Di sepanjang toko yang berderet di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, misalnya, berderet mobil bak menjual bongkahan bahan mentah batu akik. Penjualnya datang dari berbagai kota.
Salah seorang pemilik mobil bak yang menjajakan bongkahan akik mentah yang bernama Sumanjaya Jufri dari Rangkasbitung, Banten, mengatakan, dia mencari bahan mentah batu akik itu dari berbagai daerah hingga Palangka Raya. Dengan modal puluhan juta, pria beranak dua itu mengaku bisa menangguk untung dari penjualan bongkahan batu akik. Namun dia tak mau menyebut nilai nominalnya.
Sumanjaya mengaku makin hari makin banyak pesaingnya yang berjualan batu akik dengan menggunakan medium mobil bak.
Dia mengatakan, menggeluti batu akik sebetulnya dilakukan sebagai upaya melanjutkan usaha keluarga. Almarhum ayahnya lah yang memulai usaha itu. Dia juga mengatakan bahwa kegemaran masyarakat pada batu akik bersifat musiman. Ada pasang-surutnya.
Mengoleksi batu akik, buat sebagian konsumen, mempunyai beberapa tujuan: bisa untuk kesenangan pribadi, tapi bisa juga untuk mencari untung. Bagi kelompok ini, cincin akik miliknya akan dilepas jika ada orang lain berminat dan bersedia membeli dengan harga yang lebih dari harga belinya.
Namun, bagi konsumen batu akik yang tak mau melepas cincin kesayangannya, berapapun tawaran yang diajukan, dia akan tetap mempertahankannya.
Ada beberapa pemakai cincin batu akik yang yakin bahwa batu akik bisa punya nilai magis, dan sedikit banyak mengandung unsur klenik. Misalnya, apa yang disebut batu akik kecubung pengasihan, diyakini sanggup membuat pemakainya mempunyai aura yang menimbulkan rasa kasihan dari orang yang berada di dekatnya.
Ada juga batu akik yang diyakini dapat mendatangkan hoki rezeki bagi pemakainya. Batu akik yang jenis inilah yang oleh pemakainya tak akan dilepas walaupun dihargai mahal oleh penawarnya.
Bagi kalangan agamawan, keyakinan terhadap batu akik yang punya daya magis seperti itu tentunya tidak dianjurkan. Itu bisa dipersepsikan sebagai menuhankan batu akik. Pada titik inilah seruan Butet Kertarajasa punya relevansi: mari bersenang-senang dengan batu akik. Tapi jangan sampai melampaui batas.
Batu akik cukup dikagumi karena keindahannya. Misalnya batu akik yang memancarkan kemilau ketika dipakai dalam kegelapan. Ini jelas bukan masalah batu akik itu punya kekuatan gaib, tapi karena memang jenis batunya yang bisa berkilau ketika berada di ruang kegelapan.
Batu akik tak beda dengan benda seni seperti lukisan atau keramik antik yang mengandung segi estetik pada dirinya. Benda keramik atau lukisan, beda dengan batu akik, tak pernah diyakini punya daya magis pada dirinya.
Untunglah, orang-orang yang menuhankan batu akik makin terkikis karena semakin banyaknya penggemar batu akik masa kini yang terpelajar. Tingkat rasionalitas mereka menampik ilusi tentang daya magis akik.
Tampaknya, ajakan Butet untuk bersenang-senang dengan batu akik secara waras juga bisa dipakai dalam perspektif antiklenik semacam itu.