangan Bombana

id tumpang tindih, lahan ancam, ketahanan pangan bombana

Tumpang Tindih Lahan Ancam Ketahanan Pangan Bombana

Jakarta, (Antarariau.com) -Indonesia mencanangkan diri menjadi lumbung pangan dunia pada 2045.

Pemerintah pun menjadikan sejumlah daerah sebagai lumbung pangan nasional, termasuk Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), untuk mewujudkan visi tersebut.

Sumber pangan lokal di Provinsi Sultra antara lain tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Tanaman pangan merupakan salah satu subsektor pertanian yang dominan di Sultra.

Saat ini produktivitas hasil petani padi di Kabupaten Bombana masih berkisar empat-enam ton per hektare. Ditargetkan produktivitas padi maksimal rata-rata delapan ton per hektare, melalui perbaikan sistem pengairan atau sistem irigasi.

Areal persawahan produktif di wilayah Bombana sekitar 15 ribu hektare terdiri atas sawah irigasi teknis lebih dari 6.000 hektare dan sisanya merupakan sawah nonirigasi atau tadah hujan.

Pemkab setempat telah melakukan program pencetakan sawah baru seluas 400 hektare tersebar di sejumlah wilayah kecamatan sentra produksi padi di Kabupaten Bombana. Program pencetakan sawah baru itu merupakan tahun ketiga di wilayah Kabupaten Bombana, karena pemerintah pusat melihat masih luas lahan potensial untuk sawah baru di Bombana.

Bombana menjadi salah satu daerah produksi beras di Sultra setelah Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan menyusul Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur dan Konawe Utara.

Selain itu, Kabupaten Bombana merupakan pemasok sapi potong di Sultra dengan persentase mencapai sekitar 70 persen dari kebutuhan masyarakat melalui pemeliharaan sapi (ranch) dengan sistem ladang ternak.

Bombana masuk dalam urutan tiga besar populasi ternak sapi dari 15 kabupaten dan dua kota sebagai pemasok daging lokal maupun untuk antarprovinsi dan terbesar pertama dan kedua ada di kabupaten Konawe Selatan dan Muna.

Keterangan dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Sultra, dari jumlah populasi ternak sapi di Sultra yang mencapai hampir 270 ribu ekor itu, sekitar 60 ribu ekor berada di Bombana yang tersebar pada 22 wilayah kecamatan di Bombana.

Tumpang tindih

Sekitar 54 persen dari seluruh daratan Pulau Sulawesi telah habis dibagi untuk perizinan tambang, hak guna usaha, HPH dan HTI.

Tambang menempati peringkat pertama sebanyak 25 persen atau 4,78 juta hektare, dan kedua migas sebesar 2,2 juta ha. Pertambangan ada di seluruh jazirah Sulawesi dengan jumlah terbesar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Namun, diantara perizinan tersebut ada yang tumpang tindih terutama Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan lahan pertanian, perkebunan dan peternakan.

Hal itu diperparah dengan penelantaran lahan-lahan ber-IUP oleh pemiliknya. Ini ada yang sudah lima sampai 10 tahun ditelantarkan. Padahal lahan itu bisa dimanfaatkan untuk sektor strategis lainnya seperti pertanian, perkebunan dan peternakan, kata Bupati Bombana Tafdil.

Tak hanya itu. penguasaan lahan secara ilegal menjadi kendala penanam modal merealisasikan investasinya di wilayah tersebut.

"Penguasaan lahan secara ilegal kawasan hutan, berupa kandang sapi, sawah dan lahan kering, menjadi hambatan bagi para investor untuk mengembangkan sektor pangan di Bombana," katanya.

Tafdil menuturkan pihaknya masih membutuhkan investasi untuk mengembangkan sektor pangan menuju swasembada pangan sekaligus menjadi lumbung pangan nasional. Namun, para investor itu masih terhambat pengerjaannya karena penguasaan lahan secara ilegal.

Padahal untuk mendukung Sultra, termasuk Kabupaten Bombana sebagai salah satu lumbung pangan nasional, diperlukan pembukaan lahan pertanian yang memadai untuk memenuhi target produksi tanaman pangan pada 2019 yakni 654.305 ton padi, 101.965 ton jagung, 11.967 ton kedelai dan 4.726 ton daging sapi dan kerbau.

Ancam ketahanan pangan

Potensi lahan yang dapat dibuka menjadi lahan pertanian baru juga sangat besar di Sultra termasuk Kabupaten Bombana menungkinkan untuk pencetakan sawah guna meningkatkan produksi tanaman pangan.

Upaya perluasan areal sawah sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan karena kebutuhan produksi tanaman pangan khususnya padi terus meningkat sedangkan alih fungsi lahan cukup luas setiap tahunnya.

Tumpang tindih izin usaha pertambangan dengan usaha sektor lain seperti pertanian, perkebunan dan peternakan serta penguasaan lahan secara iegal menjadi hambatan tersendiri bagi pengembangan Bombana khususnya, dan Sultra umumnya, sebagai lumbung pangan nasional untuk mendukung Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045.

Pembenahan tata ruang wilayah dan perijinan usaha serta pemanfataan lahan sudah harus dilakukan serius jika pemerintah berkomitmen untuk menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia.

Pencabutan IUP bermasalah termasuk lahan ber-IUP yang ditelantarkan pemiliknya, juga harus benar-benar diterapkan, agar lahannya dapat dimanfaatkan untuk sektor strategis seperti pertanian, perkebunan dan peternakan.

Bagaimanapun, persoalan lahan menjadi persoalan krusial yang harus ditata ulang dan dibenahi serius, termasuk untuk menjamin minat investor baik dalam maupun luar negeri menanamkan modalnya di sektor pangan.

Tercapainya ketahanan dan kemandirian pangan di Sultra, termasuk Kabupaten Bombana juga dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani tanaman pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang mampu memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan peternak.

Karena itu inovasi dan adopsi teknologi yang didapat dari investor baik dalam maupun luar negeri di sektor pangan, sangat diperlukan.