Mungkinkah Elpiji Bersubsidi Tepat Sasaran

id mungkinkah elpiji, bersubsidi tepat sasaran

Mungkinkah Elpiji Bersubsidi Tepat Sasaran

Pekanbaru (Antarariau.com) -Upaya Pemerintah menerapkan elpiji 3 kg tepat sasaran saat ini menggunakan sistem distribusi terbuka, atau siapa saja boleh membeli tampaknya belum terwujud, bahkan cenderung membuat bahan bakar bersubsidi tersebut kini seperti lepas kendali dan liar.

Selain itu jalur distribusi pemasaran elpiji bersubsidi ini yang sudah diatur sedemikian rupa melalui agen dan pangkalan, justru melenceng hingga warung kelontong, demikian juga ketetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah di patok Rp18.000/tabung di Pekanbaru, tidak konsisten ditetapkan bahkan bisa naik 50 persennya.

Padahal seiring waktu quota ditentukan oleh Pemerintag dan disalurkan oleh Pertamina tidak ada pengurangan justru terus bertambah guna memenuhi peningkatan permintaan. Distribusi tidak terganggu, hanya pergeseran waktu saja dikarenakan hal- hal yang diluar dugaan, namun untuk kembali menormalkan sirkulasi gas 3 kg di masyarakat semua pihak terkait baik Pertamina, pemerintah daerah butuh waktu satu pekan kedepan. Polemik inilah yang selalu melanda di beberapa sistem pemasaran elpiji 3 kg ditingkat konsumen wilayah Riau.

Menurut Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru Masirba Sulaiman, ini terjadi akibat masih banyak elpiji 3 kg yang dikonsumsi oleh orang-orang mampu, tidak tepat sasaran, UMKM kelas besar yang bermodal diatas Rp1 juta perhari, belum lagi adanya ulah spekulan yang berani bermain mengambil selisih harga antara gas bersubsidi dengan non subsidi melalui upaya sistem oplos.

Misalkan dengan membeli elpiji 3 kg diharga Rp25.000 pertabung, lalu di oplos sebanyak tiga tabung ke elpiji non subsidi warna biru ( 12kg) hanya butuh harga Rp75.000, sementara harga jual gas 12 kg tersebut sekitar Rp120.000, maka masih ada selisih keuntungan yang memberi celah spekulan bermain.

"Kalau tabung 12 kg yang sudah di oplos itu dijual Rp120.000 saja, sementara modalnya hanya Rp75.000 sudah memberikan untung yang menggiurkan, dan di Riau sepertinya ada permainan itu, " kata Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru Masirba Sulaiman.

Sehingga jika elpiji 3 kg dalam posisi terganggu saja distribusinya satu hari memang semua sistem pemasaran jadi ikut terganggu, dan kelangkaan tidak bisa dihindari, sebab penggunaan gas ini terbanyak bukan buat mereka yang harus mendapatkan tetapi diluar itu.

Karena itu Pemerintah Kota Pekanbaru berupaya agar distribusi elpiji 3 kg tepat sasaran salah satunya dengan melakukan pelarangan kepada pemilik rumah makan beromzet di atas Rp1 juta perhari menggunakan gas bersubsidi ukuran 3 kilogram.

Kebijakan tersebut sebenarnya meringankan aturan sebelumnya. Pemko sebelumnya melarang pengusaha beromzet Rp750 ribu ke atas menggunakan gas melon.

"Kita sudah berikan toleransi kepada pelaku usaha. Kalau aturannya sebenarnya omzet di atas Rp750 ribu tidak boleh. Namun kita berikan kelapangan untuk di atas Rp1 juta jangan ikut-ikutan lah," ujarnya.

"Larangan ini sudah diberlakukan, sanksi pelanggaran bisa berupa pencabutan izin usaha, penutupan paksa, " ujar Masirba.

Guna pengawasan sambung dia Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, akan turun ke pengusaha rumah makan melakukan sidak.

"Pada waktu yang ditentukan kami akan turun melakukan pengawasan secara acak setelah surat edaran itu kami layangkan," katanya.

Dalam mengecek omzet rumah makan, dipastikannya, pengusaha tidak akan bisa mengelak atau berdalih. Dinas mengaku sudah memiliki rumusan dan data guna menghitung omzet yang diperoleh pedagang.

Selain itu Disperindag Pekanbaru terus melakukan penertiban gas elpiji di tingkat pengecer dari pangkalan. Distribusi semacam itu yang dinilai Irba rentan terjadi pelanggaran. Kini, sudah waktunya Disperindag memantau penggunaan gas elpiji bersubsidi yang seharusnya dimanfaatkan masyarakat menengah ke bawah.

