Bank Mandiri Stop Berikan Kredit Usaha Kebun Sawit, Ini Sebabnya

id bank, mandiri stop, berikan kredit, usaha kebun, sawit ini sebabnya

 Bank Mandiri Stop Berikan Kredit Usaha Kebun Sawit, Ini Sebabnya

Pekanbaru, (Antarariau.com) - PT Bank Mandiri (Persero) memperketat syarat pemberian kredit untuk sektor bisnis kelapa sawit dari sisi lingkungan dan legalitas, salah satunya adalah tidak lagi mengucurkan kredit baru bagi pemohon yang akan membuka kebun di atas lahan gambut.

"Kami tidak bisa membiayai sawit di lahan gambut. Kebijakan ini mulai dilakukan tahun ini," kata Kepala Bank Mandiri Area Pekanbaru, Agus Sanjaya, pada diskusi tentang sawit yang digelar Solidaritas Wartawan untuk Transparansi (Sowat), di Pekanbaru, Selasa.

Syarat lainnya yang diperketat, lanjutnya, adalah legalitas lahan untuk perkebunan kelapa sawit bahwa bank plat merah tersebut hanya akan memberikan kredit bagi lahan yang sudah berstatus hak guna usaha (HGU). Menurut dia, tujuan dari kebijakan itu dilakukan Bank Mandiri dalam menyikapi isu lingkungan dan gejolak sawit yang mengalami tren penurunan harga sejak 2015.

Agus Sanjaya tidak memungkiri bahwa pengetatan syarat pengucuran kredit sawit bisa mengurangi jumlah debitur di Provinsi Riau, karena sebagian besar topografi daerah tersebut merupakan lahan gambut. Karena itu, ia mengatakan Bank Mandiri mulai melirik delapan sektor pembiayaan lain sehingga masyarakat Riau tidak hanya terpaku pada kredit untuk usaha sawit.

"Di Riau, khususnya, kami mencoba alternatif nonsawit pada delapan sektor lainnya. Seperti untuk kredit untuk sektor kesehatan, pendidikan, kontraktor pemerintahan, infrastruktur, minyak dan gas bagian hilir untuk bisnis SPBU, serta komunikasi dan perdagangan," ujarnya.

Meski begitu, ia mengatakan Mandiri masih menilai kelapa sawit sebagai sektor bisnis yang punya potensi tinggi untuk pembiayaan perbankan. Ia mengatakan, portofolio kredit Bank Mandiri untuk sektor perkebunan sawit pada 2015 berkisar pada angka 10,5 persen dari target kredit secara nasional yang mencapai sekitar Rp700 triliun. Bahkan, khusus di Riau komposisi penyaluran kredit untuk sawit berkisar pada angka 60 hingga 70 persen dari total kredit.

"Kami masih melihat (sawit) masih menguntungkan, walaupun memang pemberian kreditnya sangat ketat," katanya.

Terkait tren penurunan harga sawit, Agus Sanjaya mengatakan dampaknya terhadap penurunan kualitas kredit di Riau hanya sekitar satu persen dari total kredit yang disalurkan pada 2015. Menurut dia, jumlah tersebut masih dalam porsi wajar karena masih bisa ditutupi dari dana provisi yang dibayarkan calon debitur sebelum kredit dicairkan.

"Biaya provisi untuk menutupi kredit yang macet. Jumlah keseluruhannya masih di atas kredit macet," katanya.

Ia menambahkan, sebagian besar kredit bermasalah bukan akibat penurunan harga komoditas tersebut, melainkan pada kesalahan manajemen dari debitur dalam pengelolaan dana kredit yang diberikan. "Kami lebih khawatir dari dampak kesalahan manajemen debitur, misalkan awalnya kredit diusulkan untuk pembiayaan jual beli tandan buah segar sawit, namun ternyata dialihkan ke yang lain," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Riau Prof. Dr. Almasdi Syahza, mengatakan lembaga pembiayaan seperti Bank Mandiri sudah saatnya mendorong pembiayaan pada pengembangan industri hilir kelapa sawit. Menurut dia, dengan luas perkebunan sawit di Riau yang kini sudah lebih dari tiga juta hektare, pengembangan potensi produk turunan dari komoditas andalan Riau itu nyaris stagnan.

"Seharusnya Bank Mandiri mengarah ke pembiayaan industri hilir sawit, jangan lagi hanya fokus pada pemberian kredit untuk membuka kebun. Potensi bisnis sawit ini masih sangat besar," kata Almasdi Syahza.