Reformasi Perilaku Demi Masa Depan Lingkungan

id reformasi perilaku, demi masa, depan lingkungan

Reformasi Perilaku Demi Masa Depan Lingkungan

Jutaan hektare hutan yang hangus itu, kini berganti dengan tanaman seragam, mulai dari kelapa sawit hingga kerindangan akasia.

Hari Lingkungan Hidup seakan menjadi peringatan kehancuran hutan penyangga alam, diiringi kepunahan satwa-satwa langka yang kehilangan habitat.

Peristiwa kebakaran hutan dan bencana polusi asap di Provinsi Riau sejauh ini masih menjadi persoalan yang tidak terselesaikan sejak tahun 1997 dan menjadi sejarah yang terus berulang bahkan hingga tahun ini.

Hampir 17 tahun daerah yang berdekatan dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura ini selalu saja memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia bersamaan dengan peristiwa perusakan lingkungan itu, demikian Pengamat Lingkungan dari Universitas Riau, Tengku Ariful Amri kepada Antara di Pekanbaru, Rabu (4/6).

Tahun ini menjadi yang berbeda, karena peringatan hari lingkungan hidup di tanah air berdekatan dengan Pemilihan Umum Presiden Indonesia.

"Menjadi harapan kita bersama, presiden mendatang akan mengutamakan keutuhan lingkungan untuk dijadikannya sebagai landasan perbaikan segala sektor. Bagamana mau maju jika keuangan terus terkuras untuk masalah bencana? Maka pengutamaan lingkungan adalah lebih baik," kata Amri.

Karena pada dasarnya, keseimbangan alam menurut dia adalah awal dari suatu daerah untuk mampu meraih kesuksesan disegala sektor, khususnya dalam upaya ketahanan pangan.

"Namun saya juga tidak setuju jika persoalan lingkungan di Riau hanya dibebankan pada daerah atau pemerintah nasional. Seluruh pihak harus bergandeng tangan, termasuk Malaysia dan Singapura juga harus turut dalam upaya perbaikan lingkungan di Riau," katanya.

Hal itu karena menurut dia, Provinsi Riau yang memang terletak di tengah ketiga negara ini, ada Selat Malaka yang memang menjadi tanggung jawab bersama.

Karena jika dalam satu ekosistem, pihak-pihak yang berada di sekitarnya harus turut serta melakukan penyelamatan dan menjaga keutuhannya demi kehidupan yang lebih baik, mengingat dampaknya juga akan dirasakan secara bersama.

Baik itu dampak positif, ketika Malaysia dan Singapura juga memiliki hak penguasaan lahan di Riau untuk meningkatkan perekonomian mereka.

Namun jangan sampai, lanjut kata dia, penguasaan lahan hutan tersebut kemudian menjadi kebablasan tanpa memikirkan masa depan.

Karena dampak buruk akan menghantui, bahkan telah terjadi saat kebakaran hutan melanda daerah ini tahun lalu. Ketika itu, dua negara tersebut juga terkena imbas polusi asap yang akhirnya berdampak pada sistem perekonomian tiga negara (Indonesia, Malaysia dan Singapura).

Sejarah Bencana

Peristiwa kebakaran hutan dan lahan penyebab bencana kabut asap di Riau terjadi nyaris setiap tahun pada musim kemarau. Bahkan 90 persen kejadian itu melanda kawasan gambut yang sesungguhnya menjadi kawasan resapan air yang begitu tinggi.

Mengulas sejarah kebakaran lahan, pertama kali peristiwa tersebut terjadi pada 1997 dan begitu menggemparkan masyarakat daerah, nasional bahkan internasional.

Aktivitas masyarakat ketika itu sempat lumpuh, pemerintah kian disibukkan dengan upaya pemadaman dan anggaran yang tersedot akibatnya bagitu besar.

Namun 17 tahun berlalu, menurut pengamat, peristiwa tersebut terus saja berulang bahkan yang tidak kalah menggemparkan terjadi pada akhir 2013. Asap yang dihasilkan bahkan hingga mencemari sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Memasuki puncak kemarau di awal tahun 2014, kebakaran hutan dan lahan kembali melanda Riau. Pihak Dinas Kehutanan Riau mencatat ada lebih 20 ribu hektare hutan dan lahan hangus. Dinas Kesehatan setempat merangkum ada lebih 21 ribu jiwa masyarakat di berbagai kabupaten/kota terserang penyakit yang disebabkan polusi asap.

Bahkan dua orang dilaporkan meninggal dunia, perekonomian daerah menjadi lumpuh, aktivitas transportasi di Bandara Sultan Syarif kasim (SSK) II ketika itu berulang kali terhenti. Namun kebakaran hutan tetap saja berlanjut.

Gubernur Riau Annas Maamun ketika itu bahkan hingga saat ini untuk semua instansi terkait siaga terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan penyebab bencana kabut asap.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk tetap memantau perkembangan kasus tersebut dan melakukan antisipasi dini.

Sampai saat ini, bahkan ada lebih tiga helikopter "standby" di Pangkalan Udara TNI Roesmin Nurjadin Pekanbaru untuk melakukan upaya "water bombing" dan penerapan teknologi modifikasi cuaca mengingat kemarau kembali datang.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan musim kemarau kali ini bahkan mengarahkan angin ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kabut asap kembali menjadi ancaman.

"Maka itu (kebakaran hutan dan kabut asap) tanda-tanda keseimbangan alam mulai tergoyahkan. Bencana kabut asap sebenarnya suatu isyarat krisisnya lingkungan. Namun suatu saat, jika terus terjadi, bencana yang datang bisa lebih parah lagi," katanya.

