Pekanbaru (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik dari Universitas 17 Agustus 1945 (UTA'45) Mego Widi Hakoso menyoroti polemik antara PT Vale Indonesia dengan masyarakat blok Tanamalia harus mengutamakan kepentingan rakyat.
"Kepentingan PT Vale Indonesia ingin melakukan eksplorasi dan pembangunan aset, sedangkan hal itu memiliki konsekuensi merugikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
lokal, khususnya di masyarakat Loeha Raya," kata Mego kepada Antara Riau, di Pekanbaru, Senin.
Ia berpendapat bahwa polemik lokal ini bisa berkembang menjadi persoalan besar hingga pada pemerintah pusat, jika tidak segera menemukan titik terang kedua pihak.
Kemudian ia juga menilai, turut perannya DPRD kepada masyarakat, untuk membela kepentingan rakyat menunjukkan bahwa suprastruktur politik lokal belum bisa secara
mandiri mufakat untuk membela kebutuhan sendiri. Mego menyarankan agar DPRD dan masyarakat lokal harus memperluas tuntutan sampai pada tingkat DPR serta berafliasi kepada partai besar sebagai simbol dari perlawanan.
PT Vale Indonesia Tbk kembali berhadapan dengan penolakan masyarakat terkait aktivitas tambangnya di Blok Tanamalia, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Warga dari komunitas Loeha Raya menghadang fasilitas dan peralatan tambang yang dibawa perusahaan, sebagai bentuk protes terhadap rencana eksploitasi di wilayah tersebut.
Aksi penghadangan ini mencerminkan ketidakselarasan antara kepentingan perusahaan dan aspirasi masyarakat lokal. Warga menilai keberadaan fasilitas tambang tersebut tidak sejalan dengan keinginan mereka dan berpotensi merugikan lingkungan serta mata pencaharian mereka yang bergantung pada alam sekitar.
Hingga kini, konflik belum menemui titik terang. Belum ada kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat terkait kelanjutan aktivitas tambang di wilayah tersebut. Situasi ini dikhawatirkan dapat memicu eskalasi jika tidak segera diselesaikan melalui dialog yang konstruktif.
PT Vale Indonesia sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait aksi penolakan ini. Sementara itu, masyarakat Loeha Raya terus bersikeras mempertahankan hak mereka atas tanah yang dianggap sebagai ruang hidup bersama.
Polemik ini menambah daftar panjang sengketa lahan antara perusahaan tambang dan masyarakat lokal di Indonesia. Ke depan, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif serta dialog yang melibatkan berbagai pihak guna menemukan solusi yang adil bagi semua.