Menilik KBIH Pada Peristiwa Mina

id menilik kbih, pada peristiwa mina

Menilik KBIH Pada Peristiwa Mina



Sambungan dari hal 1 ...

Tentang hal ini, KH Hafidz Taftazani mengaku telah mendiskusikan afdholiyah melontar jumrah ini kepada Rais Aam PBNU KH Ma ruf Amin belum lama ini.

Didapat informasi bahwa para ulama Arab Saudi dahulu sangat "keukeuh" berpegang pada apa yang dipraktekkan persis seperti Rasulullah menunaikan ibadah haji. Bahkan sampai tahun 1980-an, masih ada imbauan agar melontar jamroh dilaksanakan saat matahari berada di atas kepala.

"Ada mobil berkeliling kota Mekkah mengeluarkan imbauan melontar jamroh pada waktu afdholiyah. Saya tahu persis. Ketika itu saya masih belajar di Saudi," kenang Hafidz.

KH Ma ruf Amin mengatakan, tingginya anggota jemaah haji Indonesia yang wafat tidak lepas dari peran pengurus KBIH.

KBIH juga memang memiliki pengaruh atas kelompok jemaahnya. Namun bisa pula KBIH dipengaruhi mukimin selama berada di Tanah Suci.

Jadi, di sini, bisa pula mukimin membuat hal. Dapat pula ada jamaah yang "ngotot" melontar pada saat yang dianggap afdhol, sementara anggota jemaah lainnya ikut-ikutan, dan ketika rombongan bergerak, ada anggota jemaah lain ikut bertolak. Jika peristiwa terlanjur terjadi, semua menolak untuk bertanggung jawab.

Untuk beribadah haji, menurut Rais Aam PBNU ini, memang persiapan selama di Tanah Air harus matang betul. Karena itu ia menyarankan segera sosialisasi petunjuk khusus Arafah dan Mina dipertegas dengan didukung petugas yang memahami dalam mengendalikan massa besar.

Sementara Slamet mengusulkan kepada Ditjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PHU) sebagai PPIH agar ke depan membuat jadwal ketat ketika melaksanakan jamrah bagi jamaah Indonesia guna menghindari kecelakaan terulang.

"Harus ada jadwal (lontar jamrah) yang ketat, bukan anjuran lagi. Tapi daftar (waktu lontar jamrah) yang harus diikuti," kata Slamet Effendy Yusuf.

Figur di KBIH

Mengapa KBIH lebih unggul dalam hal pengaruh dibanding TPIHI?. Hal ini tidak lepas dari peran kehadiran figur yang menjadi pengurus di KBIH bersangkutan. Mereka itu biasanya berlatar belakang ulama, berasal dari organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang memiliki pemahaman tentang aqidah dan syariah, termasuk fikih di bidang perhajian sangat mendalam.

Bahkan ada di antara ulama besar dengan latar belakang pengalaman birokrasi bersedia duduk sebagai pengurus KBIH. Sebut saja KH Muchtar Ilyas, mantan Direktur Urusan Agama Islam yang kini sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (PPFK-KBIH). Bahkan ketika datang usulan dari Pengurus Besar Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) agar penyelenggaraan haji diswastakan, Muchtar menolak dan berharap penyelenggaraan ibadah haji tetap dipegang pemerintah.

Selaku Ketua Umum PPFK-KBIH, KH Muchtar Ilyas menegaskan, bahwa pihaknya mendukung program-program Kementerian Agama (Kemenag) yang terkait dengan pelaksanaan ibadah haji. Jumlah KBIH di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 2500 kelompok.

"Paling banyak di Jawa Barat dimana 97 persen jamaah hajinya ikut KBIH yang kedua Jawa Timur, kemudian Jawa Tengah," jelasnya.

Sementara itu, untuk di Pulau Jawa saja jumlah jamaah hajinya mencapai 60 persen dari total keseluruhan jamaah haji reguler atau lebih dari 100 ribu calon jamaah hajinya yang dibimbing KBIH.

Pemerintah sebagai penyelenggara ibadah haji, sedangkan KBIH adalah mitra kerja pemerintah membimbing jemaah calaon haji (pra-haji dan paska haji). Posisi KBIH adalah penyelenggara swasta yang merupakan perpanjangan tangan Ditjen PHU.

Secara historis, KBIH awalnya dari sebuah yayasan berlatar belakang pesantren atau majelis ta lim yang kepentingannya untuk menimba ilmu agama kepada para kyai. Utamanya ilmu yang membahas tentang masalah syariat termasuk di dalamnya perhajian. Dari itu semua kemudian muncul keyakinan dari para santri atau masyarakat yang merasa belum mampu melakukan ibadah haji secara sempurna untuk meminta bimbingan haji secara langsung kepada para kyai utau ustadz tersebut.

Namun lepas dari eksistensi KBIH itu, Slamet Effendi Yusuf berharap peran TPIHI harus diperkuat. Karena itu petugas TPIHI harus orang yang sudah pergi haji. Ia juga meminta Kemenag dapat bertindak lebih tegas kepada KBIH agar pengaturan ibadah haji menjadi bagian urusan PPIH, bukan lagi KBIH sebagaimana diamanatkan dalam UU No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji.

Pada pasal 11 undang-undang tersebut disebutkan bahwa Menteri membentuk PPIH di tingkat pusat, di daerah yang memiliki embarkasi, dan di Arab Saudi. Dan, dalam rangka Penyelenggaraan Ibadah Haji itu pula, Menteri Agama menunjuk petugas yang menyertai jemaah haji, yang terdiri: Tim Pembimbing Haji Indonesia (TPHI); Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI); dan Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Jadi, peran KBIH hanya sebagai mitra kerja.