Dorong Energi Terbarukan-TKDN Untuk Kepentingan Nasional

id dorong energi, terbarukan-tkdn untuk, kepentingan nasional

Dorong Energi Terbarukan-TKDN Untuk Kepentingan Nasional

Jakarta, (Antarariau.com) - Anggota DPR Amerika Serikat periode 1997-2013 Dennis Kucinich pernah mengatakan bahwa "It is time for a sustainable energy policy which puts consumers, the environment, human health, and peace first".

(Inilah saatnya untuk kebijakan energi berkelanjutan yang menempatkan konsumen, lingkungan, kesehatan manusia, dan perdamaian di tempat pertama).

Perkataan "energi berkelanjutan" memang telah menjadi tren yang dimulai sejak akhir abad ke-20 dan mulai merebak luas ke berbagai penjuru dunia pada abad ke-21 ini.

Hal tersebut karena semakin banyak warga di beragam negara yang menyadari bahwa merupakan hal yang tidak mungkin bahwa energi fosil, seperti minyak bumi akan terus bisa memenuhi kebutuhan masyarakat global.

Begitu pula di Indonesia, di mana Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang mendorong agar pemerintah dapat meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan di berbagai daerah dalam rangka mengembangkan sektor energi di Tanah Air dan memenuhi kebutuhan energi masyarakat.

Dalam pidatonya dalam Sidang Bersama DPR-DPD RI di Jakarta, 16 Agustus 2017, Oesman Sapta mendorong pemerintah dan pemerintah daerah meningkatkan pelaksanaan program listrik perdesaan berbasis energi baru terbarukan.

Selain itu, sejumlah pihak, seperti Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto dalam sejumlah kesempatan juga menyatakan bahwa kedaulatan energi di Indonesia diperkirakan dapat tercapai bila potensi energi terbarukan, seperti geotermal atau panas bumi yang banyak tersimpan di berbagai daerah, dapat dioptimalkan dengan tepat.

Agus juga mengingatkan, Peraturan Pemerintah No 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional telah menargetkan peran energi baru dan terbarukan paling sedikit 23 persen pada tahun 2025.

Dari jumlah tersebut, lanjutnya, energi panas bumi ditargetkan berkontribusi 4,8 persen atau sekitar 7.000 megawatt.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Rofi Munawar mendorong pemerintah untuk bisa lebih serius melakukan diversifikasi energi karena Nota Keuangan RAPBN 2018 dinilai belum mengoptimalkan hal tersebut.

"Postur APBN tahun 2018 jika dicermati sejak tahun 2016 menunjukan bahwa diversifikasi energi tidak banyak mengalami perubahan, masih dominannya penggunaan minyak dan batubara dalam bauran energi nasional," kata Rofi Munawar dalam keterangan tertulis.

Menurut Rofi, hal tersebut mengindikasikan belum seriusnya langkah-langkah efektif dalam mengembangkan alternatif energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Politisi PKS itu mengingatkan bahwa dalam Nota Keuangan RAPBN 2018 terlihat adanya proyeksi lifting minyak yang terus menurun sejak tahun 2015.

Situasi tersebut, lanjutnya, memberikan gambaran tidak adanya terobosan terhadap peningkatan produksi dan kelemahan dalam melakukan diversifikasi energi secara nasional.

Selain itu, Rofi juga menginginkan agar subsidi energi yang telah dialokasikan oleh pemerintah harus benar-benar dipastikan berorientasi kepada publik dan penyalurannya dilakukan dengan mengedepankan prinsip transparansi agar betul-betul efektif dan tepat sasaran.

Subsidi energi yang dialokasikan dalam anggaran negara tersebut juga diharapkan dapat menjadi daya pendorong konsumsi energi publik yang semakin produktif.

Garap Serius

Selain persoalan energi terbarukan, pemangku kepentingan, seperti Asosiasi Produsen Listrik Seluruh Indonesia (APLSI), menyoroti aspek hulu Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk sektor energi masih belum digarap dengan serius, padahal itu merupakan upaya untuk menahan laju deindustrialisasi.

"Ada peluang pasar TKDN sangat terbuka. Misalnya pemerintah terus menggenjot dan mengingatkan TKDN di sektor energi dan industri lainnya. Artinya, di sisi hilir ada permintaan yang akan tercipta," kata Sekjen APLSI Priamanaya Djan.

