Oknum Dishut Riau Diduga Terlibat Penebangan Liar
Pekanbaru, 4/12 (ANTARA) - Oknum Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Riau diduga terlibat dalam meloloskan ribuan batang kayu bulat hasil penebangan liar yang melibatkan dua perusahaan dari Grup Raja Garuda Mas (RGM). Anggota DPRD Riau Komisi B (bidang kehutanan) Jefri Nur di Pekanbaru, Jumat, mengatakan ribuan tual kayu curian itu lolos karena adanya campur tangan dari oknum Dinas Kehutanan Riau. "Sangat tidak mungkin kayu ini bisa lolos tanpa ada acking dari oknum dinas kehutanan. Kepala Dinas Kehutanan Riau harus mengusut sampai tuntas," kata Jefri. Jefri Nur mengatakan hal itu terkait penahanan ribuan tual (batang) kayu dari hutan alam oleh Dinas Kehutanan Riau pada Hari Raya Idul Adha (27/11). Kayu yang diangkut menggunakan kapal tongkang itu diketahui berasal dari konsesi perusahaan pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) yakni PT Sumatera Riang Lestari (SRL) di Kabupaten Indragiri Hilir. Kayu tersebut ditampung PT Forestama Raya selaku pembeli untuk bahan baku plywood. Kedua perusahaan tersebut merupakan bagian dari grup RGM. Dinas Kehutanan menemukan fakta bahwa terdapat perbedaan jumlah kayu yang diangkut hingga mencapai ribuan tual, sedangkan data di dokumen angkut kayu hanya tertera sekitar 1.200 tual. Menurut Jefri Nur, banyak sekali kejanggalan di dalam dokumen kayu seperti perbedaan jumlah hingga ukurannya. Salah satu fakta yang ditemukan terdapat perbedaan ukuran diameter kayu dan panjang kayu yang sebenarnya dengan yang tertera di dokumen. Ia mengatakan ada banyak kayu yang dituliskan dalam dokumen memiliki garis tengah 55 centimeter, tapi setelah dihitung ulang justru berlebih hingga 65 centimeter. "Saya tidak akan hanya menyalahkan perusahaan, tapi juga dinas kehutanan karena setiap dokumen kayu seharusnya melalui beberapa kali pengecekan mulai dari penebangan hingga pengangkutan," katanya. Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Zulkifli Yusuf berjanji akan menindak tegas dalam pengusutan kasus tersebut. Ia mengatakan pihaknya masih mendalami kasus dugaan pembalakan liar yang tidak hanya melibatkan perusahaan besar tapi juga oknum karyawan Dishut. "Saya tidak akan pilih kasih. Kalau perusahaan salah, harus dihukum. Demikian juga kalau ada pegawai dinas kehutanan yang terlibat," katanya. Ia justru menuding perusahaan tidak kooperatif karena berani menurunkan barang bukti kayu dari kapal dan diolah. Padahal, hingga kini Dishut masih belum selesai melakukan penghitungan kubikasi kayu. Dishut memperkirakan barang bukti kayu yang dengan sengaja diolah oleh perusahaan mencapai 300 tual, namun hal itu dibantah pihak perusahaan yang mengatakan hanya mengambil sekitar 20 tual. Manajemen perusahaan mengaku tidak mengetahui perihal perbedaan jumlah kayu dengan data dokumen yang ada. Namun, perusahaan selaku pembeli kayu mengaku telah mengalami kerugian karena kasus itu mengganggu produksi pabrik. "Kami ingin masalah ini tidak berlarut-larut karena dalam waktu sebulan, ribuan pegawai terancam tidak lagi bisa bekerja karena tidak ada bahan baku," ujar Pimpinan Cabang PT Forestama Raya di Pekanbaru, Marcil Simin. Menurut dia, perusahaan melakukan pembelian bahan baku sesuai dengan dokumen yang ada. Selama ini, bahan baku perusahaan hanya berasal dari PT Sumatra Riang Lestari, perusahaan pemegang konsesi HTI. "Setahu saya, selama proses pengiriman kayu telah melewati enam pos pemeriksaan dari aparat terkait. Kalau kayu itu bermasalah, seharusnya sudah dihentikan sejak pos pertama, jangan sekarang kami yang terkena imbasnya," kata Marcil.