PT Riau Jelaskan Vonis Bebas Kasus Mutilasi

id pt riau, jelaskan vonis, bebas kasus mutilasi

PT Riau Jelaskan Vonis Bebas Kasus Mutilasi

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Ketua Pengadilan Tinggi Riau, Yohannes Ether, akhirnya bersedia menemui keluarga korban mutilasi untuk menjelaskan pertimbangan hakim di tingkat banding yang membebaskan salah seorang terdakwa berinisial DP dalam kasus pembunuhan sadis itu.

"Hal yang wajar jika keluarga korban merasa tidak puas atas putusan para hakim kami. Namun putusan hukum sudah dilaksanakan dan tidak akan bisa diubah lagi. Saya bisa merasakan apa yang menjadi kekecewaan para keluarga korban," kata Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Riau, Yohannes Ether, Rabu.

Yohannes baru menemui keluarga dan kerabat korban mutilasi setelah sekitar dua jam pihak keluarga menunggu di kantor pengadilan. Bahkan, keluarga korban sempat mengamuk karena Humas PT Riau, Tani Ginting dan Dasril, dinilai terlalu berbelit-belit dan tidak bersedia menjelaskan pertimbangan hakim atas putusan bebas DP, yang sebelumnya divonis 10 tahun di Pengadilan Negeri Siak.

Menurut Yohannes, merujuk pada salinan putusan banding, terdakwa DP yang berusia 16 tahun tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa. Karena itu, Majelis Hakim PT Riau pada sidang putusan tanggal 22 September 2014, meminta agar memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat martabat. Adapun Majelis Hakim dalam sidang itu terdiri dari Parlindungan Napitupulu, Yulisman dan Bety Aritonang.

"Atas putusan itu terdakwa dibebaskan dari tahanan," katanya.

Berdasarkan salinan putusan Nomor 01/PID.SUS/Anak/2014/PT PBR, lanjutnya, terdakwa DP dijerat dengan pasal 340 KUHP yakni sengaja menghilangkan nyawa orang lain, serta pasal 55 ayat 1 KUHP sebagai orang yang melakukan atau turut serta dalam kasus mutilasi korban atas nama FM, yang berusia sembilan tahun.

Ia menjelaskan, jaksa dalam dakwaannya menyebutkan bahwa DP turut membunuh atau mengetahui pembunuhan tersebut. Namun hakim di PT Riau mengambil pertimbangan berdasarkan keterangan saksi terdakwa S dan MD, yang menyebutkan DP tidak melakukan pembunuhan.

"Bahwa terdakwa DP juga tidak menyetahui adanya niatan kedua rekannya S dan MD yang akan membunuh dan mencincang korbannya. DP saat itu hanya diajak memancing oleh terdakwa S," ujarnya.

Dalam putusan juga dijelaskan bahwa DP hadir di lokasi kejadian saat pembunuhan sudah terjadi. Pelaku pembunuhan terhadap korban FM adalah tersangka S dan MD, yang sudah merencanakan pembunuhan itu.

Dengan bagitu, hakim menilai bahwa pasal yang disangkakan jaksa kepada DP tidak terbukti dipersidangan. Selain itu, DP dengan usianya yang masih muda dianggap mengalami traumatik berat karena mengetahui ada korban manusia dimutilasi dan dimasukan ke kantong plastik.

Apalagi, pelaku lainnya juga mengancam untuk membunuh DP bila membocorkan kejadian itu ke orang lain, dan DP tidak pernah bertemu dengan kedua terdakwa lainnya setelah kejadian itu.

Setelah mendapat penjelasan itu, keluarga korban mutilasi akhirnya bisa memahami dan meinggalkan gedung Pengadilan Tinggi Riau dengan tertib.

Sebelumnya, kasus pembunuhan disertai mutilasi anak di bawah umur menggemparkan masyarakat Riau pada Agustus lalu karena korbannya mencapai tujuh orang dan dilakukan dengan sadis. Korban merupakan tetangga tersangka di Kabupaten Siak dan Bengkalis.

Selain dengan tega menghabisi korban yang sebagian besar masih anak-anak, para pelaku juga tega memakan dan menjual daging korbannya ke rumah makan dan kedai tuak. Polisi akhirnya berhasil mengungkap kasus tersebut dengan menangkap empat orang pelaku, yakni yakni Muhamad Delvi (20), beserta mantan istrinya Dita Desmala Sari (19) dan Supiyan (26) serta DP. Polisi menyebut Muhamad Delvi merupakan otak intelektual pembunuhan tersebut, yang dilatarbelakangi motif untuk memperkuat ilmu kebal yang dipelajarinya.

Pewarta :
Editor: Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2014

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.