Pria mencontohkan, dalam proyek 35.000 megawatt (MW) dibutuhkan transmisi sepanjang 46.000 km atau selingkaran planet bumi.

Sejak diluncurkan tahun 2015, pembangunan transmisi menyerap anggaran sebesar Rp200 triliun untuk lima tahun. Selain itu, program 35.000 MW juga menyerap investasi sebesar lebih dari Rp1.100 triliun, dan peluang tersebut belum termasuk TKDN hulu migas.

Hanya saja, menurut dia, sisi hulu, industrilisasi TKDN energi belum tergarap optimal.

Dengan kata lain, tingginya permintaan di susu hilir terhadap komponen TKDN sektor energi ternyata masih belum diimbangi dengan pasokan dalam jumlah yang memadai dari industri.

Untuk itu, APLSI meminta pemerintah menggenjot TKDN di transmisi proyek 35.000 MW tahun depan, sebagai cara ampuh mendorong gairah industri peralatan listrik nasional yang dinilai sedang loyo.

Pria mengatakan, mendorong TKDN di transmisi saat ini memang cukup realistis sebab teknologi konstruksi baja sudah cukup dikuasai di dalam negeri.

Ia juga mengingatkan saat ini TKDN di transmisi mencapai lebih dari 60 persen. Namun, jumlah tersebut dinilai perlu dimaksimalkan dengan sekaligus mendorong industri baja nasional.

Sebelumnya, kebijakan TKDN yang mesti dilaksanakan beragam bidang usaha di Tanah Air dinilai memberikan efek domino yang positif terhadap pengembangan perekonomian nasional ke depannya.

"Kebijakan ini sangat strategis bagi pembangunan industri nasional dan akan memberikan efek domino yang cukup besar bagi perekonomian nasional," kata Direktur Eksekutif Indonesia Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti.

Menurut Rachmi Hertanti, dengan adanya penerapan kebijakan TKDN tersebut maka Republik Indonesia juga bakal semakin berpeluang menjadi pemain aktif dalam agenda rantai nilai dari pasar global.

Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang menyusun Peraturan Presiden tentang TKDN guna mendorong pemanfaatan potensi dalam negeri mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Panas Bumi

Pengembangan energi terbarukan serta penerapan kebijakan TKDN dengan tepat memang memerlukan strategi yang pas.

Di Indonesia, yang banyak memiliki potensi energi dari sisi geotermal (karena kita berada dalam kawasan cincin api), maka Kementerian ESDM juga terus mendorong pengembangan energi baru terbarukan dari pembangkit panas bumi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan pihaknya akan terus mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) sesuai dengan komitmen Pemerintah Republik Indonesia (RI) pada COP 21 di Paris bulan Desember 2015.

Panas bumi, sebut Jonan, dapat diharapkan untuk memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kelistrikan di Indonesia.

Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menekankan pengembangan energi baru terbarukan menjadi sebuah keharusan serta memenuhi unsur keekonomian agar pemanfaatannya tidak membebani masyarakat.

"'Renewable energy' adalah keharusan, bukan lagi pilihan apakah kita memilih fosil atau 'renewable energy'. Yang terpenting adalah keekonomiannya. Jangan sampai kita mengembangkan sesuatu tapi yang kita kembangkan mahal sekali," kata Arcandra dalam sambutannya pada halal bihalal Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Minggu (30/7).

Menurut dia, sifat energi fosil bukan termasuk energi yang habis, namun tidak bisa diproduksi lagi.

Untuk itu, semua pihak juga harus sudah menyadari hal itu dan lebih memikirkan investasi di energi berkelanjutan untuk kepentingan nasional.

Pemerhati lingkungan dan pendiri 350.org (laman kelompok kampanye anti-karbon) William "Bill" McKibben mengingatkan bahwa saat ini ada keperluan mendesak untuk berhenti menyubsidi industri bahan bakar fosil, dan benar-benar mengubah pasokan energi dari migas, batubara, kepada sumber alamiah seperti angin, sinar matahari, dan panas bumi.

Dengan mendorong energi terbarukan maka Indonesia juga berperan aktif dalam mengatasi permasalahan iklim serta meningkatkan alternatif untuk memenuhi pasokan energi bagi warganya.

Sedangkan dengan menerapkan TKDN yang efektif, maka hal itu juga akan otomatis akan meningkatkan aktivitas perekonomian nasional yang bakal memberikan manfaat bagi pelaku usaha dalam negeri.