Kebijakan lain juga yang merupakan salah satu upaya menata penggunaan elpiji 3 kg tepat sasaran yakni adanya himbauan pelarangan penggunaan terhadap aparatur sipil negara (ASN) setempat.

"Pemerintah Kota Pekanbaru telah mengeluarkan edaran larangan kepada mereka untuk menggunakan gas melon atau elpiji bersubsidi," katanya.

Larangan penggunaan gas bersubsidi di kalangan ASN Pemkot Pekanbaru telah disampaikan, baik melalui surat edaran maupun imbauan sejak 2015 silam. Namun, di lapangan, masih ada pegawai negeri atau aparatur sipil yang masih saja membeli gas tabung bersubsidi.

Peruntukan gas elpiji bersubsidi jelas bagi masyarakat yang secara ekonomi tidak mampu, yang tidak memiliki pekerjaan tetap, serta penghasilan dibawah upah minimum kota.

Permintaan Naik

Di sisi lain, Pertamina Wilayah Pemasaran Provinsi Riau mencatat ada peningkatan permintaan elpiji tiga kilogram di masyarakat sebesar 14 persen pada 2017 dibandingkan 2016.

"Realisasi kebutuhan elpiji bersubsidi di 12 kabupaten/kota se-Riau setiap harinya naik 138.500 tabung," kata Area Manager Communication and Relations Pertamina Sumbagut, Rudi Ariffianto.

Rudi menyebutkan pada 2016 realisasi permintaan tabung gas tiga kjlogram setiap hari di seluruh kabupaten/kota hanya 122.000 tabung. Namun data juga mencatat sejak Januari hingga April 2017. Jika dibandingkan tahun lalu, realisasi penggunaan gas tiga kilogram di Riau cenderung meningkat sekitar 14 persen.

"Di tiga bulan awal 2016 Riau menghabiskan 122.000 tabung gas elpiji tiga kilogram," ujar Rudi.

Menurut dia, rata-rata permintaan gas tiga kilogram di tiap kabupaten/kota se-Riau berbeda-beda. Tapi kalau ditarik secara keseluruhan, pemakaian gas tiga kilogram di seluruh Riau mencapai 138.500 tabung, dengan konsumsi paling banyak di Kota Pekanbaru.

"Peningkatan melihat kondisi di lapangan. Pada hari besar keagamaan, konsumsi bisa naik," tuturnya.

Wacana distribusi tertutup

Sebelumnya pada Maret 2017 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan distribusi tertutup elpiji 3 kilogram bersubsidi akan berlaku secara penuh di seluruh Indonesia pada tahun 2018.

Saat ini, pemerintah fokus membenahi infrastruktur pendistribusian mulai dari mesin EDC hingga pembagian kartu khusus bagi penerima subsidi elpiji 3 kg.

IGN Wiratmaja Puja saat menjabat Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi mengatakan, pihaknya akan mempersiapkan infrastruktur terlebih dahulu untuk tahun ini. Sehingga uji coba distribusi tertutup di empat wilayah yang rencananya dilakukan bulan ini, diputuskan untuk ditunda.

"April ini kita mulai siapkan Infrastruktur, ini keputusannya kemarin dari Pak Menteri (ESDM) setelah rapat dengan pimpinan daerah. Dan ditetapkan nanti mulai tahun 2018 semuanya berlaku di seluruh Indonesia. Rencananya 1 Februari atau 1 Maret 2018," kata Wirat saat ditemui di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis malam 30 Maret 2017.

Rencana sebelumnya uji coba dilakukan di empat wilayah mulai dari Batam, Bali, Lombok dan Bangka akan ditunda pemerintah. Ini lantaran pemerintah akan fokus dalam pengadaan infrastruktur, seperti mesin EDC dan kartu elektronik bagi masyarakat yang berhak.

Pola distribusi tertutup diharapkan bisa menekan angka subsidi, karena subsidi elpiji memang terbilang besar. Adapun anggaran yang digelontorkan untuk program ini pada tahun depan mencapai Rp30 miliar yang ditugaskan kepada PT Pertamina untuk dapat menyalurkannya dan melakukan sosialisasi.

"Kalau Infrastruktur langsung perbankan semua yang menanggung," ujar dia.

Ketika program ini sudah dijalankan, maka harga elpiji akan dilepas sesuai dengan harga keekonomian. Hanya masyarakat yang tercatat kurang mampu yang mendapatkan kartu khusus nantinya akan mendapatkan jatah elpiji 3 kg dengan harga subsidi.

Setiap rumah tangga tidak mampu maksimal akan mendapat jatah pembelian tiga tabung setiap bulan. Sedangkan untuk usaha mikro dijatah 9 tabung setiap bulannya.