Psikolog: Dukungan Keluarga Penentu Kesehatan Mental Ibu Pasca Melahirkan

id Psikolog,Ibu baru melahirkan

Psikolog: Dukungan Keluarga Penentu Kesehatan Mental Ibu Pasca Melahirkan

Ilustrasi - Sejumlah pemain dari Teater Kala Makassar, Sulsel mementaskan teater bertajuk Postpartum Depression karya Nurul Inayah di Rumah Seni Syahrir Lawide Komunitas Seni Lobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (12/11/2024) malam. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.)

Pekanbaru (ANTARA) - Psikolog Nena Mawar Sari, S.Psi., Cht menegaskan pentingnya peran keluarga dan orang-orang terdekat dalam menjaga kesehatan mental ibu setelah melahirkan. Dukungan emosional, terutama dari pasangan, sangat krusial dalam fase transisi ini.

“Yang paling utama adalah dukungan dari pasangan dan keluarga,” ujar Nena saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Rabu.

Baca juga: Psikolog sarankan agar jaga kesehatan mental dengan keseimbangan porsi kerja

Sebagai psikolog klinis dan hipnoterapis di Poli Psikiatri RSUD Wangaya, Denpasar, Nena menjelaskan bahwa ibu baru rentan mengalami baby blues hingga postpartum depression.

Baby blues biasanya muncul karena perubahan hormon, kelelahan, dan proses adaptasi menjadi ibu. Gejalanya meliputi rasa sedih tanpa sebab jelas, mudah marah, cemas berlebihan, perubahan suasana hati yang cepat, hingga gangguan tidur. Kondisi ini bersifat sementara dan biasanya mereda dalam 3 hingga 14 hari.

Untuk mengatasi baby blues, istirahat cukup dan dukungan emosional sangat diperlukan. Bahkan, kata Nena, tamu yang menjenguk sebaiknya juga memperhatikan kondisi ibu, bukan hanya bayi.

“Sering kali komentar soal fisik ibu atau bayi malah memperburuk suasana hati ibu yang sedang sensitif,” jelasnya.

Baca juga: Psikolog: Penggunaan media sosial bukan dilarang tapi dibimbing orang tua

Sementara postpartum depression memiliki gejala lebih berat dan durasi lebih panjang—bisa berlangsung berbulan-bulan. Gejalanya antara lain: kehilangan minat, menarik diri dari lingkungan sosial, merasa tidak layak menjadi ibu, hingga pikiran menyakiti diri sendiri atau bayinya.

“Kalau sudah sampai tahap ini, ibu butuh penanganan serius dari psikolog atau psikiater, termasuk bagi yang sedang menyusui,” kata Nena.

Baca juga: Tindakan pilih kasih orang dinilai bisa berdampak negatif pada anak

Ia juga mengingatkan ibu untuk tidak membandingkan diri dengan sosok ibu ‘sempurna’ yang kerap terlihat di media sosial.

“Perlu waktu bagi tubuh untuk pulih. Tidak apa-apa belum bisa tampil ideal. Fokus dulu pada kesehatan diri dan bayinya,” tutupnya.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.