Petani Riau Resah Sawit Dan Karet Anjlok

id petani riau, resah sawit, dan karet anjlok

Petani Riau Resah Sawit Dan Karet Anjlok

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Petani Provinsi Riau meresahkan anjloknya harga dua komoditas utama dalam penghidupannya yakni kelapa sawit dan karet sehingga mengganggu kebutuhan perekonomian, kata Anggota DPRD Riau, Masnur.

Masnur di Pekanbaru, Selasa mengatakan, informasi itu didapatkannya setelah melakukan reses di daerah pemilihannya Kabupaten Kampar mengatakan harga sawit bahkan sampai pada Rp500 per kilogram (kg), di luar harga yang ditetapkan pemerintah. Tren penurunan sudah mulai terjadi sejak awal Januari 2015, dan harga tak kunjung membaik hingga kini.

Untuk harga petani plasma atau binaan dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN V) harga jualnya mencapai Rp800 per kg dan semakin turun. Sedangkan, kondisi harga paling parah adalah petani nonplasma yang tanam dipekarangan karena harganya terus turun mulai Rp700, Rp650 bahkan jadi Rp500 per kg.

"Ini terjadi hampir di seluruh Riau," kata Masnur.

Politisi Golkar ini mengaku juga telah berbicara ke perusahaan terkait anjloknya harga sawit. Jawabannya memang karena harga pasar yang turun.

Penyebabnya, lanjut dia, karena pasar yang dituju seperti Tiongkok, Jepang, dan India mulai beralih ke minyak yang lain. Contohnya "Soya oil", minyak dari Bunga Matahari, Kedelai, dan Jagung.

"Secara ekonomis itu juga lebih menguntungkan," imbuhnya.

Selanjutnya, yang dikeluhkan masyarakat juga harga karet. Komoditas ini memang turun empat tahun terakhir, namun saat ini semakin buruk ditambah dengan musim kemarau sehingga hasilnya sedikit.

"Biasanya 30 kg per hektare, sekarang hanya bisa 10-15 kg per ha dengan harga pasaran Rp4-5 ribu per kg. Karena kemarau, daun berguguran, karet kering, hasilnya tidak merata.

Kemudian masyarakat keadaannya makin parah karena swah juga kekeringan dan berujung gagal panen. Ini sangat mendasar, sebabnya dua komoditas di atas turun kalau padi masih panen, tidak masalah bisa juga untuk makan.

"Ini harus ada solusinya, kalau di Jawa kekeringan gejolaknya tinggi karena sentra produksi. Tapi kalau di Riau seperti tidak terperhatikan karena bukan sentra produksi. Padahal di Jawa bisa dibor cari air, di sini tidak karena sawahnya tadah hujan," ulasnya.