Benahi Praktik Perdagangan Tidak Sehat Beras

id benahi praktik, perdagangan tidak, sehat beras

Benahi Praktik Perdagangan Tidak Sehat Beras

Jakarta, (Antarariau.com) - Keinginan pemerintah untuk terus membenahi mata rantai distribusi beras perlu diapresiasi sehingga tidak lagi ditemukan indikasi permainan harga yang menjadikan perdagangan tidak adil.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya dominasi usaha pada rantai distribusi beras di tingkatan pengusaha penggilingan beras terkait dugaan monopoli oleh beberapa perusahaan.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan dominasi ini ada di tengah, khususnya di level pedagang besar dan penggilingan yang terkonsentrasi hanya ke beberapa pedagang besar saja.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan dari Kementerian Pertanian, harga beras tingkat petani harganya Rp7.300 per kg, di jual kepada konsumen Rp10.500, harga tersebut merupakan rata-rata nasional, belum lagi pada level perusahaan, sebab ada yang menjual di harga Rp20.400 dan Rp20.300, namun ada yang di tengah juga, yaitu Rp13.500 per kg.

Oleh karena tersebut, KPPU akan mendalami lebih lanjut untuk meneliti penyalahgunaan posisi tingkatan di rantai distribusi beras. Selanjutnya juga akan menindaklanjuti temuan praktik kecurangan dalam pengaturan biaya produksi beras.

KPPU juga meminta agar rantai distribusi beras dapat dipangkas sehingga efisiensi harga adapat dicapai.

"Solusi dari kami ya itu, rantai distribusi yang panjang itu diperpendek, entah dialihkan kepada produsen atau pembeli akhir, maka akan sama-sama dapat keuntungan," kata Syarkawi Rauf.

Rantai distribusi masih panjang dari hulu menuju hilir. Urutannya adalah dari mulai petani kepada pengepul menuju ke penggilingan, dijual lagi ke pedagang besar, dari situ menuju ke agen pengecer barulah sampai ke konsumen akhir.

Apabila setiap rantai memiliki margin, maka hingga sampai ke pengguna akhir margin tersebut akan semakin besar, itulah yang membuat harga menjadi mahal.

Margin atau perbedaan harga di tengah rantai distribusi mencapai Rp3.500 per kilogram. Sebab dari harga petani menurtnya rata-rata di kisaran Rp7.000 dan sampai kepada konsumen akhir adalah Rp10.500. Jika hal tersebut dipangkas maka harga kepada konsumen beras per kilogram bisa mencapai Rp9.500 dipotong dengan biaya produksi.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan langkah yang diambil terkait penggrebekan PT Indo Beras Unggul (IBU) sebagai upaya untuk menstabilkan harga bahan pangan.

"Kami bersama Satgas Pangan ingin menstabilkan harga bahan pangan seperti yang terjadi pada Ramadhan dan Idul Fitri. Salah satunya dengan memperbaiki rantai pasok tata niaga," katanya.

Dengan melakukan perbaikan pada tata niaga, petani diharapkan bisa memperoleh keuntungan yang baik karena disparitas harga juga dapat dikendalikan, mengingat disparitas harga beras kurang lebih mencapai 100 persen.

Masalah disparitas juga pernah dialami pada komoditas cabai rawit merah, bawang merah dan bawang putih namun kini telah teratasi. Tapi kini, pemerintah tengah menghadapi masalah disparitas beras.

Perbaikan tata niaga adalah solusi permanen untuk pangan Indonesia, solusi permanen untuk pangan Indonesia.

Disparitas harga

Terkait dengan perusahaan yang diperkirakan membeli gabah dan beras jenis varietas VUB dari petani, penggilingan, pedagang, selanjutnya dengan diolah menjadi beras premium dan dijual dalam kemasan 5 kg atau 10 kg ke konsumen harga Rp23.000-26.000 per kilogram, menurut hitungan Kementan terdapat disparitas harga beras premium antara harga di tingkat petani dan konsumen berkisar 300 persen.

Berdasarkan temuan di beberapa pasar swalayan harga beras, cap Ayam Jago jenis pulen wangi super dan pulen wangi Giant Cilandak, Jakarta Selatan masing-masing Rp25.380 per kilogram dan Rp21.678 per kilogram.

Nilai ekonomi bisnis beras secara nasional mencapai Rp484 triliun sementara untuk memproduksi beras tersebut biaya petani Rp278 triliun dan memperoleh marjin Rp65,7 triliun.

Sedangkan pada sisi hilir, konsumen membeli beras kelas medium rerata saat ini Rp10.519 per kilogram setara Rp484 triliun, dan bila konsumen membeli beras premium maka angkanya jauh lebih tinggi lagi.

Sementara pedagang perantara atau "midleman" setelah dikurangi biaya proses, pengemasan, gudang, angkutan dan lainnya Kementan memperkirakan memperoleh marjin Rp133 triliun.

Melihat kesenjangan profit marjin antara pelaku ini tidak adil, di mana keuntungan produsen petani sebesar Rp65,7 triliun ini bila dibagi kepada 56,6 juta anggota petani padi, maka setiap petani hanya memperoleh marjin Rp 1 juta-2 juta per tahun.

Sementara setiap pedagang/middleman secara rata-rata memperoleh Rp133 triliun dibagi estimasi jumlah pedagang 400 ribu orang, sehingga rata-rata per orang Rp300-an juta per pedagang.

Keuntungan tersebut adalah rata-rata, ada yang mendapat keuntungan sangat besar ada yang mendapat keuntungan sangat kecil. Satgas pangan menginginkan keuntungan terdistribusi secara adil dan proporsional kepada petani, pedagang beras kecil dan melindungi konsumen.

Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian (Perhepi) Bayu Krisnamurthi, mengatakan pihaknya mengepresiasi tindakan pemerintah dalam hal ini Satgas Pangan bersama Menteri Pertanian yang melakukan penggrebekan gudang beras PT IBU karena dinilai membeli beras bersubsidi kemudian menjualnya sebagai beras premium dengan harga di atas Rp9000/kg.

Namun demikian pemerintah harusnya sangat cermat, lakukan perhitungan, jangan sampai orang takut berjualan beras.

Sebenarnya tidak ada salahnya perusahaan mengelola padi dari petani yang menggunakan pupuk dan bibit bersubsidi, karena tidak ada aturan yang melarang hal yang dilakukan oleh PT IBU.

Menurut dia, beras yang dihasilkan dari petani yang menggunakan bibit dan pupuk bersubsidi bukan berarti dianggap sebagai beras bersubsidi.

Beras bersubsidi, kata mantan Wakil Menteri Pertanian itu hanya disalurkan oleh pemerintah lewat Perum Bulog berupa beras sejahtera (rastra).

Meskipun demikian, pemerintah tetap harus mengawasi para pihak yang berusaha mempermainkan harga.

Mafia beras tetap mesti ditindak, tetapi perlu dibuktikan secara akurat dan dengan peraturan yang ada.