Menurut pengamat lingkungan, tidak ada cara selain upaya pemulihan secara bersama-sama. Dan untuk mengamankan ekosistem di Riau, daerah ini bersama pemerintah pusat harus juga mengajak jiran tetangga berbuat hal yang sama.

Tentu kalau hendak melibatkan dua negara ini, kata dia, harus ada nota kesepakatan agar racikan kerjasama penyelamatan lingkungan dapat terlaksana dengan baik. Presiden baru mendatang juga menjadi harapan baru untuk penyelamatan lingkungan.

Misi Presiden

Dua pasang calon Presiden dan calon Wakil Presiden Indonesia, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla sejauh ini terpantau memiliki misi yang sama dan tergambar mendukung perbaikan lingkungan untuk masa depan bangsa.

"Dua pasang Capres dan Cawapres yang ada pada hari ini, berdasarkan visi dan misi yang mereka paparkan, juga seharusnya menyiapkan keseimbangan vegetasi dan hidrologi yang baik," kata Pengamat Lingkungan dari Universitas Riau, Tengku Ariful Amri.

Pemilihan Umum Presiden 9 Juli 2014 akan diikuti oleh dua pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presidenn Indonesia, Prabowo Subianto - Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta), nomor urut 1, yang didukung Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) berkoalisi dengan Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Bulan Bintang (PBB) dengan sebutan "Koalisi Merah Putih".

Sementara pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla (Jokowi-JK), nomor urut 2, diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berkoalisi dengan Partai Nasional Demokrat (NasDem), Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Menurut dia, ketika salah satu pasang daru dua calon tersebut terpilih, maka sisi lingkungan harus dibenahi terlebih dahulu baru ke program lainnya termasuk dalam upaya menyejahterakan dan meningkatkan perekonomian negara dan masyarakat.

Hal itu karena menurut dia, lingkungan adalah sangat erat dengan sektor lain termasuk perekonomian nasional.

"Kalau ada capres yang berjanji akan membangun sistem pertanian yang tangguh, maka sebenarnya pertanian yang tangguh hanya bisa direalisasikan kalau keseimbangan vegetasi dan hidrologi atau keseimbangan ekosistem dijaga atau di benahi lebih awal," katanya.

Kemudian kata dia, jika ada pasangan yang lain dilihat juga sangat mengerti dengan aspek lingkungan hidup dengan fakta di lapangan berani dan dengan tegas mengosongkan kawasan kumuh di Ibu Kota Negara, Jakarta, untuk dijadikan waduk dan menanam kembali ruang terbuka hijau, maka itu patut dilanjutkan.

Intinya menurut dia adalah, kedua Capres tersebut sangat menjanjikan untuk bisa menjaga dengan baik lingkungan masa depan.

Namun yang dikhawatirkan, demikian Amri, janganlah sampai apa yang dijanjikan dan apa yang diperbuat sebelumnya, hanya menjadi retorika politik belaka untuk menduduki jabatan tertentu.

Apa yang harus dilakukan jika salah satu pasangan itu tepilih? "Jawabannya adalah, masyarakat harus berani menagih kembali janji-janji yang pernah dilontarkan dengan cara persuasif, ataupun dengan terlibat secara bersama-sama, secara bergotong royong untuk mengawal lingkungan untuk lebih baik di masa yang akan datang," katanya.

Bagi pihak-pihak yang melanggar agar dan melakukan perusakan lingkungan, menurut dia sebaiknya juga harus ditindak tegas secara nyata.

Perubahan Iklim Mengancam

Pengamat Tengku Ariful Amri mengatakan, perbaikan lingkungan harus dilakukan sedini dan seoptimal mungkin, karena saat ini perubahan iklim juga telah sangat mengancam sistem pertanian di Riau atapun secara nasional.

"Ketika iklim tidak lagi bisa diramalkan, maka juga dipastikan pola tanam, perawatan serta pola panen juga akan menjadi terganggu. Maka kemudian, ujung-ujungnya adalah gagal panen," katanya.

Hal demikian menurut dia akan berujung pada krisis pangan, dan maka tidak ada pilihan bagi pemerintah untuk mengimpor kebutuhan pangan dari negara-negara yang sukses dalam sistem pertanian, seperti Vietnam, Thailand dan sebagainya.

Kondisi seperti itu menurut dia tentunya akan menambah beban keuangan negara. Karena itu, perubahan iklim, pemanasan global dan ketidak-seimbangan antara vegetasi dengan hidrologi ini patut menjadi ancaman yang sangat serius untuk beberapa tahun ke depan.

Bahkan sejumlah pihak memprediksi, beberapa tahun kedepan, jika lingkungan terus mengalami krisis keseimbangan, maka secara nasional negara ini akan mengalami puncak krisis air bersih. Dan bila tidak segera diselesaikan atau dicari solusinya, kata dia, itu akan menghimpit kehidupan masyarakat secara merata.

Pada gilirannya nanti, kata Amri, semuanya itu akan menjadi urusan dan tanggung jawab pemerintah yang tentunya akan menimbulkan kos besar hingga kembali menyebabkan masyarakat semakin miskin.

Hal itu menurut dia sangat dimungkinkan, karena 70 persen tatanan kehidupan masyarakat di Indonesia ada di level bawah yang mereka itu bergerak di sektor pertanian, industri rumah tangga, dan berbagai tatanan yang terkait di dalamnya.

"Kerusakan lingkungan menjadi ancaman serius dan mulai di depan mata. Apakah anda masih harus diam?"

Sudah saatnya, demikian Amri, semua pihak melakukan reformasi perilaku untuk menjawab kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dengan keindahan alam, atau justru merayakananya dengan penderitaan setelah alam mendatangkan bencana, kabut asap, banjir, tanah longsor, atau bahkan yang lebih parah krisis energi.